akun "Fufufafa" muncul dalam wacana publik, banyak yang berharap isu ini akan cepat hilang dari radar.Â
Sejak pertama kaliPenulis sendiri, dengan jujur, pernah menulis beberapa artikel dengan harapan isu ini akan lekas pudar. Namun kenyataannya, layaknya drama sinetron yang tak kunjung tamat, akun ini justru semakin dibesar-besarkan.Â
Bukan hanya ramai diperbincangkan di media sosial, tetapi juga sampai merangsek ke gedung DPD dan DPR---sudah seperti isu penting kenegaraan saja. Bahkan, sudah ada demo khusus untuk "menyoal" si Fufufafa ini. Memangnya, apa urusannya?
Pertanyaan yang lebih menggelitik: mengapa mereka masih gigih mengangkat isu yang, kalau dipikir-pikir, absurd seperti ini?Â
Jika diselidiki lebih lanjut, nampaknya pilihan topik mereka memang sudah semakin terbatas. Alih-alih mengulas isu-isu strategis atau mendesak, mereka justru "mencolek" akun tanpa identitas jelas yang, entah benar atau tidak, mereka kaitkan dengan Gibran.Â
Mungkinkah ini usaha desperado untuk mencari perhatian? Apalagi, klaim tersebut tampak seperti hasil "reka-rasa"---sebuah kesan tanpa bukti konkret.
Lucunya, mereka sendiri sebenarnya tidak tahu siapa pemilik asli akun tersebut. Namun, dengan mantap mereka tetap "menarik" isu ini, membawa narasi-narasi "panas" yang cenderung tidak rasional.Â
Mirip cerita detektif kelas amatiran, mereka mengangkat isu yang sudah lama lewat dan terkesan ahistoris---memaksakan peristiwa masa lalu ke konteks hari ini.Â
Padahal, mari kita sedikit menilik ke belakang: akun "Fufufafa" muncul di tengah rivalitas panas antara Jokowi dan Prabowo.Â
Saat itu, Fufufafa hanyalah salah satu dari sekian banyak akun yang ikut bertarung dalam wacana politik.Â
Bahkan, jika diingat, gaya bahasanya relatif sopan dibandingkan beberapa akun yang memang "menyala-nyala."
Nah, melihat situasi sekarang, mengaitkan Fufufafa dengan Gibran, lalu mengarahkan itu untuk "mengadu" antara Jokowi dan Prabowo, tak ubahnya seperti usaha "membelah air." Rasanya sia-sia, mengingat kini kedua tokoh tersebut sudah saling mendukung.Â
Prabowo yang kini adalah Presiden yang didukung Jokowi dan sebelumnya di kabinet Jokowi, bahkan keduanya sudah banyak kali tampil saling menghormati satu sama lain.Â
Mereka yang ngotot ingin "memakzulkan" Gibran dengan isu ini tampaknya lupa bahwa dunia sudah berputar, situasi sudah berbeda, dan kebanyakan pendukung Jokowi dan Prabowo sekarang berada di kubu yang sama dan bahkan Gibran sekarang adalah Wakil Presiden Prabowo.Â
Upaya untuk melestarikan polarisasi dengan isu basi ini lebih terlihat seperti nostalgia politik yang absurd dan kebablasan.
Andai saja mereka lebih cerdas, barangkali akan lebih produktif jika mencari tema lain yang rasional, relevan, dan benar-benar menyentuh akar persoalan bangsa.Â
Misalnya, isu pendidikan, kemiskinan, atau lingkungan hidup---hal-hal yang nyata dan dekat dengan keseharian rakyat. Tapi, ya, mungkin mereka pikir isu "klasik" seperti ini masih akan laku, masih bisa "menggoyang" publik.
Pada akhirnya, Fufufafa hanyalah satu episode lama dari drama politik yang kini sudah tak relevan. Alih-alih terus mengorek-ngorek isu ini, bukankah akan lebih bermanfaat bagi bangsa jika energi itu dialihkan ke isu-isu yang benar-benar berdampak pada kemajuan negara?***MG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H