Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Polemik Susu: Indonesia Bukan Kolam Susu

15 November 2024   09:11 Diperbarui: 15 November 2024   09:22 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: sindonews.com

Di tengah upaya pemerintah mempromosikan pola makan bergizi dan kemandirian pangan melalui program makan bergizi gratis, persoalan serius mencuat di sektor susu. Ironisnya, di negara yang dulu pernah digambarkan sebagai "Kolam Susu" dalam lagu legendaris Koes Plus, kita justru bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan susu. Sekitar 80 persen kebutuhan susu di Indonesia dipenuhi dari luar negeri, sementara produksi susu lokal terus mengalami berbagai hambatan.Kasus Pengepul Susu yang Terjerat Pajak

Baru-baru ini, seorang pengusaha pengepul susu sapi terpaksa menutup usahanya. Alasannya bukan karena permintaan yang menurun atau persaingan, melainkan karena masalah pajak. Ia mengaku menerima denda pajak hingga Rp670 juta---jumlah yang sangat besar dan hampir mustahil ia bayarkan. 

Pengusaha ini, yang biasa menyuplai hasil ternak dari ribuan peternak lokal, mengungkapkan bahwa dirinya rutin membayar pajak dengan bantuan konsultan dari kantor pajak. Namun, menurut pengakuannya, konsultan tersebut justru menipunya, sehingga ia menanggung denda besar.

Pihak pajak seharusnya mengecek keakuratan pembayaran wajib pajak melalui konsultan yang dipercaya oleh kantor pajak. Namun, kasus ini mengindikasikan adanya "oknum pajak" yang merugikan wajib pajak secara sengaja. Kasus ini juga menunjukkan bahwa pengepul susu, yang seharusnya menjadi salah satu tulang punggung rantai distribusi produk lokal, justru menghadapi risiko penutupan usaha akibat pelanggaran yang bukan disebabkan oleh kesalahan mereka sendiri.

Kuota Produksi yang Membatasi Peternak Lokal

Di sisi lain, para peternak susu lokal juga menghadapi masalah kuota yang membatasi mereka dalam menjual hasil produksi mereka ke pabrik-pabrik pengolah susu. Beberapa peternak bahkan terpaksa membuang susu segar karena keterbatasan kuota penjualan. Akibatnya, produksi susu dalam negeri menjadi tidak stabil, dan peternak kehilangan pendapatan yang seharusnya mereka dapatkan dari usaha mereka.

Ironi ini semakin terlihat jelas saat kita tahu bahwa impor susu tidak dikenai pajak. Fakta ini semakin mengundang tanda tanya: mengapa Indonesia, yang sebenarnya memiliki banyak peternak dan sumber daya untuk memproduksi susu sendiri, malah lebih memilih mengimpor susu dari negara lain?

Kebijakan Nol Persen untuk Impor Susu

Pemerintah menjelaskan bahwa kebijakan nol persen pajak untuk impor susu terkait dengan perjanjian bilateral antara Indonesia dan Australia. Dalam perjanjian tersebut, kedua negara saling memberikan fasilitas bebas pajak untuk produk-produk tertentu---susu dari Australia dan beberapa komoditas ekspor Indonesia ke Australia.

Namun, kebijakan ini memiliki dampak jangka panjang yang berisiko bagi perkembangan industri susu lokal. Ketika impor menjadi pilihan utama untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, peternak lokal semakin tertekan karena pasar mereka terbatas dan kurang bersaing. Sementara itu, pihak pengusaha lokal kesulitan memenuhi permintaan dengan kualitas tinggi karena akses mereka terhadap pabrik-pabrik pengolah sangat terbatas.

Permasalahan Kualitas Susu Lokal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun