Prang!
Prang!
Prang!
Bia kembali menerbangkan gelas ke kanan dan kiri dinding hingga pecah. Gadis tak waras itu selalu melakukan hal tersebut ketika tengah mengamuk. Gadis yang baru beberapa waktu lalu menginjakkan kaki di rumah ini selalu saja membuat hatiku dongkol karena keadaannya yang tiba-tiba menjadi manusia tidak normal pikirannya.
"Kak Oza jahat! Kak Oza jahaaat! Kak Oza jahaaaaat!" Ia juga selalu berkata demikian saat menjalankan kebiasaan barunya itu. Aku yang geram mendengarnya langsung menghentikan aktivitas dan keluar kamar untuk melihatnya.
Plak!
Tangan ini melayang ke pipi kanannya yang mulus dengan kencang. Hal tersebut selalu kulakukan dengan tujuan untuk menenangkannya.
"Oza cukup! Udah, jangan melakukan hal ini lagi pada Bia!" Ibu berkata sambil berlari kecil menghampirinya, memeluk tubuhnya yang mungil, lalu mengelus pipinya yang sudah terlukis merah kelima jari tanganku.
"Dia udah gak waras, Bu. Gak seharusnya dia tinggal di sini. Lama-lama semua barang yang ada akan habis karena dia." Aku menjawab dengan kesal sembari menunjuknya. Ia yang ditunjuk seperti itu hanya menatapku takut.
"Bagaimanapun keadaannya ia akan tetap tinggal di sini dan menjadi adik kamu."
"Tapi, sampai kapanpun aku gak mau punya adik seperti dia, ditambah dengan keadaan yang gak waras!" aku meninggalkan ibu yang sedang memeluk Bia kembali menuju kamar.