Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Harga Beras Indonesia Termahal di ASEAN, Mengapa Petani Tidak Menikmatinya?

26 September 2024   15:50 Diperbarui: 26 September 2024   15:53 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: serambinews.com

Di tengah krisis ekonomi global yang semakin kompleks, salah satu fakta yang mengejutkan adalah harga beras di Indonesia. Bank Dunia baru-baru ini merilis data yang menunjukkan bahwa harga beras di Indonesia adalah yang tertinggi di ASEAN. Ironisnya, meskipun harga beras di pasaran begitu mahal, para petani padi---orang-orang yang menanam dan memproduksi bahan pangan utama bangsa ini---tidak merasakan keuntungan sepadan. Harga beras di tingkat petani cenderung rendah, sementara konsumen harus merogoh kocek lebih dalam untuk kebutuhan pokok mereka. Apa yang sebenarnya terjadi?

Harga Beras di ASEAN: Fakta dan Perbandingan

Data dari Bank Dunia menunjukkan perbandingan harga beras di beberapa negara ASEAN, dan Indonesia memimpin sebagai negara dengan harga beras tertinggi. Berikut adalah beberapa perbandingan harga beras pada tahun 2023:

Indonesia: Rp12.000 - Rp14.000 per kilogram.

Thailand: Rp7.000 - Rp8.000 per kilogram.

Vietnam: Rp5.500 - Rp6.500 per kilogram.

Filipina: Rp7.500 - Rp9.000 per kilogram.

Malaysia: Rp6.000 - Rp7.500 per kilogram.

Sementara itu, di tingkat petani, harga gabah kering di Indonesia berkisar antara Rp4.000 hingga Rp5.500 per kilogram, jauh lebih rendah dibandingkan harga di pasaran. Bandingkan dengan Thailand, yang meskipun harga berasnya lebih murah, harga gabah di tingkat petani bisa mencapai Rp7.000 per kilogram. Hal ini menunjukkan adanya distorsi besar antara harga yang diterima petani dan harga yang dibayar oleh konsumen.

Distorsi Harga: Mengapa Petani Tidak Menikmatinya?

Ada beberapa faktor yang menyebabkan ketimpangan ini. Salah satunya adalah rantai distribusi yang terlalu panjang. Dari petani hingga beras mencapai konsumen akhir, ada banyak perantara, termasuk penggiling padi, pedagang besar, pedagang pasar, dan pengecer. Setiap mata rantai ini menambahkan biaya, baik dalam bentuk margin keuntungan maupun biaya operasional. Akibatnya, harga beras melonjak saat sampai di tangan konsumen, sementara harga di tingkat petani tetap rendah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun