Dalam sesi diskusi, anti-korupsi menjadi topik utama. Presiden menekankan pentingnya membangun budaya integritas di dalam kabinet sebagai benteng utama melawan segala bentuk korupsi.Â
Praktik-praktik terbaik dari berbagai negara juga disoroti untuk memperkuat komitmen ini. Para menteri, yang hadir dengan latar belakang yang beragam, diharapkan mampu menyerap dan menerapkan nilai-nilai ini dalam kementerian masing-masing.
Selain itu, perencanaan anggaran yang efektif dan transparan menjadi perhatian khusus. Pada era digital dan informasi saat ini, Prabowo mengharapkan adanya keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara, yang dapat diakses publik sebagai wujud akuntabilitas.Â
Kabinet Merah Putih diberi pemahaman baru bahwa anggaran bukan hanya sekadar angka di atas kertas, tetapi merupakan perwujudan dari janji kepada rakyat.
Tema lain yang tak kalah penting adalah pengelolaan krisis, terutama dalam bidang pangan, energi, dan bencana.Â
Dalam diskusi ini, Presiden mengingatkan bahwa ketahanan nasional tidak hanya bergantung pada kekuatan militer, tetapi juga pada kemampuan bertahan dalam berbagai situasi krisis yang sewaktu-waktu dapat muncul.
Apakah Ini Akan Efektif?
Pendekatan unik ini tentu memunculkan harapan dan keraguan di kalangan masyarakat. Sebagian pengamat menilai bahwa pendekatan retreat di Akmil ini merupakan langkah yang segar dan bisa mendobrak pola lama dalam birokrasi pemerintahan Indonesia yang sering kali dinilai lamban dan kurang responsif.Â
Dengan kedisiplinan dan kekompakan, diharapkan Kabinet Merah Putih dapat bekerja lebih efektif dan kompak.
Namun, ada pula yang skeptis, menilai bahwa gaya ini bisa menimbulkan jarak antara para menteri dengan masyarakat sipil, karena pendekatan militeristik bisa saja kurang relevan bagi menteri-menteri yang tidak berlatar belakang militer.Â
Beberapa pihak mengkhawatirkan bahwa metode ini akan terlalu mengedepankan disiplin daripada fleksibilitas dalam menghadapi masalah kompleks di lapangan.