Kanal pengaduan baru yang diluncurkan oleh Gibran Rakabuming, bertajuk "Lapor Mas Wapres", mendapat sambutan antusias dari masyarakat. Bukan pertama kalinya pejabat tinggi meluncurkan inisiatif serupa, tetapi pola ini terus menarik perhatian publik.Â
Kanal seperti ini menghidupkan kembali harapan masyarakat akan akses langsung kepada pemimpin, melewati jalur birokrasi yang kerap dianggap lamban dan tidak efektif.
Namun, di balik antusiasme itu, kanal ini juga mengungkapkan ketidakpercayaan mendalam masyarakat terhadap sistem birokrasi kita. Sistem yang seharusnya menjadi garda depan dalam melayani warga malah sering menjadi penghalang dalam penyelesaian masalah.
Kanal Pengaduan: Harapan atau Kritik?
Fenomena kanal aduan langsung oleh pejabat publik bukanlah hal baru. Sebelum "Lapor Mas Wapres," kanal serupa pernah diperkenalkan oleh Ahok saat menjabat Gubernur DKI Jakarta.Â
Kanal tersebut dinilai sukses karena mampu menyalurkan aduan masyarakat secara langsung ke instansi terkait, dengan pengawasan langsung dari gubernur.Â
Namun, inisiatif itu tidak dilanjutkan oleh penggantinya, Anies Baswedan, yang memilih pendekatan berbasis aplikasi yang dinilai masyarakat kurang efektif.
"Lapor Mas Wapres" menawarkan model serupa, tetapi dengan otoritas seorang Wakil Presiden. Gibran mengemas kanal ini sebagai saluran yang memungkinkan masyarakat mengadu langsung kepada pimpinan nasional, dengan harapan keluhan itu tidak lagi "ditahan" oleh birokrasi di level bawah.
Kanal seperti ini menjadi bukti bahwa masyarakat merasa jalur formal sering tidak bekerja sebagaimana mestinya. Laporan yang masuk melalui RT, RW, atau bahkan dinas terkait kerap hilang di meja pejabat tanpa tindak lanjut. Harapan masyarakat adalah bahwa pejabat tinggi seperti Wapres dapat menjadi jembatan antara mereka dan solusi atas masalah yang mereka hadapi.
Mengapa Birokrasi Gagal?