Kasus dugaan korupsi yang menyeret nama Tom Lembong, seorang tokoh yang akhir-akhir ini berada di pihak oposisi dan lantang mengkritisi pemerintah, mendadak menjadi perhatian publik. Pertanyaan yang banyak dilontarkan adalah: mengapa kasus yang sudah berusia sembilan tahun ini baru diselidiki sekarang? Isu mengenai waktu pengungkapan kasus seperti ini bukanlah hal sepele. Momentum pengusutan kasus dapat mempengaruhi persepsi masyarakat, bahkan menimbulkan tuduhan adanya kepentingan politis di balik proses hukum tersebut.Kasus Lama yang Baru Diungkap: Mengapa Sekarang?
Sebagian pihak, terutama kalangan oposisi, menuding bahwa pengusutan kasus Tom Lembong adalah bentuk balas dendam politik. Mereka mempertanyakan alasan mengapa Kejaksaan Agung baru bertindak setelah sembilan tahun sejak dugaan korupsi ini terjadi.Â
Sebenarnya, dalam hukum positif, waktu kejadian perkara bukanlah faktor yang menggugurkan proses hukum selama kasus tersebut belum mencapai batas waktu kedaluwarsa. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan kedaluwarsa dalam hukum Indonesia, dan bagaimana aturan ini berlaku dalam kasus korupsi?
Menurut Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), kedaluwarsa untuk tindak pidana korupsi umumnya mencapai 18 tahun. Artinya, jika bukti atau saksi baru muncul dalam rentang waktu tersebut, aparat penegak hukum masih memiliki kewenangan penuh untuk melakukan penyidikan.Â
Namun, walaupun secara hukum positif tidak ada yang salah dalam memulai penyelidikan setelah bertahun-tahun, publik tetap mempertanyakan, apakah ada motif lain di balik waktu pengungkapan ini?
Kejaksaan Agung dan Kebijakan Penundaan Kasus Politik
Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap tindakan penegakan hukum yang bersentuhan dengan tokoh politik selalu sarat dengan sensitivitas.Â
Kejaksaan Agung sendiri, dalam periode kampanye Pilpres yang lalu, sempat mengeluarkan pernyataan bahwa kasus-kasus yang menyangkut kandidat atau pihak yang terlibat dalam Pilpres ditunda demi menjaga netralitas.Â
Langkah ini diambil untuk menghindari tuduhan bahwa aparat hukum menjadi alat kekuasaan untuk menjatuhkan lawan politik.
Tetapi, bagaimana dengan kasus Tom Lembong? Menurut keterangan Kejaksaan Agung, penyelidikan kasus ini sebenarnya sudah dimulai sejak tahun lalu. Barulah sekarang, mereka menemukan bukti yang cukup untuk menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka.Â
Ada penjelasan bahwa laporan masyarakat yang baru diterima tahun lalu menjadi pemicu awal penyelidikan. Ini menunjukkan bahwa laporan masyarakat berperan penting dalam pengungkapan kasus korupsi. Tanpa laporan tersebut, kasus ini mungkin masih akan tertutupi.
Pentingnya Peran Masyarakat dalam Pemberantasan Korupsi
Kasus ini menegaskan kembali bahwa masyarakat memiliki peran strategis dalam pemberantasan korupsi. Ketika laporan masyarakat menjadi pintu awal pengungkapan dugaan korupsi, ini membuktikan bahwa sistem pengawasan yang melibatkan masyarakat sangat diperlukan.Â
Terlebih dalam kasus Tom Lembong, laporan masyarakat ini bukan hanya penting sebagai informasi awal, namun juga sebagai pengingat bahwa keadilan adalah hak bersama yang harus dikawal oleh seluruh elemen bangsa.
