politik sering kali mencerminkan strategi, kepentingan, dan ideologi partai. Namun, ada kalanya usulan yang muncul justru menimbulkan tanda tanya besar tentang arah dan konsistensi partai.Â
KeputusanUsulan PDIP untuk mengembalikan Polri di bawah TNI adalah salah satu contohnya. Langkah ini tak hanya mengejutkan publik, tetapi juga mengundang kritik tajam dari berbagai kalangan, karena dianggap mengkhianati semangat reformasi yang sudah diperjuangkan dengan darah dan air mata.
Reformasi dan Pemisahan TNI-Polri: Sebuah Tonggak Sejarah
Era reformasi membawa perubahan mendasar pada tata kelola institusi negara, termasuk pemisahan TNI dan Polri pada tahun 2000. Pemisahan ini dirancang untuk memastikan profesionalisme masing-masing institusi sesuai tugas pokok dan fungsi (tupoksi) mereka.Â
TNI difokuskan pada pertahanan negara, sementara Polri diberi mandat menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
Langkah ini diambil untuk mengakhiri era dwi-fungsi ABRI, di mana militer memiliki peran ganda dalam urusan pertahanan dan politik domestik.Â
Pemisahan ini bertujuan untuk menciptakan demokrasi yang lebih sehat, dengan membatasi kekuasaan militer di ranah sipil.
Usulan PDIP: Antara Polarisasi dan Kekalahan Pilkada
Entah apa yang mendorong PDIP untuk mengusulkan langkah kontroversial ini. Beberapa pihak menduga bahwa kekalahan PDIP dalam sejumlah Pilkada belakangan menjadi pemicu.Â
PDIP menuding kekalahan tersebut dipengaruhi oleh "cawe-cawe" dari Polri, yang sering kali disebut sebagai "Partai Coklat."
Namun, menjadikan Polri sebagai kambing hitam atas kekalahan politik adalah langkah yang tidak bijak. Kritik seperti ini seharusnya disertai bukti konkret, bukan sekadar spekulasi yang memperkeruh suasana.Â
Selain itu, mempersempit tugas Polri hanya untuk mengurus lalu lintas juga menunjukkan pemahaman yang dangkal terhadap fungsi kepolisian modern, yang meliputi penegakan hukum, perlindungan masyarakat, dan pengelolaan keamanan dalam negeri.
Implikasi Mengembalikan Polri di Bawah TNI
Mengembalikan Polri di bawah TNI tidak hanya akan meruntuhkan hasil reformasi, tetapi juga membuka pintu bagi potensi penyalahgunaan kekuasaan. Beberapa dampak yang bisa terjadi antara lain:
Kembalinya Otoritarianisme:
Konsolidasi kekuasaan di tangan militer dapat mengarah pada otoritarianisme, seperti yang terjadi di era Orde Baru.
Melemahkan Demokrasi:
Pengendalian Polri oleh TNI berpotensi meredam kritik publik dan melemahkan sistem checks and balances dalam demokrasi.
Kerancuan Tupoksi:
Polri dan TNI memiliki tupoksi yang berbeda. Penggabungan kembali akan menciptakan tumpang tindih wewenang dan memperumit koordinasi.
Langkah yang Lebih Bijak untuk PDIP
Sebagai partai besar, PDIP seharusnya menunjukkan sikap yang lebih matang dalam menghadapi kekalahan politik. Daripada menyalahkan institusi seperti Polri, introspeksi dan evaluasi internal adalah langkah yang lebih bijak. Beberapa hal yang bisa dilakukan PDIP:
Konsolidasi Internal:
PDIP perlu memperkuat kaderisasi, strategi kampanye, dan mendengarkan aspirasi masyarakat dengan lebih baik.
Menghindari Polarisasi:
Usulan kontroversial seperti ini hanya akan memperdalam polarisasi politik di masyarakat, yang pada akhirnya merugikan citra PDIP sendiri.
Mendorong Profesionalisme Polri:
Daripada mengusulkan pengembalian Polri ke bawah TNI, PDIP bisa mendorong reformasi untuk meningkatkan profesionalisme Polri, termasuk mengatasi dugaan politisasi dalam tubuh kepolisian.
Jangan Mengkhianati Reformasi
PDIP, sebagai salah satu partai yang lahir dan berkembang di era reformasi, memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga capaian reformasi.Â
Mengembalikan Polri di bawah TNI bukanlah solusi atas kekalahan politik, tetapi justru langkah mundur yang mengancam demokrasi dan stabilitas negara.
Jika PDIP ingin terus menjadi partai besar yang dipercaya rakyat, mereka harus berhenti mencari kambing hitam dan mulai fokus pada pembenahan internal serta menawarkan solusi nyata bagi rakyat.Â
Reformasi bukan sekadar warisan sejarah, tetapi fondasi yang harus terus dijaga demi masa depan Indonesia yang demokratis dan berkeadilan.***MG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H