angka-angka di berita hanyalah angka. Seribu karyawan di-PHK? Lima ribu? Aku membacanya dengan cepat, menganggapnya sebagai bagian dari rutinitas berita harian. Sebagai manajer junior di perusahaan yang stabil, aku merasa aman.Â
Sebelumnya, bagikuDunia tempatku berdiri tampak kokoh, seolah-olah badai di luar sana tak mungkin menyentuhku.Namun, hari itu tiba. Sebuah email masuk di kotak masukku. Isinya singkat, dingin, tanpa emosi: "Mohon hadir ke ruang rapat pukul 10.00 untuk membicarakan rencana restrukturisasi perusahaan."
Rasa gelisah menyusup perlahan. "Restrukturisasi" kata yang seolah mengapung tanpa makna nyata, sampai ketika aku duduk di ruang rapat itu, mendengar kalimat-kalimat formal yang melepaskanku dari pekerjaan yang telah menjadi bagian dari hidupku selama lima tahun.
Aku, yang dulu melihat angka-angka PHK hanya sebagai berita, kini menjadi bagian dari angka itu. Angka 1. Dari ribuan. Tapi anehnya, ketika kamu menjadi angka itu, semua terasa berbeda. Angka itu memiliki cerita, perasaan, dan masa depan yang kini tampak suram.
Aku berjalan pulang dengan perasaan hampa. Di jalan, gedung-gedung yang biasa kulihat dengan bangga kini tampak seperti dinding dingin yang menahanku. Aku mendengar tawa orang-orang di kafe, melihat keramaian jalanan yang tak peduli, dan entah bagaimana, semuanya terasa menjauh. Dunia ini terus berputar, sementara aku terhenti.
Seminggu setelah itu adalah pekan terberat dalam hidupku. Bangun tidur dengan rasa takut, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Telepon yang sepi, email tanpa balasan. Aku merasa seperti hanyut, tak ada arah.
Namun, di tengah kehampaan itu, ada satu hal yang berubah. Setiap kali aku menyalakan berita dan melihat angka-angka PHK baru, hatiku merasakan sesuatu yang tak pernah kurasakan sebelumnya. Angka-angka itu kini berbicara. Mereka bukan lagi sekadar statistik, tapi nyawa-nyawa yang terluka, hati-hati yang patah, orang-orang yang juga sedang berjuang seperti aku.
Di momen itulah aku memutuskan sesuatu. Aku tak akan menyerah. Kehilangan pekerjaan ini bukanlah akhir dari segalanya. Itu hanyalah sebuah belokan tak terduga di jalan panjang kehidupanku. Jika aku tidak bisa kembali ke jalur yang sama, maka aku akan membuat jalur baru.
Aku mulai membuka diri. Menghubungi teman-teman lama, ikut komunitas, bahkan mencoba hal-hal yang dulu hanya menjadi hobi---seperti menulis dan membuat kerajinan tangan. Sedikit demi sedikit, hari-hariku mulai terisi kembali, meski tak secepat atau semegah seperti yang pernah kuimpikan.
Suatu hari, seorang teman mengajakku bergabung dalam proyek sosial yang membantu para korban PHK. Tanpa berpikir panjang, aku setuju. Kami mendirikan platform kecil untuk memberikan pelatihan keterampilan baru, membantu mereka menyesuaikan diri dengan dunia yang berubah. Dalam proses itu, aku menemukan makna baru. Kehilangan pekerjaan bukan akhir dari segalanya, melainkan pintu untuk menemukan jalan yang berbeda---mungkin lebih bermakna.
Sekarang, ketika aku membaca berita tentang angka-angka PHK, aku tidak lagi merasa asing. Aku tahu di balik setiap angka ada seseorang seperti aku---yang mungkin sedang merasa terpuruk, tapi juga memiliki potensi untuk bangkit. Angka-angka itu bukan hanya angka lagi, tapi cerita yang bisa berubah. Seperti ceritaku.
Dan, meskipun dunia terus berputar dengan segala ketidakpastiannya, satu hal yang aku tahu pasti: selama kita tidak menyerah, kita akan selalu menemukan cara untuk melangkah maju, bahkan dari titik terendah. Karena angka-angka itu tidak menentukan siapa kita---kitalah yang menentukan bagaimana cerita itu berakhir.***MG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H