Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Dua Kader PDIP Mundur, Cucu Soekarno Jadi Pengganti

30 September 2024   06:23 Diperbarui: 30 September 2024   10:02 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: detik.com

Pada pemilu 2024, publik dikejutkan oleh pengunduran diri dua kader terpilih Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), yaitu Sri Rahayu dan Arteria Dahlan, yang mengundurkan diri jelang pelantikan sebagai anggota DPR. Keduanya berasal dari daerah pemilihan VI Jawa Timur (Jatim VI). 

Pengunduran diri mereka secara mendadak membuka jalan bagi Romy Soekarno, cucu dari Presiden pertama RI, Soekarno, untuk melenggang ke parlemen tanpa melalui proses pemilihan langsung yang idealnya merepresentasikan suara rakyat.

Keputusan KPU dan Masalah Aturan Penggantian Caleg

Penetapan Romy Soekarno sebagai pengganti diatur dalam Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) No. 1401/2024, yang merupakan perubahan atas SK KPU No. 1206/2024 tentang penetapan calon terpilih anggota DPR. Keputusan ini memunculkan diskusi publik terkait mekanisme penggantian caleg terpilih yang tiba-tiba mengundurkan diri.

Fenomena pengunduran diri mendadak ini bukan hanya terjadi di PDIP, tetapi juga di partai lain. Hal ini menimbulkan kekhawatiran tentang adanya potensi jual beli kursi di internal partai politik. Meskipun sulit dibuktikan secara langsung, situasi seperti ini kerap kali menciptakan kecurigaan publik bahwa kursi legislatif diperjualbelikan di kalangan elite partai. Dampaknya, masyarakat yang telah memilih kandidat tertentu merasa dikhianati, karena caleg yang mereka dukung justru tidak dilantik, digantikan oleh individu yang tidak terpilih melalui suara mayoritas rakyat.


Dampak Pengunduran Diri Kader Terpilih: Suara Rakyat Terabaikan

Dalam demokrasi, pemilu adalah proses yang sangat penting, karena melalui mekanisme ini suara rakyat diwakili oleh para anggota legislatif yang dipilih secara langsung. Ketika seorang caleg terpilih tiba-tiba mengundurkan diri tanpa alasan yang jelas, muncul kekhawatiran bahwa proses ini tidak lagi murni mencerminkan kehendak rakyat.

Kasus seperti ini juga memperlihatkan adanya kesenjangan aturan dalam proses pergantian antarwaktu (PAW) bagi caleg yang mengundurkan diri. Walaupun KPU sudah memiliki regulasi mengenai pergantian caleg, tetap saja praktik ini membuka celah bagi partai untuk memanipulasi hasil pemilu sesuai dengan kepentingan internal mereka. Hasilnya, bukan hanya kualitas perwakilan yang dipertaruhkan, tetapi juga legitimasi demokrasi itu sendiri.

Khusus untuk kasus ini adalah adanya bau nepotisme karena yang akhirnya maju adalah cucu Soekarno dimana Megawati Soekarno Putri sebagai ketua partai PDIP.

Indikasi Jual Beli Kursi: Ancaman bagi Demokrasi

Fenomena ini bukan hanya merugikan rakyat, tetapi juga memperlemah legitimasi proses demokrasi di Indonesia. Publik mulai mempertanyakan, apakah ada indikasi jual beli kursi di antara kader partai, terutama ketika individu yang diangkat menjadi pengganti tidak mendapatkan dukungan langsung dari rakyat melalui pemilu. Hal ini jelas menimbulkan kekhawatiran bahwa partai-partai politik hanya mengutamakan kepentingan elite partai daripada kepentingan rakyat yang mereka wakili.

Jika praktik jual beli kursi ini benar terjadi, tentu akan menjadi tamparan bagi sistem demokrasi yang seharusnya berlandaskan pada kejujuran, keterbukaan, dan keadilan. Masyarakat akan kehilangan kepercayaan pada partai politik, bahkan pada institusi pemilu itu sendiri.

Peran KPU dan Bawaslu: Menjaga Keterwakilan Suara Rakyat

KPU dan Bawaslu, sebagai penyelenggara dan pengawas pemilu, memegang tanggung jawab besar dalam memastikan bahwa proses pemilu berjalan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Mereka juga bertugas untuk menjaga agar tidak ada penyalahgunaan mekanisme pemilu, termasuk dalam hal pergantian caleg terpilih.

Namun, dalam kasus pengunduran diri mendadak ini, KPU dan Bawaslu harus memiliki mekanisme yang lebih ketat untuk mencegah terjadinya pengunduran diri yang tidak beralasan, apalagi menjelang pelantikan. Salah satu solusinya adalah dengan memperketat aturan terkait pengunduran diri caleg terpilih, misalnya dengan menetapkan sanksi tegas bagi caleg yang mengundurkan diri tanpa alasan yang sah atau memperjelas prosedur pergantian yang lebih transparan dan akuntabel.

Selain itu, KPU juga perlu mempertimbangkan pembatasan penggantian caleg berdasarkan urutan suara, sehingga pengganti yang ditunjuk benar-benar merupakan pilihan yang tepat dan mencerminkan kehendak rakyat. Transparansi dalam proses penggantian caleg juga harus diperkuat untuk mencegah manipulasi politik oleh elite partai.

Langkah ke Depan: Memperkuat Regulasi Pemilu

Agar kejadian seperti ini tidak terulang di masa depan, penting bagi pemerintah, DPR, KPU, dan Bawaslu untuk bersama-sama memperkuat regulasi pemilu. Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah merevisi undang-undang pemilu untuk menutup celah yang memungkinkan terjadinya pengunduran diri caleg terpilih tanpa alasan yang jelas.

Selain itu, pengawasan internal partai politik juga perlu ditingkatkan agar partai lebih bertanggung jawab dalam menjaga integritas proses pemilu. Hal ini termasuk menerapkan mekanisme seleksi caleg yang lebih ketat, serta memastikan bahwa caleg yang dipilih benar-benar berkomitmen untuk menjalankan tugas sebagai wakil rakyat.

Pada akhirnya, demokrasi Indonesia akan terjaga dengan baik jika semua pihak, baik penyelenggara pemilu, partai politik, maupun masyarakat, memegang teguh prinsip keterwakilan yang jujur dan adil. Pengunduran diri caleg terpilih seperti yang terjadi pada Sri Rahayu dan Arteria Dahlan seharusnya tidak menjadi fenomena yang lumrah, tetapi justru diantisipasi dan dicegah agar suara rakyat tetap dihargai dan proses demokrasi tetap berjalan dengan benar.

Perlunya Reformasi dalam Proses Pemilu

Fenomena pengunduran diri caleg terpilih jelang pelantikan, seperti yang dialami oleh PDIP dalam kasus Sri Rahayu dan Arteria Dahlan, menunjukkan adanya kelemahan dalam regulasi pemilu yang saat ini berlaku. Kasus ini membuka mata kita akan pentingnya reformasi dalam sistem pemilu, terutama terkait mekanisme penggantian caleg terpilih dan pencegahan potensi jual beli kursi.

Agar kejadian ini tidak terulang, aturan pemilu harus lebih ketat dan transparan, dan lembaga penyelenggara pemilu harus lebih tegas dalam mengawasi proses pergantian caleg. Dengan demikian, suara rakyat akan tetap dihargai, dan demokrasi Indonesia dapat berjalan dengan lebih baik dan berintegritas.***MG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun