Jokowi) menanamkan satu tekad yang menjadi motto hidup dan kerja pemerintahannya: "Bekerja, bekerja, bekerja." Berbeda dari gaya kepemimpinan sebelumnya, Jokowi datang dengan pendekatan baru yang menekankan aksi nyata di lapangan. Dalam pandangannya, tanpa eksekusi, rencana sehebat apapun hanyalah tumpukan kertas tanpa makna. Hal ini tercermin dari gaya kepemimpinannya selama 10 tahun menjabat, di mana ia jarang terlihat di Istana dan lebih sering berkeliling mengunjungi berbagai daerah di Indonesia.Blusukan sebagai Metode Kerja
Sejak hari pertama menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Salah satu hal yang paling diingat dari Jokowi adalah gaya blusukan---kunjungan mendadak ke daerah-daerah terpencil untuk bertemu langsung dengan masyarakat. Sejak menjabat sebagai gubernur Jakarta hingga menjadi presiden, Jokowi menggunakan blusukan sebagai alat untuk mendengar langsung kebutuhan masyarakat, yang sering kali terabaikan oleh sistem birokrasi. Di masa kepresidenannya, Jokowi menjadi presiden yang paling aktif mengunjungi berbagai pelosok Indonesia. Tak jarang, daerah yang dikunjunginya mengaku bahwa ini adalah kali pertama seorang presiden datang ke wilayah mereka.
Kunjungan ini tidak hanya menjadi bukti nyata dari komitmen Jokowi terhadap rakyat, tetapi juga memberikan efek emosional yang kuat. Masyarakat menyambut dengan antusias setiap kali Jokowi hadir, memperlihatkan bagaimana kehadiran seorang pemimpin di tengah-tengah mereka bisa membawa harapan.Â
Dalam kunjungannya, Jokowi kerap membaur dengan warga, berfoto bersama, hingga memberikan hadiah berupa kaos, sepeda, dan sembako. Sederhana, namun berdampak. Meskipun hal ini kemudian dipolitisasi oleh lawan-lawan politiknya, terutama menjelang Pemilihan Presiden, masyarakat kebanyakan tampak tidak terpengaruh dan terus menyambut Jokowi dengan hangat.
Jokowi dan Politik Eksekusi
Lebih dari sekadar simbol populisme, blusukan Jokowi mencerminkan karakter kepemimpinannya yang pragmatis. Ia dikenal sebagai pemimpin yang lebih mengutamakan aksi daripada wacana. Bagi Jokowi, perencanaan yang baik tentu penting, namun tanpa implementasi, perencanaan itu akan sia-sia. "Bekerja, bekerja, bekerja" bukan sekadar semboyan, melainkan cara berpikir dan bertindak dalam pemerintahannya.
Pendekatan ini tak jarang membuat jajaran kabinetnya kewalahan. Tuntutan Jokowi terhadap para menteri untuk bergerak cepat dan mengeksekusi program-program pemerintah memicu beberapa pergantian menteri di tengah jalan. Mereka yang tidak bisa mengikuti ritme kerjanya harus rela dicopot. Kebijakan ini jelas menunjukkan bahwa bagi Jokowi, loyalitas penting, tetapi kompetensi dan kecepatan bekerja jauh lebih esensial.
Sikap praktis ini terwujud dalam kebijakan pembangunan infrastruktur yang masif selama 10 tahun terakhir. Pemerintah Jokowi berhasil merealisasikan berbagai proyek besar, seperti pembangunan jalan tol yang menghubungkan berbagai wilayah, revitalisasi jalur kereta api, hingga proyek infrastruktur transportasi massal seperti MRT di Jakarta. Kereta cepat Jakarta Bandung. Tidak hanya di pulau Jawa, proyek-proyek infrastruktur ini juga menyentuh kawasan luar Jawa, seperti Sumatera, Kalimantan, dan Papua, memperlihatkan tekad Jokowi untuk menyatukan Indonesia melalui infrastruktur yang memadai.
Kontroversi dan Pengaruh Politik
Namun, di tengah prestasinya, Jokowi juga tak lepas dari kritik. Beberapa pihak menuduh bahwa gaya blusukannya---khususnya pada akhir masa jabatan---tidak murni untuk mendengarkan aspirasi masyarakat, tetapi lebih untuk mempengaruhi opini publik menjelang pemilu. Tuduhan ini semakin gencar ketika Jokowi masih aktif membagikan sembako dan hadiah sepeda di tahun-tahun terakhir pemerintahannya. Lawan politiknya menyebut tindakan ini sebagai "cawe-cawe" untuk mempengaruhi suara rakyat, meski tak ada bukti konkret yang menunjukkan intervensi langsung dalam proses pemilu.
Walaupun demikian, popularitas Jokowi tetap tinggi. Ia dipandang sebagai presiden yang dekat dengan rakyat, sesuatu yang jarang terlihat pada presiden-presiden sebelumnya. Sikapnya yang bersahaja dan komunikatif berhasil menarik simpati masyarakat, yang melihatnya sebagai pemimpin yang peduli pada hal-hal kecil sekaligus mampu mengeksekusi program-program besar.