Swasta       : anak saya hanya bisa melanjutkan di madrasah tsanawiyah buk, dari pada   tidak  sekolah, wong kemarin mendaftar di negeri tidak lolos.
Begitulah kultur masyarakat kala itu, mereka menganggap bahwa sekolah itu ya hanya di sekolah negeri. Cara berpikir yang seperti itu masih ada sampai sekitar tahun 2008.Â
Tahun 2008 adalah tahun sulit bagi Juki. Pada tahun itulah saatnya melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Jenjang yang begitu diidamkan oleh setiap lulusan Sekolah Menegah Atas (SMA) bahkan banyak orang berpendapat hanya orang mampu yang sanggup kuliah di perguruan tinggi.
Juki mulai kebingungan mementukan pilihan antara melanjutkan kuliah atau cukup di jenjang SMA. Berbagai usaha ia lakukan untuk menguatkan azamnya dan memberikan motivasi padanya untuk mendukung rencana kuliahnya. Tak pelak mulai dari guru ngaji, sampai perangkat desa ia datangi sekedar meminta saran dan motivasi. Mengapa ia lakukan ini?
Sudah menjadi pemahaman masyarakat di lingkungannya ba hwa kuliah itu mahal biayanya, harus orang yang benar-benar pintar, bahkan ada yang menyampaikan bahwa kuliah itu harus punya orang dalam yang mengantarkannya agar lolos dan diterima. Berbagai opini masyarakat muncul sehingga membuat hati bimbang dan perlu perjuangan keras untuk meyakinkan orang tua.
"Ridho Allah terletak pada ridho kedua oarang tua"Â
Begitulah arti dari hadits Nabi SAW, yang menjadi pedoman Juki, malum dia sekolah di madrasah yang berbasis agama. Sehingga persetujuan orang tua merupakan syarat mutlak untuk melanjutkan kuliah, baginya.
Juki yang memang dari awal sangat semangat mencari ilmu memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perkuliahan. Kali ini ia perlu seseorang yang bisa berkomunikasi dan mengkomunikasikan dengan orang tuanya sekaligus meyakinkan yang pada akhirnya ridho keduanya  ia dapatkan. Sungguh merupakan kebahagian yang tiada tara bagi Juki.
Pucuk dicinta ulam tiba. Dalam kondsi yang serba membutuhkan pemikiran dan solusi cerdas, Juki bertemu dengan sal seorang gurunya di Mts yang menwarkan dirinya kuliah dan siap membantu mengurus mulai pendaftaran hingga mencarikan tempat menginap. Sukur yang begitu besar ia panjatkan atas karunia ini. Ia tak perlu susah mencari bantuan tetapi bantuan itu sudah datang menghampirinya. Â dengan semangat juki menyiapkan segala berkas yang diperlukan untuk mendaftar kuliah.
Hari yang dituggu tiba, sang guru yang kemarin mendatangi dan menawarkan bantuan datang menjemputnya untuk diantarkan mandaftar di Universitas yang ia pilih. Hari itu merupakan hari bahagia Juki. Proses demi proses ia lalui, sakit hati yang dahulu mempuat kempis azamnya akhirnya bisa ia taklukkan dan berbuah hari itu. Berikutnya ia akan menunjukkan kepada masyarakat bahwa kuliah bukan milik orang kaya. Ilmu bukan hak orang yang berharta saja. Tapi ilmu itu akan menghampiri siapapun yang yang datang meraihnya. Tidak peduli dari glongan apapun dan strata yang bagaimana ia dalam masyarakatnya.
Sebuah azam yang mulia melekat erat dalam sanubarinya, Â merasuk menjalar ke seluruh sendi dan memberikan aura untuk memberikan karya terbaik pada orang tua, masyarakat dan agamanya. Perjuangan tidak akan berhenti hanya karena cacian dan cemoohan masyarakat. pembuktian pasti akan hadir yang kemudian menyadarkan masyarakat bahwa keberhasilan dan kesuksesan akan selalu hadir bersama kepayahan.