Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pidato Perdana Prabowo: Demokrasi Kita Berakar dari Kultur Indonesia, Pesan Persatuan di Tengah Polarisasi Politik

21 Oktober 2024   08:53 Diperbarui: 21 Oktober 2024   09:32 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Prabowo Subianto, dalam pidato perdananya sebagai presiden terpilih, menekankan pentingnya demokrasi yang berakar pada budaya Indonesia. Pesan utamanya adalah ajakan untuk memperkuat kebersamaan dan persatuan di tengah dinamika politik yang kerap diwarnai konflik dan perpecahan. Pidato tersebut bukan hanya pandangan pribadi, melainkan refleksi atas pengalaman panjang Prabowo dalam politik Indonesia, termasuk persaingan keras yang pernah ia alami saat berhadapan dengan Joko Widodo dalam dua pemilihan presiden sebelumnya.

Demokrasi Indonesia: Berakar Pada Sejarah dan Budaya Bangsa

Prabowo membuka pidatonya dengan menyoroti fondasi demokrasi Indonesia, yang terinspirasi dari nilai-nilai kearifan lokal. "Demokrasi kita harus demokrasi yang khas untuk Indonesia, yang cocok untuk bangsa kita, demokrasi yang berasal dari sejarah dan budaya kita," ucap Prabowo. Poin ini menggambarkan keyakinan Prabowo bahwa demokrasi Indonesia tidak bisa sepenuhnya meniru model dari negara lain. Sebaliknya, ia harus mencerminkan kekayaan tradisi dan adat bangsa yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip Pancasila, terutama sila keempat: "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan."

Indonesia memiliki sejarah panjang dalam musyawarah dan mufakat, dari sistem pemerintahan desa hingga mekanisme adat di berbagai daerah. Dalam konteks modern, Prabowo menggarisbawahi bahwa demokrasi kita harus menghindari sikap permusuhan dan polarisasi. "Demokrasi kita harus demokrasi yang santun, demokrasi dimana berbeda pendapat harus tanpa permusuhan," lanjutnya.

Menghindari Polarisasi dan Caci Maki dalam Demokrasi

Pidato Prabowo tak bisa dilepaskan dari pengalaman pribadinya dalam dunia politik yang penuh dinamika. Setelah dua kali bersaing dengan Joko Widodo dalam Pilpres 2014 dan 2019, polarisasi politik di Indonesia semakin tajam, memecah masyarakat ke dalam dua kubu besar. Situasi ini, menurut Prabowo, harus dihindari di masa mendatang.

"Mengoreksi harus tanpa caci maki, bertarung tanpa membenci, bertanding tanpa berbuat curang," tegasnya. Pesan ini seolah mengingatkan bahwa demokrasi bukanlah arena pertarungan yang mengorbankan nilai persatuan. Demokrasi yang diidam-idamkan Prabowo adalah demokrasi yang menolak kekerasan, adu domba, dan hasutan. Inilah yang ia sebut sebagai demokrasi yang sejuk dan damai, yang menjunjung tinggi persatuan dan kekeluargaan.

Tantangan Demokrasi Indonesia: Polarisasi dan Pertarungan Politik

Namun, demokrasi Indonesia saat ini menghadapi sejumlah tantangan besar. Polarisasi politik yang terjadi selama dua dekade terakhir, terutama pasca-Reformasi, semakin tajam setiap kali pemilihan umum diadakan. Data dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) menunjukkan bahwa pada Pilpres 2019, sekitar 50% pemilih Indonesia terbelah menjadi dua kubu yang sangat kuat, antara pendukung Prabowo dan Jokowi. Polarisasi ini bahkan menembus batas sosial, ekonomi, dan agama, memperlebar kesenjangan antar masyarakat.

Dalam konteks inilah Prabowo menyampaikan perlunya demokrasi yang "menghindari kemunafikan" dan tetap menjaga etika dalam bersaing. Kritik yang sehat dan konstruktif, menurutnya, harus mengutamakan dialog dan solusi, bukan caci maki. Sebuah survei dari Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada 2020 menunjukkan bahwa 70% responden menginginkan politik yang lebih sejuk dan damai, tanpa ujaran kebencian.

Mengapa Prabowo Menekankan Demokrasi yang Menyatukan?

Pengalaman pribadi Prabowo dalam pemilu yang ketat, serta efek polarisasi yang dialaminya, mungkin menjadi salah satu alasan mengapa ia sangat menekankan demokrasi yang memprioritaskan persatuan. Prabowo menyadari bahwa dua kali kekalahannya dalam pilpres sebelumnya membawa dampak besar terhadap persatuan bangsa. "Kita perlu suasana kebersamaan, persatuan, kolaborasi, bukan cekcok yang berkepanjangan," katanya.

Lebih dari sekadar mengatasi polarisasi politik, Prabowo juga ingin mengajak para pemimpin untuk menunjukkan kebijaksanaan, cinta budaya, dan rasa bangga terhadap tradisi bangsa. Ini mencerminkan visinya untuk membangun demokrasi yang sesuai dengan karakter dan nilai-nilai masyarakat Indonesia. "Kita perlu pemimpin-pemimpin yang tidak caci maki, yang arif, bijaksana, mengerti dan cinta budaya dan sejarah bangsa sendiri," tegas Prabowo.

Mewujudkan Cita-Cita: Demokrasi untuk Kesejahteraan Rakyat

Prabowo tidak hanya bicara tentang demokrasi dalam konteks politik, tetapi juga bagaimana demokrasi bisa menjadi jalan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. "Cita-cita kita adalah melihat wong cilik iso gemuyu, wong cilik bisa senyum, bisa tertawa," ujar Prabowo, mengacu pada impian untuk melihat rakyat kecil hidup bahagia dan sejahtera.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2023, angka kemiskinan di Indonesia mencapai 9,54%, dengan jutaan orang masih berada di bawah garis kemiskinan. Prabowo meyakini bahwa dengan demokrasi yang berakar pada nilai persatuan, kerja sama, dan kebijaksanaan, Indonesia bisa mencapai cita-cita besar sebagai bangsa yang makmur dan damai. Sebuah bangsa yang digambarkan dengan ungkapan "gemah ripah loh jinawi, toto tentrem kertoraharjo," di mana rakyat cukup sandang, pangan, dan papan.

Apa yang Harus Dilakukan?

Untuk mewujudkan demokrasi ala Indonesia yang sesuai dengan visi Prabowo, sejumlah langkah perlu diambil:

1. Membangun Budaya Politik yang Sehat: Partai politik, media, dan masyarakat harus mengurangi retorika yang memecah-belah. Demokrasi harus dijalankan dengan semangat kebersamaan, bukan permusuhan.

2. Memperkuat Institusi Demokrasi: Lembaga-lembaga demokrasi seperti DPR, MK, dan KPU harus dijaga independensinya. Mereka harus berfungsi sebagai penjaga keadilan, bukan alat kepentingan politik tertentu.

3. Mendorong Partisipasi Politik yang Lebih Luas: Masyarakat perlu didorong untuk aktif terlibat dalam proses politik, bukan hanya sebagai pemilih, tetapi juga sebagai pengawas. Partisipasi yang luas akan memperkuat akuntabilitas demokrasi.

4. Pendidikan Politik yang Berbasis Kebudayaan: Pendidikan politik yang berakar pada nilai-nilai kearifan lokal perlu diperkuat, agar masyarakat lebih memahami dan menghargai demokrasi sebagai alat untuk mencapai kesejahteraan bersama.

Pidato perdana Prabowo Subianto menyiratkan harapan besar untuk demokrasi Indonesia, sebuah demokrasi yang tidak hanya bersaing, tetapi juga bersatu dalam perbedaan. Dengan berakar pada budaya dan sejarah bangsa, demokrasi yang sejuk dan damai menjadi cita-cita bersama. Dalam kata-kata Prabowo, "Hanya dengan persatuan dan kerja sama, kita akan mencapai cita-cita para leluhur kita." Sebuah visi yang menggambarkan demokrasi bukan hanya sebagai alat politik, tetapi sebagai jalan menuju kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.***MG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun