Mohon tunggu...
Marjohan Usman
Marjohan Usman Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Saya seorang guru (SMAN 3 Batusangkar), penulis dan juga peduli pada pendidikan Buku saya : SCHOOL HEALING MENYEMBUHKAN PROBLEM SEKOLAH dan GENERASI MASA DEPAN

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Siswa Kita Perlu Memiliki Cita-cita yang Lebih Spesifik

22 Agustus 2015   13:23 Diperbarui: 22 Agustus 2015   13:35 721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

“Pengusaha di bidang apa?”. Namun kata pengusaha itu sendiri cukup abstrak.

            Mereka protes saat saya klarifikasi apakah mereka ingin berkarir sebagai pengusaha tempe, pengusaha ayam potong, atau pengusaha bahan bangunan. Semua klarifikasi tersebut memperoleh bantahan, karena itu semua adalah pengusaha rendahan dan murahan. Terkesan dari wajah mereka bahwa pekerjaan yang hebat itu adalah pekerjaan yang mempunyai hubungan dengan mata pelajaran yang mereka anggap sangat bergengsi seperti “Kimia, fisika, matematik, biologi, akutansi, dan ekonomi”. Inilah efek dari mengangkat beberapa pelajaran sebagai mata pelajaran Ujian Nasional. Hingga mata pelajaran dan gurunya dianggap sebagai “maha penting” dan mata pelajaran lain adalah kelas dua.

            Mereka sendiri juga kebingungan untuk mendeskripsikan tentang karir yang lebih spesifik. Saat saya konfirmasi ulang maka lagi-lagi mereka menyebutkan karir yang sudah konvensional “menjadi dokter, spesialis anak, spesialis jantung, dosen, insinyur, direktur bank, yang ujung-ujungnya ingin menjadi PNS, pegawai BUMN atau orang bekerja di kantoran. Pada hal dalam kebijakan Presiden Jokowi bahwa pintu PNS sudah ditutup. Untuk itu diharapkan kepada para mahasiswa bila telah wisuda kelak harus mencari karir selain PNS. Sangat bagus kalau mereka mampu menciptakan lapangan pekerjaan sendiri.

Saat penerimaan pegawai PNS masih mudah, mahasiswayang punya IPK tinggi punya kesempatan buat jadi PNS atau menjadi dosen. Namun sekarang tidak, kalau ada yang menjadi dosen, ya tentu menjadi dosen honorer yang honornya sangat kecil- karena Perguruan Tinggi bukan gudang uang. Uang lebih mudah datang kalau bekerja di Perusahaan atau kalau berdagang. Maka sekarang bahwa IPK- Indeks Prestasi Kumulatif- yang tinggi atau biasa-biasa saja tidak banyak berguna, kecuali hanya agar bisa wisuda. Semangat berwirausaha dan leadership jauh lebih berharga.

            Suatu ketika saya berjumpa dengan seorang wisatawan Malaysia, yang aslinya keturunan kota Batusangkar- Sumatera Barat. Saya tertarik ngobrol dengan anak lelakinya bernama Raihan. Ia tergolong anak cerdas dan masih sekolah di Primary School di Malaysia. Saya tertarik mencari tahu tentang cita-citanya di masa depan. Saya berfikir mungkin ia bakal tertarik menjadi seorang dokter, apoteker, seorang pilot. Ya sebagaimana cita-cita anak-anak Indonesia.

Ternyata Raihan ingin bercita-cita dalam bidang kuliner. Ia ingin memiliki restoran yang besar di kota Kuala Lumpur dan menyediakan kebutuhan kuliner berbasis masakan Asia, seperti masakan Jepang, Korea, Indonesia dan India. Mengapa ia tertarik berkarir dalam bidang resto dengan kuliner internasional ?, karena Raihan suka membantu ibunya memasak masakan lezat di dapur di rumahnya di Malaysia. Cukup beda dengan cita-cita yang diungkapkan oleh siswa saya, meski mereka diberi label sebagai siswa unggulan, namun mereka hanya mampu menyebutkan karir yang konvensional, atau karir yang muluk-muluk, yang mungkin jauh dari jangkauan mereka.

Memang benar, bahwa cukup banya siswa Indonesia, apalagi dari sekolah unggulan, hanya mampu bercita-cita dalam ilusi, yang tidak jelas, kurang spesifik dan terkesan di luar jangkauan. Setelah mereka bersekolah sebagai siswa di SMA Unggulan. Saya kembali mewawancarai mereka.

Dan kali ini dari jawaban, mereka mayoritas ingin kuliah di Perguruan Tinggi favorite. Dan mereka menyebutkan perguruan tinggi yang bertengger di Pulau Jawa, seperti UI (Universitas Indonesia), UNPAD (Universitas Pajajaran), UNDIP (Universitas Diponegora), UGM (Universitas Gajah Mada). Kalau ditanya mau mengapa setelah tamat dari Perguruan Tinggi favorite tersebut (?). Dan mayoritas mereka terdiam, tidak tahu apa pekerjaan yang spesifik setelah itu. Dengan demikian mereka para siswa unggulan hanya sebatas tahu untuk memburu tempat kuiah yang favorite saja. Dalam fikiran mereka bahwa dibalik perguruan tinggi tersebut akan terbentang sukses dan Perguruan Tinggi akan memberi mereka sebuah pekerjaan yang basah. Sehingga ada yang bercita-cita kuliah hebat dengan deretan gelar yang panjang dan gaji yang berlipat. Ya cita-cita siswa unggulan yang nggak jelas.

Lagi, suatu ketika saya berjumpa dengan grup siswa dari Jerman dan saya sempat bertukar cerita yang panjang dengan salah seorang siswa yang bernama Lewin Gastrich. Lewin telah menjelaskan tentang karirnya di masa depan. Ia memberi perincian, bahwa selepas dari Secondary School, ia akan mendaftar di Akademi Penerbangan, karena ia suka terbang dan senang dengan tantangan ketinggian. Dan lebih ke depan ia akan bekerja di Badan Penerbangan Luar Angkasa.

Tekhnologi penerbangan luar angkasa yang sudah ia baca adalah seperti di Jerman, Perancis, NASA- di Amerika Serikat,Rusia, dan China. Ia memperkirakan bahwa yang lebih mudah untuk ia akses kelak adalah Badan Luar Angkasa dari Rusia. Namun ia terkendala dengan bahasa. Maka dari sekarang ia sangat rajin belajar Bahasa Rusia secara otodidak dengan memanfaatkan Google di internet. Dapat saya pahami bahwa cita-cita yang dipaparkan oleh Lewin Gastrich lebih jelas dan lebih terperinci dalam menggapainya.

            Saya tidak bermaksud menyanjung dan memuci siswa dari Malaysia, Jerman dan dari negara lain. Saya berharap agar siswa kita di Indonesia, apalagi dari sekolah berlabel unggul, mampu untuk mendesain cita-cita mereka. Cita-cita itu adalah tujuan dan perlu perencanaan yang lebih jelas dan lebih terarah. Mengapa siswa luar negeri memiliki cita-cita yang jelas dan siswa kita bingung dalam mencari karir masa depan mereka ?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun