4). Jiwa Ukhuwah Islamiyah (Soul of Islamic Ukhuwwah);
 Kehidupan pesantren dilingkupi oleh suasana persaudaraan dan kekeluargaan. Sehingga segala suka dan duka dalam jalinan ukhuwah saling berbagi. Tak ada tembok yang bisa memisahkan mereka. Persaudaraan itu tidak hanya terjalin selama mereka berada di Pondok, tetapi juga mempengaruhi kesatuan komunitas di dalam komunitas alumni begitu mereka melebur dalam masyakarat.
5). Jiwa Bebas
Santri dididik untuk bebas berpikir dan bertindak, bebas menentukan masa depan, bebas memilih gaya hidup bahkan bebas dari berbagai pengaruh negatif dari luar, dari masyarakat. Jiwa bebas inilah yang membuat santri menjadi murah hati dan optimis dalam menghadapi segala kesulitan. Kebebasan ini hanya seringkali memiliki unsur negatif, yaitu ketika kebebasan tersebut disalahgunakan sedemikian rupa sehingga terlalu bebas (liberal) dan berujung pada hilangnya arah dan tujuan atau prinsip.
Di sisi lain, ada juga yang terlalu bebas (untuk tidak mau mempengaruhi), yang berpegang teguh pada tradisi yang mereka sendiri anggap bermanfaat untuk zamannya, sehingga tidak mau melihat kembali perubahan zaman. Akhirnya dia tidak lagi bebas, karena dia terikat pada sesuatu yang diketahui. Oleh karena itu kebebasan ini harus dikembalikan ke keadaan semula, bebas dalam arti positif, dengan penuh tanggung jawab; baik dalam kehidupan pesantren itu sendiri maupun dalam kehidupan masyarakat. Jiwa kebebasan dalam suasana kehidupan di pondok pesantren itulah yang dibawa Santri ke masyarakat sebagai urat nadi kehidupan yang utama. Jiwa ini juga harus dipelihara dan dikembangkan sebaik mungkin agar santri menjadi pribadi yang tidak terkooptasi oleh pihak lain.
Kembali pada pembahasan Ujian amaliyah tadris, sebagai pokok persoalan yang sedang kita bahas. Bahwa Amaliyah tadris memuat kelima panca jiwa pondok pesantren tersebut dia atas. Bagaimana tidak? Amaliyah mengajari para santri untuk ikhlas berbahgi ilmu pengetahuan yang telah dimiliknya dengan dengan metode, strategi dan pendekatan yang paling efektif dan efisian berbalut jiwa keikhlasan. Â Amaliyah tadris juga mengajarkan pada santri untuk memiliki jiwa mandiri. bagaimana logikanya? pada saat seorang santri kelas akhir diuji untuk melaksakana praktik mengajar di kelas, disini mereka dituntut untuk memiliki sikap mandiri yang sangat tinggi. bagaimana tidak? mereka harus merancang program pembelajaran (i'dad tadris) secara mandiri, tidak bergantung pada orang lain. Sementara itu, untuk ukuran santri kelas XII SMA/MA/SMK, dengan bekal pengalaman, pengetahuan teknis mengajar (meskipun mereka telah belajar Ushul Tarbiyah dan Tarbiyah Amaliyah. Namun, tantangan ini cukup membuat para santri Akhir kelas VI kewalahan.Â
I'dad tadris (yang biasa disebut sebagai Rencana Pelaksanaan Pembelajaran/RPP atau sekarang disebut sebagai Modul Ajar, memiliki struktur antara lain:
1). Identitas Mata Pelajaran yang memuat Nama Guru Praktik (mudarris), nama pelajaran (al-Dars) atau (Al-maaddah), Materi Pembelajaran (al-maudhu'), Waktu Pembelajaran (al-Hissoh), tempat pembelajaran (al-makaan), Kelas (al-Fashlu), Hari dan tanggal Praktik Pembelajaran (al-Yaum wa at-Tarikh), Nama Pembimbing Praktik Mengajar (al-Musyrif).
2). Tujuan Umum Pembelajaran (al-Gharad al- 'Aam) dan Tujuan Khusus Pembelajaran (al-Gharad al-Khaash)
3).  Media dan Alat Pembelajaran  (Wasail Ii-dhah)
4). Metode dan Strategi Pembelajaran (Thariiqah Tadriis)