Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kaesang Pakai Rompi "Putra Mulyono": Branding Cerdas ala Putra Jokowi

24 September 2024   18:50 Diperbarui: 24 September 2024   18:53 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Joko Widodo, kembali membuat gebrakan dengan cara yang tak terduga. Kali ini, dia memanfaatkan ejekan yang diarahkan pada keluarganya sebagai strategi branding yang cerdas. Sebuah rompi bertuliskan "Putra Mulyono" dipakai oleh Kaesang, merujuk pada lelucon yang menyebut Jokowi sebagai "Pak Mulyono"---sebuah olokan yang sering beredar di media sosial.

Bukannya tersinggung, Kaesang justru dengan santai dan penuh percaya diri menjadikan olokan itu sebagai bagian dari identitasnya. Di balik tindakan ini, ada pelajaran penting: ejekan yang dikelola dengan bijak bisa berbalik menjadi senjata yang justru memperkuat citra seseorang. Ya, putra-putra Jokowi ini memang tidak ada matinya!

Dari Olokan Jadi Branding

Kaesang dan kakaknya, Gibran Rakabuming, tampaknya telah menguasai seni membalik hinaan menjadi bahan yang menguntungkan. Sama seperti Kaesang yang merangkul julukan "Putra Mulyono," Gibran pun pernah melakukan hal serupa. Ingat ketika ia diejek dengan sebutan "asam sulfat" dan "belimbing sayur"? Alih-alih tersinggung, Gibran menjadikannya bagian dari branding. Bahkan wajahnya yang sering menjadi bahan candaan karena ekspresinya yang kaku, dengan lihai ia jadikan foto profil di akun TikTok-nya, menjadikan olokan sebagai strategi untuk mendekatkan diri dengan publik.

"Ini cerdas!" mungkin adalah respons yang paling pas untuk menggambarkan apa yang mereka lakukan. Ejekan yang awalnya berniat menjatuhkan justru menjadi senjata branding yang mereka gunakan dengan santai dan lucu. Tidak hanya cerdas, tindakan ini juga mengisyaratkan tingkat kedewasaan yang luar biasa.

Belajar dari Sang Ayah

Jelas terlihat bahwa Kaesang dan Gibran belajar dari sang ayah. Presiden Jokowi, selama bertahun-tahun menjabat sebagai pemimpin, kerap menjadi sasaran berbagai hinaan dan ejekan, mulai dari gaya bicara, penampilan, hingga kebijakan-kebijakan yang ia buat. Namun, Jokowi hampir tak pernah merespons ejekan tersebut secara frontal. Ia membiarkan kritik mengalir dan fokus bekerja. Sikap santai dan tenang Jokowi tampaknya diwariskan kepada anak-anaknya, yang bahkan melangkah lebih jauh dengan memanfaatkan ejekan sebagai alat promosi diri.

Kaesang dan Gibran seolah berkata: "Silakan ejek kami, kami akan menjadikannya sebagai bagian dari identitas kami!"

Keuntungan dari Branding Hinaan

Pertanyaannya, mengapa mereka memilih strategi ini? Apa keuntungan dari menjadikan hinaan sebagai branding?

Menghilangkan Stigma Negatif: Saat ejekan dijadikan bahan candaan dan identitas, makna negatif dari hinaan itu hilang. Mereka menguasai narasi, tidak membiarkan ejekan menjatuhkan mereka, melainkan memperkuat citra mereka sebagai figur yang tangguh dan santai.

Meningkatkan Popularitas: Ketika ejekan menjadi viral, itu menciptakan percakapan. Kaesang dan Gibran pintar memanfaatkan momen ini, menarik perhatian lebih banyak orang. Dalam dunia di mana media sosial menjadi medan pertempuran utama, semakin banyak perhatian berarti semakin kuat pengaruh.

Menciptakan Koneksi Emosional: Publik cenderung menyukai orang yang bisa menertawakan diri sendiri. Ini membuat Kaesang dan Gibran tampak lebih dekat, lebih manusiawi, dan lebih mudah diakses. Mereka tidak terpaku pada citra "serius" sebagai anak presiden, melainkan menunjukkan sisi humor dan keluwesan yang membuat mereka lebih disukai.

Mengurangi Beban Tekanan: Sebagai anak-anak presiden, mereka pasti menghadapi tekanan luar biasa. Dengan menjadikan ejekan sebagai lelucon dan bagian dari identitas mereka, Kaesang dan Gibran menurunkan ekspektasi dan tekanan publik. Mereka tidak mencoba menjadi sempurna; sebaliknya, mereka menunjukkan bahwa mereka adalah manusia biasa yang bisa menerima kekurangan dan menjadikannya kekuatan.

Bumerang bagi Para Pengejek

Yang menarik, strategi ini bukan hanya memberi keuntungan bagi Kaesang dan Gibran, tetapi juga menjadi bumerang bagi para pengejek mereka. Setiap hinaan yang dilemparkan malah dijadikan materi untuk membangun brand. Pada akhirnya, para pengejek kehilangan daya untuk mempengaruhi, sementara Kaesang dan Gibran semakin memperkuat citra mereka di mata publik.

Hidup para putra Jokowi! Mereka telah membuktikan bahwa di balik ejekan, ada peluang untuk bersinar lebih terang. Bukan dengan cara melawan atau menanggapi dengan marah, melainkan dengan cerdas membalikkan situasi dan membuat lelucon dari ejekan itu sendiri.

Inilah yang membedakan Kaesang dan Gibran. Mereka tidak hanya menjalankan peran sebagai putra presiden dengan serius, tetapi juga dengan gaya yang santai, penuh humor, dan pastinya cerdas. Dalam dunia yang penuh kritik dan cibiran, mereka menunjukkan bahwa terkadang, langkah terbaik adalah dengan tersenyum, mengenakan kaos bertuliskan "Putra Mulyono," dan melanjutkan langkah dengan percaya diri.

Ejekan tak lagi menyakitkan, malah jadi branding. Sungguh, ini bukan sekadar strategi. Ini adalah seni.***MG

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun