Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Politik

Refleksi 10 Tahun Jokowi: Tidak Ada Wilayah Indonesia yang Menjadi Anak Tiri

19 Oktober 2024   09:49 Diperbarui: 19 Oktober 2024   09:53 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Selama satu dekade masa kepemimpinan Joko Widodo (Jokowi) sebagai Presiden Indonesia, terdapat satu pesan yang sangat jelas: Tidak ada satu pun wilayah di Indonesia yang menjadi "anak tiri." Pendekatan pembangunan Jokowi tidak hanya merata di seluruh pelosok negeri, tetapi juga membawa dampak nyata bagi wilayah-wilayah yang sebelumnya terpinggirkan. 

Dengan fokus pada pemerataan pembangunan, Jokowi berupaya untuk menjawab kritik lama terhadap pemerintahan sebelumnya, yang dinilai terlalu Jawa-sentris.Indonesia adalah negara dengan tantangan geografis yang luar biasa. Sebagai negara kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau, mendistribusikan pembangunan secara merata merupakan pekerjaan yang sulit. 

Sebelumnya, banyak kebijakan pembangunan yang berpusat di Pulau Jawa, dengan alasan populasi terbesar dan kepentingan politik yang lebih dominan di wilayah tersebut. Namun, Jokowi memiliki pendekatan yang berbeda. Sejak awal kepemimpinannya, ia bertekad untuk memastikan pembangunan juga menjangkau daerah-daerah terpinggirkan, terutama di wilayah Indonesia Timur.

Menggeser Pusat Pembangunan: Dari Jawa ke Pinggiran

Selama bertahun-tahun, kritik terhadap pola pembangunan yang berpusat di Pulau Jawa menjadi wacana utama dalam diskursus nasional. Dalam pemerintahan-pemerintahan sebelumnya, pembangunan infrastruktur seperti jalan, jembatan, dan fasilitas publik banyak difokuskan di Pulau Jawa, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung. Alasan utamanya adalah bahwa mayoritas penduduk Indonesia tinggal di pulau ini, sehingga logis jika pembangunan diprioritaskan di sana.

Namun, Jokowi memiliki pandangan yang berbeda. Ia percaya bahwa ketimpangan pembangunan antara Jawa dan luar Jawa, terutama Indonesia bagian timur dan wilayah perbatasan, merupakan masalah serius yang harus segera diatasi. Baginya, membangun hanya di satu wilayah tanpa memikirkan daerah-daerah terpencil adalah sebuah kekeliruan. Oleh karena itu, sejak awal kepresidenannya, Jokowi memutuskan untuk mengalihkan fokus pembangunan ke wilayah-wilayah yang selama ini kurang mendapatkan perhatian, seperti Papua, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara.

Salah satu bukti nyata dari upaya ini adalah pembangunan infrastruktur perbatasan yang masif. Wilayah-wilayah yang sebelumnya terisolasi kini terhubung melalui pembangunan jalan, jembatan, dan bandara baru. Masyarakat yang tinggal di perbatasan, yang sebelumnya merasa tertinggal karena minimnya perhatian pemerintah, kini bisa merasakan hasil nyata dari program pembangunan Jokowi. Di beberapa wilayah perbatasan seperti Kalimantan dan Papua, masyarakat kini bisa berbangga dengan gerbang perbatasan yang megah, menunjukkan bahwa pemerintah tidak lagi memandang mereka sebagai "anak tiri."

Papua: Fokus Khusus Jokowi

Papua menjadi salah satu wilayah yang mendapatkan perhatian khusus dari Jokowi. Sejak awal pemerintahannya, ia berkomitmen untuk memberikan perhatian yang lebih besar kepada wilayah paling timur Indonesia ini. Papua adalah salah satu provinsi yang secara historis kerap terabaikan dalam pembangunan nasional. Infrastruktur yang minim, akses pendidikan dan kesehatan yang terbatas, serta tingkat kesejahteraan yang rendah membuat Papua berada dalam kondisi tertinggal dibandingkan wilayah lainnya.

Jokowi menyadari hal ini, dan ia secara aktif melakukan berbagai langkah untuk membangun Papua. Salah satu pencapaiannya yang paling menonjol adalah pembangunan Jalan Trans Papua sepanjang 4.330 kilometer yang menghubungkan berbagai kota dan kabupaten di Papua. Proyek ini bukan hanya membuka akses antar wilayah di Papua, tetapi juga memungkinkan distribusi barang dan jasa menjadi lebih lancar, mengurangi ketergantungan pada transportasi udara yang mahal.

Selain itu, Jokowi juga menjadi presiden yang paling sering mengunjungi Papua. Dalam 10 tahun masa jabatannya, ia tercatat melakukan lebih dari 10 kunjungan kerja ke Papua, mengalahkan rekor presiden-presiden sebelumnya. Kehadirannya yang rutin di Papua tidak hanya untuk meresmikan proyek-proyek infrastruktur, tetapi juga untuk berdialog langsung dengan masyarakat setempat, mendengar aspirasi mereka, dan memastikan bahwa program-program pemerintah berjalan dengan baik di wilayah tersebut.

Pendekatan ini menandakan bahwa Jokowi tidak hanya melihat Papua sebagai wilayah yang membutuhkan pembangunan fisik, tetapi juga sebagai bagian penting dari Indonesia yang perlu diperhatikan secara sosial dan politik. Kunjungannya yang sering ke Papua memperlihatkan betapa seriusnya Jokowi dalam memperlakukan Papua setara dengan wilayah-wilayah lain di Indonesia.

Membangun Perbatasan, Membangun Martabat

Salah satu aspek penting dari program pembangunan Jokowi adalah pembangunan di wilayah perbatasan. Daerah-daerah yang berbatasan langsung dengan negara tetangga seperti Malaysia, Timor Leste, dan Papua Nugini sering kali menjadi cermin ketimpangan pembangunan. Infrastruktur di perbatasan Indonesia kerap dibandingkan dengan infrastruktur negara tetangga yang lebih maju. Hal ini menimbulkan rasa minder di kalangan masyarakat perbatasan, yang merasa dianaktirikan oleh negara mereka sendiri.

Jokowi mengubah persepsi ini. Pembangunan pos lintas batas negara (PLBN) yang megah dan modern di perbatasan Indonesia-Malaysia di Kalimantan dan perbatasan Indonesia-Papua Nugini di Papua menjadi simbol perubahan besar. PLBN yang dulu hanya berupa bangunan sederhana kini berdiri dengan megah, menandakan bahwa Indonesia hadir untuk menjaga martabat rakyatnya di perbatasan. Masyarakat perbatasan, yang dulu merasa rendah diri, kini bisa berbangga dengan infrastruktur yang setara atau bahkan lebih baik daripada negara tetangga.

Sebagai contoh, PLBN Entikong di Kalimantan Barat yang dibangun di masa pemerintahan Jokowi menjadi salah satu pos perbatasan paling modern di Asia Tenggara. Infrastruktur yang ada tidak hanya untuk memfasilitasi lintas batas, tetapi juga dilengkapi dengan fasilitas umum yang memadai bagi masyarakat sekitar. Ini adalah bentuk nyata dari komitmen Jokowi bahwa tidak ada wilayah yang dianaktirikan di bawah pemerintahannya.

Mengutamakan Kesejahteraan, Bukan Suara Pemilu

Pendekatan pembangunan Jokowi yang inklusif juga terlihat dari keberaniannya membangun wilayah-wilayah yang dalam pemilu justru tidak memberikan suara mayoritas untuk dirinya. Banyak yang berpendapat bahwa dalam politik, wilayah yang memberikan dukungan besar layak mendapatkan perhatian lebih. Namun, Jokowi tidak terpengaruh oleh kalkulasi politik semacam itu. Bagi Jokowi, pembangunan adalah hak seluruh rakyat Indonesia, tidak peduli siapa yang mereka pilih dalam pemilu.

Contoh nyata adalah pembangunan di Aceh dan Sumatera Barat, dua provinsi yang tidak memberikan suara mayoritas untuk Jokowi dalam dua pemilu terakhir. Meskipun demikian, pemerintah tetap menjalankan berbagai proyek infrastruktur besar di sana, termasuk pembangunan jalan tol, bandara, dan pelabuhan. Bagi Jokowi, pemilu hanyalah salah satu proses demokrasi, sedangkan tanggung jawab pembangunan adalah kewajiban yang harus dilakukan tanpa memandang latar belakang politik.

Warisan Jokowi: Tidak Ada Anak Tiri di Indonesia

Apa yang bisa kita petik dari 10 tahun pemerintahan Jokowi? Pertama, Jokowi telah membuktikan bahwa pemerataan pembangunan bukanlah hal yang mustahil jika ada kemauan politik yang kuat. Keputusannya untuk memfokuskan pembangunan di luar Jawa, terutama di Indonesia Timur dan wilayah perbatasan, menjadi bukti bahwa Indonesia bisa maju bersama jika seluruh wilayah diberikan kesempatan yang sama untuk berkembang.

Kedua, pendekatan inklusif Jokowi menunjukkan bahwa pembangunan tidak boleh didasarkan pada perhitungan politik semata. Wilayah yang mendukung ataupun yang tidak mendukungnya dalam pemilu mendapatkan perhatian yang sama. Hal ini mencerminkan semangat persatuan dan keadilan yang menjadi fondasi dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Akhirnya, warisan terbesar Jokowi adalah pesan kuat bahwa tidak boleh ada wilayah di Indonesia yang menjadi anak tiri. Setiap sudut negeri ini, dari Sabang sampai Merauke, layak mendapatkan perhatian dan pembangunan yang sama. Di bawah kepemimpinan Jokowi, Indonesia bergerak ke arah yang lebih inklusif, di mana seluruh rakyat, tanpa kecuali, dapat merasakan manfaat dari kemajuan yang dicapai negara ini.***MG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun