Pemilihan umum Presiden 2024 ini ibarat menonton sinetron atau drama Korea dengan jalan cerita yang penuh kejutan dan lika-liku, menghadirkan berbagai emosi bagi para penontonnya. Salah satu babak yang dinanti-nanti adalah tuntutan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait keabsahan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon Wakil Presiden.Â
Pengajuan gugatan ini sebenarnya sudah berlangsung cukup lama, namun yang menarik perhatian publik adalah mengapa pengumuman hasilnya ditunda hingga mendekati waktu pelantikan.Pertanyaan ini menggantung di benak masyarakat, memicu spekulasi mengenai kemungkinan adanya motif di balik penundaan tersebut.Â
Secara hukum, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pencalonan Gibran seharusnya sudah final dan mengikat, namun PDIP tampaknya masih berusaha melakukan upaya hukum lain. Apakah ini merupakan langkah sah? Dan lebih penting lagi, apakah PTUN memiliki kewenangan untuk membatalkan keputusan MK, serta apa konsekuensi jika keputusan PTUN tersebut berpihak kepada PDIP?
Peran dan Kewenangan PTUN dalam Kasus Ini
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) memiliki fungsi untuk menangani sengketa di bidang administrasi negara, khususnya yang berkaitan dengan keputusan pejabat tata usaha negara. Dalam konteks ini, gugatan PDIP terkait keabsahan pencalonan Gibran kemungkinan besar diarahkan pada aspek administratif yang melibatkan penyelenggara pemilu, seperti KPU. Namun, perlu dipahami bahwa PTUN tidak memiliki kewenangan untuk membatalkan keputusan MK. Mahkamah Konstitusi adalah lembaga yang memiliki otoritas tertinggi dalam urusan konstitusional, dan putusannya bersifat final serta mengikat.
Keputusan PTUN, jika memenangkan PDIP, tidak bisa serta merta membatalkan pelantikan Gibran. Bahkan, jika ada putusan yang menguntungkan pihak penggugat, proses banding masih dimungkinkan melalui Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dan Mahkamah Agung. Hal ini menunjukkan bahwa secara hukum, upaya di PTUN lebih bersifat administratif, dan kecil kemungkinannya untuk benar-benar memengaruhi jalannya pelantikan.
Penundaan Pengumuman: Momentum yang Dicari-cari?
Fakta bahwa pengumuman hasil PTUN baru akan keluar mendekati waktu pelantikan tentu memicu kecurigaan di kalangan publik. Apakah ini sekadar kebetulan, atau ada kalkulasi politik di baliknya? Publik mulai berspekulasi bahwa ada upaya untuk menggunakan hasil putusan PTUN sebagai alat tawar-menawar politik. Dalam suasana politik yang semakin panas menjelang pelantikan, segala kemungkinan terasa mungkin terjadi.
Namun, kita harus ingat bahwa keputusan kapan hasil PTUN diumumkan adalah wewenang penuh pengadilan. Meskipun demikian, ada pertanyaan mendasar: jika undang-undang sudah final dan putusan MK sudah mengikat, mengapa PDIP tetap melanjutkan langkah hukum ini? Apakah ini merupakan tanda ketidakpuasan, atau lebih kepada langkah simbolis untuk mempertahankan citra di mata konstituen?
Skenario Jika PTUN Memenangkan PDIP: Apa yang Terjadi?
Jika seandainya PTUN memenangkan gugatan PDIP, masih ada beberapa langkah yang harus ditempuh sebelum pelantikan bisa dibatalkan, dan ini akan sangat sulit terjadi. Putusan PTUN tidak langsung mempengaruhi proses pelantikan, karena keputusan akhir mengenai sah atau tidaknya pemilu tetap ada di tangan MK dan KPU sebagai penyelenggara. Yang bisa dilakukan adalah banding, namun proses ini kemungkinan besar tidak akan selesai sebelum waktu pelantikan.
Selain itu, ada pertanyaan lebih besar mengenai stabilitas politik yang bisa terganggu jika keputusan PTUN bertentangan dengan MK. Secara hukum, MK tetap memiliki otoritas tertinggi dalam penentuan keabsahan pemilu dan pencalonan presiden serta wakil presiden.
Pelajaran dari Hiruk-Pikuk Pilpres 2024: Apa yang Bisa Kita Ambil?
Pemilu kali ini memperlihatkan kepada kita betapa tajamnya persaingan politik di Indonesia. Hiruk-pikuk yang terus terjadi, mulai dari penolakan calon tertentu, gugatan hukum, hingga spekulasi politik yang tak henti-hentinya, mencerminkan betapa panasnya situasi politik menjelang Pilpres 2024. Namun, di balik semua itu, ada beberapa pelajaran penting yang bisa kita ambil.
Pertama, kita harus menghargai proses hukum yang berlaku, meskipun terlihat berbelit-belit. Pengadilan dan lembaga-lembaga seperti MK dan PTUN memiliki peran penting dalam menjaga integritas pemilu dan demokrasi. Kedua, stabilitas politik sangat penting, terutama dalam masa transisi kekuasaan. Upaya untuk menggugat hasil pemilu di menit-menit terakhir bisa merusak kepercayaan publik terhadap sistem politik dan menciptakan ketidakpastian yang berbahaya.
Terakhir, kita perlu merenungkan peran partai politik dalam menjaga etika politik. Upaya PDIP untuk terus mempermasalahkan keputusan yang seharusnya sudah final bisa dilihat sebagai bentuk ketidakpuasan yang berlarut-larut, yang pada akhirnya bisa merugikan kredibilitas partai itu sendiri. Di sisi lain, ini juga menjadi pengingat bagi kita semua bahwa dalam politik, keputusan yang diambil tidak selalu berdasarkan hukum semata, tetapi juga penuh dengan perhitungan politik yang kompleks.
Pemilu Presiden 2024 ini memberikan banyak warna dalam perjalanan politik Indonesia, dan penundaan pengumuman hasil PTUN menjadi salah satu babak yang ditunggu-tunggu. Namun, kita harus tetap ingat bahwa hukum harus berjalan dengan adil dan benar, terlepas dari kepentingan politik. Pada akhirnya, yang paling penting adalah menjaga kepercayaan publik terhadap demokrasi dan proses pemilu yang jujur serta adil.***MG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H