Isu hukum dan politik di Indonesia kembali menjadi perbincangan hangat. Kali ini, pernyataan juru bicara PDI Perjuangan, Guntur Romli, yang membela Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, memunculkan pertanyaan besar: siapa sebenarnya yang mempolitisasi hukum?
Guntur menyebut bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang menetapkan Hasto sebagai tersangka, adalah hasil pilihan era Presiden Joko Widodo (Jokowi). "Kalau bahasa Jawanya, nabok nyilih tangan, menampar pakai tangan orang lain," ujarnya, Jumat (27/12/2024). Ia menegaskan bahwa pimpinan KPK saat ini dipilih dan diangkat di era Jokowi, menandakan pengaruh Presiden ke-7 RI itu masih kuat meski sudah lengser dari kekuasaan.
Dikatakan Romli juga Hasto menyimpan banyak video korupsi para pejabat dan bukti keinginan Jokowi untuk berkuasa sebagai presiden tiga periode.
Namun, benarkah Jokowi yang bertanggung jawab atas semua keputusan KPK saat ini? Ataukah ini hanya upaya mengalihkan perhatian dari substansi kasus hukum yang menjerat Hasto Kristiyanto?
Dinamika KPK dan Pilihan di Era Jokowi
KPK sebagai lembaga antikorupsi independen melalui proses seleksi ketat untuk memilih para pemimpinnya. Tim seleksi calon pimpinan KPK terdiri dari tokoh-tokoh independen yang diusulkan dan disahkan oleh DPR. Fakta bahwa DPR juga didominasi oleh partai besar seperti PDIP, menimbulkan paradoks: bukankah partai yang sama turut berperan dalam memilih pimpinan KPK?
Lebih lanjut, Presiden hanya mengesahkan hasil seleksi yang sudah melewati serangkaian tahapan. Maka, menuding KPK sebagai "orangnya Jokowi" tampak berlebihan, bahkan kontradiktif.
"Presiden boleh berganti, tapi yang disebut 'orang-orang Jokowi' masih berkuasa di negeri ini," tambah Guntur. Pernyataan ini menyiratkan seolah ada "bayang-bayang kekuasaan" Jokowi yang masih mengendalikan jalannya pemerintahan. Namun, apakah ini argumentasi atau sekadar opini tanpa data?
Mengapa Hasto Tidak Fokus pada Kasus Hukum?
Pernyataan Guntur juga menggeser fokus dari inti masalah. Kasus Hasto Kristiyanto adalah isu hukum, bukan politik. Namun, langkah PDIP yang menyalahkan pengaruh Jokowi atau mekanisme seleksi KPK menunjukkan upaya mengaburkan substansi kasus.
Jika Hasto yakin tidak bersalah, mengapa tidak menjawab bukti-bukti hukum yang disampaikan oleh KPK? Mengapa narasi politik yang justru dikedepankan? Langkah ini justru memperkuat anggapan bahwa ada upaya politisasi kasus hukum.