Dukungan dan pengawasan publik dalam proses hukum terhadap tersangka korupsi menjadi krusial, terutama untuk memastikan bahwa proses ini berjalan transparan, adil, dan akuntabel.Â
Publik diharapkan dapat menjaga sikap objektif dalam melihat perkembangan kasus ini tanpa terpengaruh oleh narasi politisasi yang bisa jadi bertujuan mengaburkan esensi permasalahan.Â
Kritik yang berlebihan terhadap proses hukum justru berpotensi membela kepentingan koruptor.
Isu Politisasi dan Tekad Pemerintahan Baru dalam Pemberantasan Korupsi
Kasus ini mencuat di saat yang sensitif, yaitu pada masa awal pemerintahan Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran yang baru dilantik.Â
Komitmen kuat mereka untuk memberantas korupsi adalah harapan besar bagi masyarakat. Namun, tuduhan politisasi yang dihembuskan beberapa pihak terhadap proses hukum ini dapat menjadi sinyal adanya kepentingan tertentu yang mungkin ingin melemahkan pemerintah yang baru.Â
Upaya untuk mencampuradukkan proses hukum dengan intrik politik hanya akan merugikan tekad pemberantasan korupsi yang ingin dibangun.
Dalam konteks ini, alih-alih mempertanyakan waktu pengusutan, masyarakat diharapkan tetap fokus mengawal proses hukum dengan kritis namun konstruktif.Â
Dengan terus memberi dukungan terhadap penegakan hukum yang transparan, masyarakat bisa membantu memastikan bahwa pemerintah tetap pada jalur yang benar dalam misi pemberantasan korupsi, tanpa terjebak pada permainan politisasi.
Langkah yang Harus Diambil Masyarakat untuk Mengawal Kasus Ini
Sebagai bangsa yang berkomitmen terhadap prinsip hukum dan demokrasi, masyarakat memiliki tanggung jawab penting untuk mengawal proses hukum kasus ini hingga tuntas. Berikut beberapa langkah yang bisa diambil masyarakat untuk memastikan penegakan hukum tetap berjalan sesuai koridor:
Mencari Informasi yang Akurat dan Transparan
Masyarakat perlu mengakses informasi dari sumber yang kredibel dan mengikuti perkembangan kasus ini melalui media yang bertanggung jawab. Sikap ini akan membantu membangun opini publik yang tidak mudah terprovokasi oleh spekulasi politik.
Mendukung Kejaksaan Agung dalam Penegakan Hukum yang Adil
Kejaksaan Agung sebagai lembaga penegak hukum harus diberi ruang untuk bekerja sesuai prosedur yang berlaku. Tindakan ini penting agar proses hukum tidak terpengaruh oleh desakan-desakan politik yang tidak berdasar.
Menjadi Pengawas yang Objektif
Dalam pemberantasan korupsi, masyarakat memiliki peran sebagai pengawas independen yang objektif. Dukungan yang diberikan tidak berarti menutup mata terhadap kemungkinan kesalahan, tetapi tetap kritis tanpa mengesampingkan keadilan.
Menjaga Komitmen dalam Melawan Korupsi
Kasus ini hanya satu dari sekian banyak kasus korupsi yang perlu terus dikawal. Dengan sikap konsisten dalam mengawal proses hukum, masyarakat bisa menjadi bagian dari gerakan besar dalam pemberantasan korupsi.
Menolak Politisasi Proses Hukum
Penting bagi masyarakat untuk membedakan antara penegakan hukum dan intrik politik. Dengan menghindari persepsi politisasi, masyarakat dapat membantu memastikan bahwa proses hukum ini tetap berada dalam koridor yang objektif dan profesional.
Kasus dugaan korupsi Tom Lembong menjadi pengingat bahwa pemberantasan korupsi bukan hanya soal siapa yang berkuasa, tetapi tentang kesadaran bersama untuk menjaga Indonesia dari praktik-praktik yang merugikan negara dan rakyat.Â
Sebagai warga negara, kita bertanggung jawab untuk terus mengawal setiap proses hukum, menjaga agar keadilan tetap ditegakkan, dan memastikan bahwa hukum adalah milik bersama, bukan alat untuk mencapai kepentingan tertentu.***MG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H