Tugas Utama Guru adalah menjadikan Murid "Belajar"
Saya teringat nasehat Pendiri Pondok Modern Gontor dalam buku Tarbiyah wa Ta'lim yang sekarang direvisi dengan judul Ushul Tarbiyah wa Ta'lim. Bahwa tugas utama guru adalah membuat muridnya untuk belajar. Membuat murid mau belajar adalah bukan soal yang mudah.
Tidak semua guru mampu membuat murid untuk mau belajar. Tidak jarang bahwa pembelajaran di kelas tidak lebih dari hanya seremonial mengajar, tetapi bukan mengajak, mendorong, memotivasi murid untuk belajar. Akibatnya tidak sedikit murid yang "merasa bosan" dengan kegiatan pembelajaran yang disajikan oleh guru.
Menjadikan murid "mau belajar" atau "to learn" ini memiliki beberapa landasan ontologis. Selama ini pembelajaran di kelas hanya bersifat teacher centered. Sebuah pembelajaran yang yang berpusat pada guru. Sementara, akhir-akhir ini selama kurang lebih dua dekade, ada gerakan baru bahwa  teacher centered dipandang tidak memperlakukan siswa secara humanis. Alasan paling utama bahwa guru seolah seperti "khatib" yang sedang khutbah di atas mimbar, sementara para murid "diwajibkan" untuk menyimak tanpa ada peluang untuk bertanya apalagi interupsi.Â
Kondisi ini dipandang sudah tidak relevan lagi, karena selain alasan tidak humanis, adalah bahwa para murid itu sejatinya telah memiliki seperangkat pengetahuan dan pengalaman bahkan keterampilan yang "dapat" dijadikan sebagai "bekal" awal bagi guru untuk menautkan materi baru dengan materi lama yang "mungkin" sudah bersemayam dalam otak para siswa.
Pandangan epistemologis pembelajaran adalah bahwa guru melaksanakan tugas mulia untu mengajar, mendidik, membimbing, mengarahkan siswa untuk belajar. Sementara siswa tidak ada diberi peluang untuk melibatkan diri secara emosional, mental, fisik, dan sikap mereka. Paradigma ini tidak lepas dari paradigma filsafat esensialisme yang memandang siswa sebagai gelas kosong yang harus diisi. Sementara kurikulum merdeka mendorong pergeseran paradigma baru ke arah madzhab filsafat  pendidikan humanisme, konstruktivisme dan progresivisme.
Pergeseran Paradigma Belajar dan Pembelajaran ke arah humanisme, konstruktivisme dan progresivisme
1. Humanisme
Humanisme memandang bahwa manusia tidak membutuhkan bantuan entitas supernatural lainnya, bahkan tidak mempercayai keberadaannya. Filosofi pendidikan humanisme berpendapat bahwa manusia mampu menjalani kehidupan yang penuh dengan kreativitas dan kebahagiaan tanpa restu atau campur tangan dari kekuatan yang lebih tinggi.
Salah satu bentuk pendidikan humanisme adalah pendidikan terbuka (open education), yaitu metode pendidikan yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk bergerak bebas dan memilih kegiatan belajarnya sendiri. Tugas guru hanya sebagai fasilitator dan pembimbing. Humanisme menekankan manusia sebagai standar tertinggi yang dengannya semua hal lain harus dinilai.
Praktik pedagogi humanis menekankan otonomi siswa dalam menentukan bagaimana dan mengapa para siswa mempelajari informasi baru. Filosofi humanistik berpendapat bahwa tujuan akhir pendidikan adalah untuk membantu siswa menjadi orang yang lebih baik. Ketika siswa telah memperoleh wawasan tentang lingkungan dan identitasnya, proses pembelajaran telah berhasil. Ketika mereka maju melalui belajar di sekolah, siswa harus mendorong diri mereka sendiri ke batas potensi mereka untuk mengaktualisasikan potensi penuh mereka semaksimal mungkin.
Jadi, menurut pandangan filsafat humanisme, bahwa tanggung jawab belajar ada pada diri siswa itu sendiri. Bagaimana mereka menentukan cara belajar, sumber belajar, bahkan tujuan belajar mereka masing masing. Maka, peran guru adalah membimbing siswa dalam mengembangkan kebiasaan belajar yang efektif yang memungkinkan mereka menguasai materi yang ada.
2. Konstruktivisme
Ideologi konstruktivisme dalam pendidikan berpendapat bahwa pemahaman unik setiap orang tentang dunia adalah produk pemikiran aktif yang difasilitasi oleh proses pembelajaran berdasarkan pengalaman (Hein, 1991; Boghossian, 2006). Sebagai aliran pemikiran, konstruktivisme memandang pengetahuan sebagai sesuatu yang diciptakan manusia untuk dirinya sendiri. Orang belajar melalui pengalaman dan interaksi mereka dengan dunia di sekitar mereka.Â
Pembelajaran generatif, atau pembelajaran berbasis proses menghasilkan makna baru berdasarkan pengetahuan yang diperoleh, mencirikan pendekatan konstruktivis terhadap pendidikan. Alih-alih berfokus pada hasil (hasil belajar) akhir pendidikan, perspektif konstruktivis lebih menghargai proses pembelajaran itu sendiri.
Fokus dari konsep ini adalah pada proses belajar siswa bukan pada guru. Guru berperan sebagai fasilitator di dalam kelas. Guru memiliki tanggung jawab untuk membuat siswa mereka tertarik dan terlibat dalam proses pembelajaran.Â
Diantara langkah yang mesti dilakukan oleh guru adalah mengembangkan stimulan inquiry (merangsang keingintahuan) siswa pada setiap materi pembelajaran. Tugas guru adalah membuat proyek pembelajaran yang mendorong eksplorasi semua bidang studi. Memotivasi anak-anak untuk berpikir kritis tentang suatu topik dengan mengajukan pertanyaan kepada guru atau bahkan memberi kesempatan kepada siswa lain untuk menjawabnya.Â
Maka, para guru hendaknya aktif bergabung dengan kelompok belajar guru (teacher's learning community) bukan hanya MGMP yang selama ini tidak berdaya, atau buatlah sendiri komunitas belajar yang di dalamnya para guru yang saling berbagi tentang pengalaman mengajarnya.
3. Progresivisme
Secara etimologis, progresivisme adalah "arus yang menyukai kemajuan cepat". Progresivisme adalah aliran pemikiran dalam bidang pendidikan yang berpandangan bahwa tujuan persekolahan adalah untuk melatih kemampuan berpikir kritis siswa sedemikian rupa sehingga mereka dapat menganalisis suatu situasi, menimbang pro dan kontra dari berbagai solusi, dan pada akhirnya memilih solusi yang paling tepat.Pendekatan progresivisme merupakan salah satu pendekatan yang menawarkan kesempatan terbesar bagi siswa untuk sukses melalui belajar.
Progresivisme adalah sebuah aliran filsafat yang menekankan "gerakan untuk mencapai kemajuan secara cepat". Aliran ini muncul dan memperoleh daya tarik yang signifikan pada abad ke-20.Â
Menurut progresivisme, informasi yang benar saat ini, mungkin tidak berlaku di masa mendatang. Alih-alih menekankan peran guru atau muatan mata pelajaran yang diajarkan, sekolah/madrasah harus memberi penekanan pada siswa untuk memperoleh kesempatan belajar secara maksimal.
Menurut ideologi progresif yang berlaku, bahwa bakat siswa untuk berpikir rasional dan kecakapan intelektual memberi mereka keunggulan atas makhluk hidup lainnya. Siswa dilengkapi dengan kekuatan kreatif dan dinamis yang diperlukan untuk mengatasi dan memecahkan kesulitan mereka.
Bagaimana Strategi untuk Membuat Siswa untuk Belajar?
Kembali kepada pokok persoalan, terkait tugas utama guru yaitu "menjadikan siswa mau belajar", maka berikut ini strategi "membelajarkan" siswa:
1. Menyajikan ceramah singkat, untuk menyegarkan kembali perhatian siswa terhadap pelajaran di kelas dan membantu otak mereka memunculkan ide-ide tentang topik berdasarkan pengalaman mereka sehari-hari;
2. Brainstorming, yaitu kegiatan kelompok kelas membantu siswa bekerja sama dan belajar bagaimana caranya menghargai pendapat satu sama lain, laporan kelompok yang mendorong siswa untuk terbiasa dengan strategi penulisan laporan sebagai kesimpulan pertemuan kelompok;
3. Kegiatan berbasis teknologi yang mengembangkan keterampilan belajar siswa dalam memperluas pembelajaran mandiri mereka;
4. Presentasi Guru (dengan beberapa media pembelajaran) yang membantu siswa meninjau apa yang telah mereka pelajari di kelas.
Â
Untuk lebih jelasnya berikut ini bentuk-bentuk pembelajaran yang dapat membelajarkan siswa:
1.Pemodelan
Setelah memberi tahu siswa apa yang harus dilakukan, penting untuk menunjukkan kepada mereka bagaimana tepatnya melakukannya. Terlepas dari seberapa jelas arahan Anda, ada baiknya untuk mencontohkan bagaimana Anda mengharapkan mereka menyelesaikan tugas, sehingga mereka memahami dengan tepat apa yang seharusnya mereka lakukan. Ini akan sangat membantu bagi siswa Anda yang merupakan pembelajar visual.
Misalnya, jika Anda menugaskan praktikum sains, peragakan secara fisik setiap langkah praktikum sebelum siswa melakukannya sendiri. Hal yang sama berlaku untuk pelajaran matematika, Anda harus menyelesaikan soal-soal matematika langkah demi langkah di papan tulis sebelum meminta siswa mengerjakan soal serupa sendiri.
2. Mengatasi Kesalahan Siswa dan atau (sengaja dibuat oleh Guru) secara Bijaksana
Jika Anda pernah secara tidak sengaja mengeja kata yang salah di papan tulis, Anda tahu bahwa siswa suka mengidentifikasi kesalahan. Saat Anda mengajarkan keterampilan baru, coba berikan contoh yang menyertakan kesalahan. Biarkan siswa mempraktikkan keterampilan dengan mengidentifikasi dan memperbaiki kesalahan untuk Anda.
Misalnya, banyak siswa merasa ngeri saat mempelajari tata bahasa melalui latihan dan pelajaran tradisional, tetapi banyak yang dapat mengidentifikasi kesalahan secara alami, meskipun mereka tidak tahu persis cara memperbaikinya. Cobalah membagikan tugas dan berdiskusi tentang kesalahan tata bahasa, bicarakan tugas di kelas, dan lihat apa yang dapat ditangkap siswa. Kemudian, diskusikan tentang mengapa kesalahan itu mungkin salah dan lihat apa yang dapat ditemukan siswa, kemudian berikan pelajaran singkat tentang kesalahan tata bahasa yang ada.
Mengatasi kesalahan jauh lebih bermakna bagi siswa ketika ada konteks yang lebih luas. Ini juga sangat bagus untuk menciptakan suasana kelas di mana membuat kesalahan adalah bagian dari proses pembelajaran dan siswa, membuat siswa kurang nyaman oleh topik yang mungkin mereka mereka merasa sulit untuk mencernanya.
3.Berikan Umpan Balik atas Pekerjaan Siswa
Siswa tidak selalu tahu apakah mereka melakukan pekerjaan dengan baik tanpa Anda memberi tahu mereka. Secara teratur berikan umpan balik tertulis atau lisan untuk tugas individu atau kelompok dan jadikan ini bagian dari budaya kelas Anda. Ingatlah bahwa siswa sering kali tidak tahu mengapa ada yang salah, jadi jika memungkinkan dan waktu mengizinkan, luangkan waktu sejenak untuk menjelaskan mengapa Anda menandai sesuatu yang "salah" pada lembar jawaban dan tugas mereka.
Ini juga merupakan ide bagus untuk melakukan sesi "umpan balik kelompok" secara teratur berdasarkan pola yang Anda lihat dalam pekerjaan siswa Anda. Jika sebagian besar siswa Anda tampaknya mengalami kesulitan dengan suatu konsep, seringkali lebih bermanfaat untuk membuat pelajaran yang menargetkan topik itu dan mendiskusikan pola yang Anda lihat dalam pekerjaan kelas secara umum.
Ingatlah, tentu saja, untuk memberikan banyak umpan balik positif serta umpan balik yang menunjukkan di mana siswa memiliki ruang untuk berkembang atau apa yang harus dilakukan siswa secara berbeda. Motivasi membantu menjaga moral, inspirasi, dan kemauan belajar siswa tetap tinggi.
Dan terakhir, kadang-kadang bisa bermanfaat untuk membalikkan keadaan. Biarkan siswa memberi Anda umpan balik untuk memberi tahu Anda bagaimana Anda melakukannya juga. Anda dapat melakukan ini dalam bentuk diskusi, mengadakan survei kelas (yang dapat dijawab secara anonim atau tidak), atau meminta siswa untuk mengirimkan umpan balik kepada Anda melalui email.
4. Belajar Kooperatif
Siswa belajar secara efektif ketika mereka bekerja sama. Rencanakan kegiatan yang menuntut siswa untuk bekerja sama dan belajar dari satu sama lain. Dalam prosesnya, mereka juga akan mempelajari keterampilan berpikir kritis, keterampilan komunikasi, keterampilan memecahkan masalah, dan banyak lagi.
Semoga bermanfaat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H