Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menyelamatkan Sritex, Menyelamatkan Siapa?

31 Oktober 2024   06:27 Diperbarui: 31 Oktober 2024   06:49 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: detik.com


Dalam beberapa dekade terakhir, sektor tekstil Indonesia menghadapi tantangan yang tak terhindarkan. Dulunya merupakan komoditas andalan, industri tekstil kini kian merosot, tak lagi mendominasi pasar seperti dahulu. 

Padahal, kontribusinya pada perekonomian Indonesia tidak bisa dianggap enteng: sektor ini menyerap jutaan tenaga kerja dan menjadi sumber devisa yang cukup signifikan. 

Berdasarkan data dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), industri tekstil menyumbang sekitar 6% dari Produk Domestik Bruto (PDB) sektor manufaktur dan memberikan lapangan kerja bagi sekitar 2,8 juta pekerja.

Namun, kejayaan itu kini terancam. Salah satu pemain besar di industri ini, PT Sri Rejeki Isman Tbk atau yang lebih dikenal dengan Sritex, baru-baru ini dinyatakan pailit oleh pengadilan. 

Ini merupakan kabar buruk bagi perekonomian nasional, mengingat Sritex adalah salah satu produsen tekstil terbesar di Asia Tenggara, yang mempekerjakan puluhan ribu pekerja. Keputusan pailit yang diambil oleh pengadilan adalah dampak dari lilitan hutang yang tidak bisa lagi ditanggung oleh perusahaan tersebut, yang di masa kejayaannya mampu mengirim produknya ke lebih dari 100 negara di dunia.

Apa yang Menyebabkan Sritex dan Pabrik Tekstil Lain Tersungkur?

Ada beberapa faktor krusial yang menyebabkan kemunduran industri tekstil nasional, dan kebanyakan berasal dari kondisi eksternal dan internal yang semakin memperberat pelaku industri:

Persaingan dengan Produk Impor
Meningkatnya produk tekstil impor dari negara seperti Tiongkok dan Bangladesh telah menekan harga dan pasar domestik. Produk-produk impor ini sering kali lebih murah, membuat pabrik-pabrik lokal sulit bersaing di pasar domestik, yang juga berdampak pada penurunan ekspor.

Biaya Produksi yang Tinggi
Industri tekstil di Indonesia menghadapi tantangan biaya produksi yang relatif tinggi, mulai dari upah tenaga kerja, harga energi, hingga biaya bahan baku. Harga gas industri misalnya, yang kerap kali lebih tinggi dibandingkan negara lain, meningkatkan biaya produksi dan mengurangi daya saing produk Indonesia di pasar internasional.

Kebijakan yang Tidak Pro-Bisnis
Kebijakan yang kurang mendukung pelaku industri, seperti pajak tinggi untuk bahan baku impor, kebijakan tenaga kerja yang kaku, serta minimnya insentif bagi industri tekstil, turut memperburuk kondisi. Dampaknya, banyak perusahaan tekstil yang memilih mengurangi produksi atau bahkan gulung tikar.

Pandemi COVID-19
Pandemi yang berkepanjangan juga memukul keras sektor ini. Turunnya permintaan akan produk tekstil baik dalam maupun luar negeri membuat banyak perusahaan mengalami kerugian, sehingga beban utang mereka semakin bertambah.

Langkah Pemerintah: Upaya Menyelamatkan Sritex

Menanggapi situasi genting ini, Presiden Prabowo Subianto, yang baru saja dilantik, mengambil langkah tegas dengan menginstruksikan kementerian terkait untuk mencari cara menyelamatkan Sritex. Tujuan utama langkah ini adalah mencegah pemutusan hubungan kerja (PHK) massal bagi puluhan ribu pekerja yang menggantungkan hidupnya pada pabrik tersebut.

Langkah ini dianggap strategis, karena krisis yang dialami Sritex bukan hanya masalah perusahaan semata. Dampaknya bisa menjadi efek domino yang memengaruhi ekonomi nasional, dari penyerapan tenaga kerja hingga stabilitas sosial. Namun, upaya penyelamatan ini tidak bisa hanya bersifat jangka pendek, seperti pemberian bantuan atau suntikan dana. Diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif dan terstruktur untuk menyelesaikan permasalahan ini secara menyeluruh.

Menyelesaikan Akar Masalah: Membutuhkan Kebijakan dan Perundangan yang Mendukung

Penyelamatan Sritex adalah langkah awal, namun penyelesaian harus lebih dalam lagi. Pemerintah perlu menilik akar permasalahan yang menyebabkan banyaknya pabrik tekstil gulung tikar dan mencari solusi jangka panjang untuk membangkitkan kembali industri ini. Berikut adalah beberapa langkah yang perlu dilakukan:

Menekan Biaya Produksi Melalui Kebijakan Energi
Salah satu langkah yang bisa diambil adalah menurunkan harga gas untuk sektor industri, khususnya tekstil. Harga gas yang lebih rendah dapat mengurangi biaya produksi, sehingga pelaku industri dapat lebih kompetitif di pasar global.

Pengendalian Impor
Pemerintah bisa memberlakukan kebijakan anti-dumping untuk mencegah masuknya produk tekstil murah yang merusak pasar domestik. Selain itu, meningkatkan standar kualitas dan sertifikasi untuk produk tekstil impor akan memberikan peluang lebih besar bagi produk lokal yang memiliki kualitas tinggi.

Insentif untuk Pelaku Industri
Pemerintah dapat menawarkan insentif berupa keringanan pajak atau subsidi bagi perusahaan tekstil yang mempekerjakan banyak tenaga kerja. Kebijakan ini tidak hanya membantu perusahaan bertahan, tetapi juga merangsang pertumbuhan industri.


Reformasi Peraturan Tenaga Kerja
Peraturan ketenagakerjaan yang fleksibel dan ramah bagi industri, namun tetap melindungi hak pekerja, sangat diperlukan. Kebijakan ini dapat memberikan kelonggaran bagi perusahaan tekstil untuk bertahan dalam masa-masa sulit tanpa harus memberhentikan banyak pekerja.

Fasilitasi Ekspor Tekstil Indonesia
Meningkatkan akses pasar ekspor melalui perjanjian dagang internasional adalah salah satu strategi jangka panjang. Melalui kesepakatan dagang yang menguntungkan, produk tekstil Indonesia dapat memasuki pasar-pasar baru, yang tentunya akan meningkatkan permintaan dan produksi.

Transformasi dan Inovasi: Mengembalikan Kejayaan Tekstil Indonesia

Tidak hanya bergantung pada kebijakan pemerintah, industri tekstil juga perlu berinovasi untuk tetap relevan di pasar yang berubah. Teknologi baru dalam produksi tekstil, diversifikasi produk, dan pendekatan yang lebih berkelanjutan bisa menjadi kunci untuk memperkuat daya saing produk Indonesia. 

Investasi dalam teknologi ramah lingkungan misalnya, dapat membuka peluang ekspor ke negara-negara maju yang menuntut standar tinggi dalam proses produksi.

Langkah-langkah ini tidak hanya menyelamatkan perusahaan besar seperti Sritex, namun juga industri tekstil secara keseluruhan. Sektor ini masih menyimpan potensi besar untuk berkontribusi pada perekonomian nasional. 

Dengan kebijakan yang mendukung, inovasi, dan komitmen dari berbagai pihak, kejayaan tekstil Indonesia bukan hanya mimpi. Menyelamatkan Sritex berarti menyelamatkan ribuan pekerja, stabilitas ekonomi, dan industri strategis yang bisa menjadi kebanggaan nasional.***MG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun