Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menghapus ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden telah menciptakan gelombang perdebatan di berbagai kalangan.
Putusan yang dibacakan Ketua MK Suhartoyo pada Kamis (2/1/2025), MK menegaskan bahwa seluruh partai politik peserta pemilu memiliki hak yang sama untuk mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden tanpa terkendala oleh syarat ambang batas yang selama ini berlaku.
Dasar Hukum dan Maksud Keputusan MK
Putusan ini terkait perkara 62/PUU-XXI/2023, yang menguji konstitusionalitas ambang batas minimal 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional dalam Pemilu sebelumnya. MK memutuskan bahwa ketentuan tersebut bertentangan dengan prinsip demokrasi yang termaktub dalam UUD 1945.
"Dengan menghapus ambang batas ini, kami ingin memastikan bahwa semua partai politik memiliki kesempatan yang setara untuk mengajukan calon pemimpin bangsa," ujar Wakil Ketua MK Saldi Isra. Ia menambahkan bahwa penghapusan ini adalah bentuk penghormatan terhadap hak politik partai dan masyarakat.
Polemik: Demokrasi Lebih Inklusif atau Menambah Kerumitan?
Meski bertujuan untuk membuka ruang demokrasi yang lebih luas, putusan ini juga menimbulkan pertanyaan besar. Dengan 30 partai politik peserta pemilu, apakah demokrasi justru akan menjadi lebih rumit?
1. Potensi Membeludaknya Calon
Tanpa ambang batas, setiap partai politik dapat mencalonkan pasangan presiden-wakil presiden. Kondisi ini bisa menghasilkan puluhan calon yang bersaing, mempersulit masyarakat untuk memilih dan meningkatkan risiko fragmentasi suara. Dalam Pilpres 2019, dengan dua pasangan calon saja, suhu politik sudah sangat panas. Apakah dengan banyak calon, tensi politik akan lebih terkendali?
2. Koalisi dan Stabilitas Pemerintahan
Sebelumnya, ambang batas mendorong partai untuk berkoalisi sebelum pemilu. Dengan dihilangkannya ambang batas, partai-partai kecil dapat mencalonkan kandidat tanpa koalisi, namun risiko stabilitas pemerintahan pasca-pemilu bisa meningkat. Presiden terpilih dengan dukungan kecil di DPR berpotensi menghadapi hambatan besar dalam menjalankan program pemerintahannya.
3. Biaya Pemilu yang Membengkak
Banyaknya pasangan calon otomatis meningkatkan durasi debat publik, logistik kampanye, hingga pelaksanaan pemilu. Hal ini dapat memengaruhi efisiensi pelaksanaan pesta demokrasi, yang seharusnya sederhana dan efektif.
Dampak Positif: Keseimbangan dan Keterwakilan
Di sisi lain, putusan ini membuka harapan baru. Partai-partai kecil yang selama ini hanya menjadi pendukung kini memiliki peluang untuk mencalonkan kandidat, memberikan representasi politik yang lebih beragam.