Mohon tunggu...
Markapada
Markapada Mohon Tunggu... Lainnya - Markapada

marcapada/mar.ca.pa.da/ n dunia nyata (tempat makhluk hidup); bumi.

Selanjutnya

Tutup

Nature

5 Teknologi Pengontrol Climate Change, Apa Saja?

6 Agustus 2023   20:18 Diperbarui: 6 Agustus 2023   20:22 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kondisi iklim dewasa ini sudah sepatutnya menjadi topik permasalahan yang cukup serius di huru-hara kehidupan. Tidak banyak dari kita yang tahu bahwa tingkat kenaikan permukaan laut dan panas lautan mencapai rekor tertinggi di tahun 2022 kemarin. Rekor lainnya pun dipecahkan oleh Eropa dalam kategori pencairan gletser (WMO, 2022). Di Indonesia pula, Data Informasi Bencana Indonesia menyebutkan, tahun ini telah terjadi banjir dan kekeringan sejumlah 160 dan 11 titik disusul bencana-bencana lainnya. Angka dan rekor tersebut akan terus berlanjut seiring pribadi, organisasi, dan perusahaan yang tidak berhenti sejenak untuk memikirkan efek dari perilaku mereka sendiri terhadap kesehatan bumi.

Upaya tengah diusahakan oleh sebagian dari mereka yang masih peduli akan bumi, seperti dengan  memperbaiki pola hidup yang sangat berkaitan pada energi dan lingkungan. Mulai dari mengurangi penggunaan plastik hingga menggunakan transportasi umum sebagai mobilitas sehari-hari. Semua upaya tersebut tentu berdampak dalam mengontrol perubahan iklim. Namun, melihat pula bahwa mayoritas 'pelaku' bukan dari perorangan sebagaimana dalam skala besar, kita perlu membuat suatu dobrakan berupa inovasi agar dampak perubahan yang dihasilkan hampir mencapai keberhasilan.

Salah satunya ialah dengan menggunakan teknologi iklim. United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCC) saja mengatakan bahwa mereka tidak dapat mengatasi perubahan iklim tanpa teknologi. Pentingnya teknologi iklim ini ternyata dicantumkan dalam Konvensi Kerangka Kerja yang dibuat sejak awal proses UNFCC tahun 1992. Pemerintah dunia pun telah memfasilitasi pengembangan dan mentransfer teknologi ke negara-negara berkembang melalui konvensi tersebut tentang perubahan iklim selama 20 tahun terakhir (UNFCC, 2016). Dalam pembahasan ini, ada lima inovasi teknologi iklim yang dianggap mampu mengontrol perubahan iklim secara berkelanjutan.

Pertama adalah baterai dan penyimpanan energi. Baterai merupakan alat penyimpan listrik sehingga mampu menghadapi tingkat energi yang fluktuatif pada tenaga surya. Baterai yang biasa digunakan adalah baterai timbal. Tapi, tahukah kamu? sebagian besar emisi karbon MNO dihasilkan oleh jaringan akses radio. Melihat peningkatan konsumsi energi yang terus berlanjut, efisiensi energi dan dekarbonisasi pasokan energi sangat dibutuhkan.

Bentuk pengupayaannya dapat berupa beralih dari baterai timbal-asam ke lithium. Dilansir dari website Polarium.com, penyimpanan energi lithium-ion mengurangi emisi CO2 hingga lebih dari 20% per kWh kapasitas dibandingkan dengan teknologi asam timbal tradisional. Di sisi lain, perbedaan utama keduanya terletak pada densitas energinya (Wh/L) dimana baterai lithium mampu bertahan 15  tahun lebih lama untuk memenuhi kebutuhan energi yang sama. Di samping itu, kemajuan besar sedang dibuat dalam mendaur ulang baterai lithium. Daur ulang baterai berpotensi mengurangi emisi lebih lanjut dan menjadi contoh utama dari peraturan tentang kesinambungan baterai oleh Komisi Eropa. Dengan ketersediaan teknologi daur ulang terbaik tersebut, hingga 95% baterai dapat didaur ulang secara efisien dan hingga 90% logam nikel, mangan, dan kobalt sekarang berpotensi untuk digunakan kembali. Dengan demikian, baterai lithium-ion termasuk ampuh dalam memerangi perubahan iklim.

Kedua adalah Artificial Intelligence (AI). Dalam beberapa tahun terakhir, AI dan ilmu data serupa telah dikembangkan untuk lebih memahami sejumlah besar data di semua bidang dan memantau sumber daya alam dengan lebih baik. AI memiliki potensi dalam mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 4,0 persen (Climate-KIC, 2020). Dari Climate-KIC, kebermanfaatan sistem AI di sini terdiri dari dua hal. AI berpotensi untuk memisahkan pertumbuhan ekonomi dari emisi karbon dan degradasi lingkungan yang berarti meminimalisir kerusakan lingkungan. Dengan harapan melakukan pemeliharaan prediktif di sektor energi, teknologi AI dapat dirancang untuk memperkirakan pasokan dan permintaan listrik di jaringan  hingga meningkatkan penjadwalan energi terbarukan. Selain itu, AI juga berpotensi untuk memisahkan output ekonomi dari volume sumber daya di lingkungan. Sebagai contoh, Lush Cosmetics telah mengembangkan solusi digital menggunakan AI untuk menghadirkan toko tanpa air, papan nama, dan bebas paket (Geospatial World, 2022).

Ketiga adalah pemantauan jarak jauh emisi gas rumah kaca (GRK). Pemantauan ini dilatarbelakangi oleh kesulitan pemerintah dalam membuat kebijakan maupun janji iklim yang kredibel atas ketidakjelasannya historis sektor kritis iklim yang ada. Salah satu trobosan terkini adalah Climate TRACE, sebuah koalisi nirlaba yang didanai Google dalam melakukan perhitungan GRK global komprehensif pertama di dunia (Clean Techinca, 2021). Dengan bantuan satelit, AI, penginderaan jauh, dan pembelajaran mesin, Climate TRACE dapat mengidentifikasi asal-muasal GRK itu dipancarkan. Pada November 2022, selama konferensi COP27, Climate TRACE menerbitkan data emisi untuk lebih dari 70.000 lokasi, termasuk pembangkit listrik, pabrik baja, jalan kota, serta ladang minyak dan gas. Lokasi ini adalah sumber emisi pertama yang diketahui dalam industri energi terbarukan maupun tak terbarukan. Harapannya pemimpin setiap negara sekarang dapat membuat keputusan berdasarkan data emisi yang tersedia agar terciptanya penawaran solusi yang bermakna dan tepat waktu (McLellan, 2023).

Keempat adalah teknologi bangunan. Bertambahnya jumlah sektor bangunan mengisyaratkan kita agar tetap mempertahankannya di jalan ramah lingkungan. Jawabannya adalah melakukan pengkombinasian teknologi digital dan geospasial, salah satunya diwujudkan oleh Building Information Modeling atau BIM. BIM dimaksudkan sebagai pendekatan berbasis model 3D yang dilakukan untuk mendukung pertukaran, pembagian, dan pemutakhiran data secara terpusat dalam suatu proyek. Semua informasi dapat diperbarui menggunakan lingkungan data umum yang dapat diakses oleh semua pemangku kepentingan. Integrasi alur kerja BIM dapat membantu mewujudkan infrastruktur yang dibangun secara berkelanjutan dan hemat energi. BIM merampingkan sektor AEC menuju efisiensi, produktivitas, penghematan biaya, ROI, dan jadwal proyek yang lebih cepat (Geospatial World, 2022).

Terakhir adalah inovasi kimia hijau. Kimia hijau merupakan suatu pendekatan terhadap perancangan, proses pembuatan, dan pemanfaatan produk-produk kimia sedemikian rupa sehingga dapat meminimalisir atau menghilangkan bahaya dampak buruk zat kimia terhadap lingkungan (Mustafa, 2016). Tujuan utama pendekatan kimia hijau adalah untuk menciptakan dan memilih cara untuk mensintesis  zat-zat kimia yang lebih baik dan aman. Pendekatan kimia hijau lainnya bertujuan untuk menghilangkan dampak buruk zat kimia sejak pada proses perancangan. Contoh penerapannya adalah para ahli yang mengubah sifat-sifat suatu rancangan molekul berukuran besar dan berpotensi toksik. Pengubahan tersebut bertujuan untuk mencegah absorpsi oleh kulit dan memastikan molekul tersebut mudah terurai ke lingkungan.

Teknologi iklim sebagaimana solusi krisis iklim dalam jangka besar ini ternyata telah diutamakan sejak 1992, awal proses UNFCC. Ada lima inovasi teknologi yang dapat memerangi perubahan iklim, di antaranya baterai dan penyimpangan energi, Artificial Intelligence (AI), pemantauan jarak jauh emisi GRK, teknologi bangunan, dan kimia hijau. Teknologi tersebut tidak memungkinan adanya kekurangan dan efek yang dimiliki. Oleh karena itu, para ahli dan pemegang kepentingan khususnya diharapkan terus mengembangkan teknologi iklim sampai terwujudnya kebermanfaatan yang maksimal.

REFERENCE:

Mohanta, N. (2022a). 10 most crucial technologies for climate change mitigation. Geospatial World. https://www.geospatialworld.net/prime/10-most-crucial-technologies-for-climate-change-mitigation/

State of the global climate in 2022. (2023, July 27). World Meteorological Organization. https://public-wmo-int.translate.goog/en/our-mandate/climate/wmo-statement-state-of-global-climate?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=tc

Jenu, S., Deviatkin, I., Hentunen, A., Myllysilta, M., Viik, S., & Pihlatie, M. (2020). Reducing the climate change impacts of lithium-ion batteries by their cautious management through integration of stress factors and life cycle assessment. Journal of Energy Storage, 27, 101023. https://doi.org/10.1016/j.est.2019.101023

AI and climate change: The promise, the perils and pillars for action - Climate-KIC. (2021, June 14). Climate-KIC. https://www.climate-kic.org/opinion/ai-and-climate-change-the-promise-the-perils-and-pillars-for-action/

Rmi. (2021, September 20). Climate TRACE lifts the veil on oil & gas emissions. CleanTechnica. https://cleantechnica.com/2021/09/19/climate-trace-lifts-the-veil-on-oil-gas-emissions/

Universitas Terbuka. (n.d.). Kimia Hijau dan Pembangunan Kesehatan yang Berkelanjutan di Perkotaan  - Universitas Terbuka Repository. http://repository.ut.ac.id/id/eprint/7091

McLellan, C. (2023, February 8). Fighting climate change: These 5 technologies are our best weapons. ZDNET. https://www.zdnet.com/home-and-office/sustainability/fighting-climate-change-these-5-technologies-are-our-best-weapons/

United Nations. (n.d.). Actions for a healthy planet. United Nations. https://www.un.org/en/actnow/ten-actions

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun