Langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mencekal Yasonna H. Laoly (YHL), mantan Menteri Hukum dan HAM sekaligus kader senior PDI Perjuangan (PDIP), bersama Hasto Kristiyanto (HK), Sekjen PDIP, menjadi sorotan publik. Pencekalan ini dilakukan atas dugaan keterlibatan keduanya dalam kasus korupsi pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (25/12), menyatakan bahwa larangan bepergian ke luar negeri telah diterbitkan pada Selasa (24/12) melalui Surat Keputusan Nomor 1757 Tahun 2024.
"Keberadaan yang bersangkutan di wilayah Indonesia dibutuhkan dalam rangka proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi sebagaimana tersebut. Keputusan ini berlaku untuk enam bulan," kata Tessa.
Langkah ini menimbulkan perdebatan. Sebagian pihak menilai KPK mulai bangkit menunjukkan taringnya dalam pemberantasan korupsi. Namun, kritik bahwa upaya ini sarat politisasi juga mencuat. Lantas, apakah ini tanda kebangkitan KPK atau justru membuka babak baru polemik?
Menyoal Profesionalitas KPK
Sebagai lembaga independen, KPK kerap berada di bawah tekanan politik, terutama ketika kasus yang ditangani melibatkan tokoh besar atau partai politik. Kasus Yasonna dan Hasto menjadi ujian baru bagi KPK. Tuduhan politisasi tak bisa dihindari, mengingat kedua tokoh tersebut memiliki hubungan erat dengan PDIP, mantan partai penguasa.
Namun, sejarah menunjukkan bahwa profesionalitas KPK selalu menjadi kunci utama keberhasilannya. Misalnya, saat KPK menghadapi serangan dalam kasus "Cicak vs Buaya" pada 2009, rakyat berdiri di belakang lembaga ini. Kriminalisasi terhadap pimpinan KPK, seperti Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah, membangkitkan solidaritas publik yang luar biasa.
Serangan serupa terjadi pada 2015 ketika Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, pimpinan KPK kala itu, dikriminalisasi. Lagi-lagi, masyarakat menjadi tameng bagi KPK untuk terus melanjutkan misinya memberantas korupsi.
Namun, dukungan masyarakat tidak datang begitu saja. Itu muncul karena KPK berhasil menunjukkan profesionalitas dan bukti hukum yang tak terbantahkan. Ketika kerja KPK didasarkan pada bukti valid, masyarakat dengan mudah percaya dan mendukung.
Pentingnya Bukti dan Transparansi
Langkah KPK terhadap Yasonna dan Hasto perlu didukung dengan bukti yang kuat. Jika proses hukum ini terkesan lemah atau tergesa-gesa, tuduhan politisasi bisa menggerus kepercayaan publik. Sebaliknya, jika KPK mampu membuktikan keterlibatan keduanya berdasarkan data dan fakta, pencekalan ini akan menjadi momentum untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat.
Publik tentu masih ingat kasus suap yang melibatkan Setya Novanto, mantan Ketua DPR RI. Meski sempat berusaha menghindar dengan berbagai cara, KPK akhirnya berhasil menyeretnya ke meja hijau dengan bukti yang tidak terbantahkan. Kasus ini menjadi contoh keberhasilan KPK dalam melawan pengaruh politik besar.
Namun, KPK juga pernah mengalami momen yang justru membuat kepercayaan masyarakat menurun. Ketika beberapa pimpinan KPK terbukti melanggar kode etik atau bekerja tidak profesional, masyarakat pun mengkritik lembaga ini. Misalnya, kasus pelanggaran kode etik yang menimpa Firli Bahuri, Ketua KPK saat itu, membuat kredibilitas KPK sempat terganggu.
Tantangan KPK ke Depan
Pencekalan Yasonna dan Hasto menunjukkan bahwa KPK masih memiliki keberanian untuk menangani kasus besar. Namun, tantangan ke depan tidaklah mudah. Tekanan politik, ancaman kriminalisasi, hingga upaya pelemahan melalui regulasi menjadi tantangan nyata yang harus dihadapi.
Agar KPK kembali menjadi lembaga yang dihormati, langkah-langkah berikut penting untuk diperhatikan:
1. Profesionalitas Tanpa Celah: Semua tindakan harus berdasarkan hukum dan bukti yang valid.
2. Transparansi: KPK perlu membuka informasi secara jelas kepada publik agar tidak ada ruang bagi spekulasi politisasi.
3. Peningkatan Kapasitas: KPK harus terus meningkatkan kemampuan penyidik dan penuntutnya untuk menghadapi kasus-kasus kompleks.
Harapan Publik
Kasus ini menjadi momentum bagi KPK untuk membuktikan bahwa mereka masih menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi. Jika mampu menangani kasus ini dengan profesional dan transparan, bukan hanya Yasonna dan Hasto yang menjadi sorotan, tetapi juga kredibilitas KPK sebagai lembaga antikorupsi.
Seperti yang sering dikatakan oleh pegiat antikorupsi, "Korupsi adalah musuh bersama." Dengan demikian, dukungan masyarakat kepada KPK hanya akan muncul jika lembaga ini bekerja dengan integritas tinggi.
Pencekalan Yasonna Laoly bukan sekadar langkah hukum biasa, tetapi simbol bahwa KPK masih memiliki nyali untuk melawan korupsi di level tertinggi. Kini, bola ada di tangan KPK untuk membuktikan bahwa mereka layak mendapat dukungan penuh dari rakyat Indonesia. Apakah ini tanda kebangkitan KPK? Hanya waktu dan hasil penyidikan yang bisa menjawab.***MG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H