Mohon tunggu...
Markis Xido
Markis Xido Mohon Tunggu... Freelancer - Pelajar

~Blogger~ ~Selalu Menyajikan Berita yang Bagus untuk kita renungkan~

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengapa Petani di Indonesia Kebanyakan Orang Tua?

19 November 2023   18:03 Diperbarui: 19 November 2023   18:03 1104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertanyaan ini terlintas di pikiran saya ketika di ajak pembimbing magang saya mengunjungi area persawahan milik warga Desa.

Banyak sekali orang tua lanjut usia yang bekerja di sana. Rata-rata berumur 50 tahun lebih. Saya memberanikan diri bertanya kepada salah satu buruh tani alasannya memilih pertanian sebagai tempat mencari nafkah.

Alasannya cukup miris, bagi orang tua seperti dia, kesempatan untuk mencari pekerjaan lain sangat sulit. Ini dikarenakan latar belakang pendidikan yang rendah dan usia yang dianggap sudah tak mampu lagi untuk bekerja.

Hal ini membuat saya khawatir. Semakin lama angka kelahiran semakin meningkat. Dengan kata lain kebutuhan pangan juga ikut meningkat.

Banyak anak muda yang lebih memilih bekerja di sektor jasa dan industri lain dibanding sektor pertanian.

Namun, mereka juga tak dapat disalahkan. Mayoritas petani yang tergolong orang tidak mampu dan anggapan bertani adalah pekerjaan kotor menjadi alasan utama anak muda tidak mau terjun ke sektor pertanian.

Padahal jumlah lulusan pertanian setiap tahunnya berjumlah lebih dari 10.000 orang. Hal ini menimbulkan kekhawatiran. Jumlah lulusan pertanian meningkat tetapi petani kok gitu-gitu aja, kayak tidak ada perkembangan.

Ternyata setelah bertanya kepada pembimbing saya. Kebanyakan lulusan sarjana pertanian banyak yang bekerja tidak pada tempatnya. Ada yang bekerja di sektor pemerintahan, industri, dan perbankan.

Penerapan teknologi pertanian juga menjadi masalah yang dari dulu belum selesai. Bandingkan saja Indonesia dengan negara lain seperti China, Jepang, atau tidak usah jauh-jauh lihat saja negara tetangga seperti Vietnam. Mulai dari penggunaan alat-alat pertanian modern, seperti traktor, mesin panen, dan irigasi. Indonesia kalah jauh.

kasus korupsi menteri pertanian kemarin ikut memperparah situasi. Uang sejumlah sekitar Rp 13,9 miliar yang harusnya di pakai untuk meningkatkan kesejahteraan petani desa malah raif begitu saja.

Kondisi ini membuat saya semakin was-was. Saya harus membeli banyak beras setelah pulang dari tempat ini karena saya yakin semakin sedikit jumlah petani maka semakin langka beras. Itu berarti beras bakal semakin mahal, terlebih bencana El-Nino yang terjadi sekarang ini diprediksi bakal berlangsung lama menyebabkan produktivitas pangan di Indonesia menurun.

Semoga pemerintah sadar akan hal ini dan berinvestasi besar-besaran di sektor pertanian. Hal ini harus dilakukan karena jika tidak entah bencana apa yang akan menimpa Indonesia di kemudian hari. Bisa saja tragedi 1998 terulang kembali. Oleh karena itu, selain pemerintah saya harap anak muda sadar dan mau menyelematkan bangsa ini dengan menjadi petani. Kalau bukan kita siapa lagi. Ayo jadi petani!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun