Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dua Hasil Survey Berbeda di Pilkada Jakarta: Kok Bisa?

25 Oktober 2024   21:23 Diperbarui: 25 Oktober 2024   21:31 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: CNNIndonesia 

Selain itu, ada pula faktor lain yang patut dicermati, seperti framing pertanyaan, waktu survei, dan penempatan pilihan responden. 

Misalnya, jika kuesioner menampilkan pertanyaan yang bias atau terlalu menyudutkan salah satu kandidat, hasil survei tentu bisa terdorong ke arah tertentu. 

Begitu pula dengan faktor emosional responden. Jika survei dilakukan pada saat isu tertentu tengah hangat, hasilnya bisa saja mencerminkan emosi sesaat.

Persepi dan Upaya Menjaga Kepercayaan Publik

Langkah Persepi yang ingin membawa kasus ini ke Dewan Etik perlu didukung. Lembaga survei memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga kepercayaan publik terhadap hasil survei. 

Di negara dengan demokrasi yang berkembang seperti Indonesia, survei bukan hanya sekedar angka di atas kertas, melainkan salah satu instrumen yang membantu masyarakat dan partai politik mengambil keputusan. 

Terlebih, hasil survei sering kali dijadikan sebagai tolok ukur dalam mengatur strategi kampanye atau menentukan arah dukungan.

Jika lembaga survei terbukti melakukan pelanggaran etik atau manipulasi data, tentu ini akan mencoreng integritas hasil survei dan menurunkan kepercayaan publik. 

Persepi sudah seharusnya menindaklanjuti perbedaan ini dengan pengawasan ketat dan menjatuhkan sanksi tegas bagi pihak yang terbukti melakukan kesalahan.

Apakah Survei Bisa Dijadikan Alat untuk Mempengaruhi Pemilih?

Sayangnya, sejarah survei di Indonesia tidak sepenuhnya bersih dari isu bias dan pesanan pihak tertentu. Tidak jarang kita mendengar tudingan bahwa hasil survei sengaja dimanipulasi untuk menguntungkan kandidat tertentu atau mempengaruhi opini publik. Hal ini tentu berbahaya. 

Survei yang tidak obyektif justru akan menciptakan polarisasi di masyarakat, memperuncing perpecahan, bahkan bisa menimbulkan konflik di tengah masyarakat yang mendukung kandidat yang berbeda.

Dalam konteks Pilkada Jakarta kali ini, masyarakat perlu lebih cermat menyikapi hasil survei. Memahami bahwa perbedaan metodologi bisa memengaruhi hasil adalah langkah awal. 

Namun, yang tidak kalah penting adalah pengawasan independen terhadap lembaga survei, sehingga praktik manipulasi data bisa diminimalisasi.

Upaya Masyarakat untuk Memperkuat Demokrasi

Di balik polemik ini, ada pelajaran penting yang perlu kita ambil. Sebagai masyarakat yang hidup dalam sistem demokrasi, kita perlu memiliki sikap kritis terhadap berbagai hasil survei yang beredar. 

Kita perlu melihat tidak hanya angka-angka elektabilitas, tetapi juga memahami bagaimana survei tersebut dilakukan, dan siapa yang melakukan survei. Dengan demikian, kita tidak akan mudah terpengaruh oleh hasil survei yang mungkin saja dimanipulasi.

Jika pada akhirnya ditemukan bahwa lembaga survei telah melakukan kesalahan atau sengaja memanipulasi data, maka harus ada sanksi yang tegas. 

Hal ini bukan hanya untuk menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga survei, tetapi juga untuk memastikan bahwa Pilkada berjalan dengan adil dan obyektif, tanpa ada campur tangan hasil survei yang bersifat tendensius.

Mengharapkan Kejelasan dari Persepi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun