Pertanian merupakan salah satu fondasi utama pembangunan Indonesia karena berperan penting dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, menciptakan lapangan kerja, dan memasok devisa bagi negara.
Oleh karena itu, pembangunan sektor pertanian perlu menjadi prioritas dalam pembangunan nasional.
Terdapat hukum ekonomi yang mengatakan jika jumlah penduduk meningkat maka jumlah ketersediaan pangan juga ikut meningkat, yang berarti jumlah tenaga kerja harus ikut bertambah.
Namun, sayang jika dilihat secara langsung tenaga kerja pertanian Indonesia semakin berkurang. Buktinya, rata-rata petani di Indonesia didominasi orang tua.
Hal yang lebih mengkhawatirkan adalah ini sering terjadi pada komoditas tanaman pangan, yang paling kita butuhkan untuk makan sehari-hari.
Harga gabah dan pupuk yang mahal serta komoditas tanaman buah dan sayur yang lebih cuan membuat petani muda enggan menyentuh sektor pangan.
Ingin menyalahkan mereka juga tidak ada gunanya. Ada salah satu teori ekonomi yang bisa menjelaskan ini semua. Anda yang meneruskan membaca artikel ini pasti akan tercengang.
Teori ekonomi yang dimaksud adalah teori zero sum-game. Selalu ada yang dikorbankan jika ingin salah satu pihak diuntungkan. Mirisnya ini menimpa para petani dan secara tidak sadar kita masyarakat biasa juga ikut bersalah dalam hal ini.
Mengapa Masyarakat Ikut Bersalah?
Begini teorinya, pengeluaran petani setiap tahunnya semakin meningkat karena harga pupuk dan tenaga kerja yang semakin mahal sehingga mau tidak mau demi mensejahterakan para petani harga hasil panen mereka harus di tingkatkan.
Nah, pertanyaan saya sebagai masyarakat biasa apakah kamu senang jika beras yang biasa kamu beli di pasar seharga 11.000 meningkat jadi 16.000. Tentu tidak bukan, pengeluaran rumah tangga mu pasti bertambah apalagi beras bisa jadi bahan pokok yang pasti kamu beli, jadi tidak peduli harganya mahal atau tidak kamu harus membelinya.
Mungkin ada anggapan tidak makan jika tidak ada nasi yang menancap bak paku di pikiranmu. Ini sangat sulit sekali dihilangkan.
Kamu yang merasa harga beras naik pastinya akan marah dan mulai mencaci maki pemerintah bersama dengan warga lain yang merasa senasib sepenanggungan.
Lama kelamaan harga pangan yang naik membuat amarah warga memuncak dan memutuskan untuk ikut demo ke jalan memprotes harga tani yang terus naik.
Pemerintah pada akhirnya harus menurunkan harga tani dengan membanting harganya demi menciptakan suasana masyarakat yang tentram dan damai.
Tanpa kamu sadari demo yang masyarakat lakukan justru secara tidak langsung merugikan petani.
Singkatnya, jika harga beras naik, petani pasti untung sebaliknya jika harga tani rendah maka masyarakat yang untung, petani yang rugi. Kamu pasti senang jika mendengar berita harga beras turun drastis.
Dibalik itu semua, ada tangis petani yang pecah karena modal yang ia keluarkan lebih besar dari pemasukan yang ia terima. Lihat saja kemarin ada video pak tani yang membuang tomatnya begitu saja karena harganya yang sudah turun di pasar.
Hal ini menjadi alasan mengapa dapat saya katakan kita sebagai masyarakat biasa ikut bersalah dalam rendahnya kesejahteraan petani.
Namun anehnya, baik petani ataupun kita sama-sama tidak mengetahui hal ini. Padahal masalah ini sangat penting untuk diketahui bersama agar kita bisa saling memahami dan bekerja sama menciptakan lingkup pertanian yang lebih baik agar pembangunan Indonesia terus berkembang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H