Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ada Skenario Pembusukan Jokowi dan Memecah Hubungan dengan Prabowo?

24 September 2024   14:11 Diperbarui: 26 September 2024   18:42 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gam: Tribunnews Kaltim 


Situasi politik Indonesia saat ini memang tampak stabil di permukaan, namun dinamika di bawah permukaan tak sepenuhnya damai. Dalam suasana transisi kekuasaan yang sedang berlangsung, ada upaya untuk mengadu domba dan merusak harmoni antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden terpilih Prabowo Subianto, dua tokoh penting yang menjadi kunci dalam menjaga kestabilan politik nasional. Bahkan, isu ini tidak hanya menargetkan Jokowi dan Prabowo, tetapi juga putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden terpilih.

Upaya ini sangat terlihat dengan munculnya berbagai narasi dan opini yang mengisyaratkan bahwa Prabowo telah meninggalkan Jokowi. Ada kelompok-kelompok yang dengan sengaja meniupkan isu perpecahan ini, dengan harapan dapat memecah hubungan yang harmonis antara dua tokoh yang pernah menjadi rival di pemilu presiden, namun kini bekerja sama dalam satu pemerintahan. Mereka yang menyebarkan narasi ini seolah-olah tidak puas dengan kenyataan bahwa dua tokoh dengan latar belakang politik berbeda bisa bersinergi.

Salah satu contoh nyata adalah ketika Prabowo beberapa kali disebut-sebut dalam opini publik seolah tidak lagi mendukung Jokowi, atau bahkan menjauhkan diri dari kebijakan-kebijakan pemerintah. Di berbagai forum dan media sosial, narasi seperti ini sering muncul, menciptakan kesan bahwa Prabowo, yang  menjadi Presiden berikut, telah mengambil jarak dari Jokowi demi kepentingan politiknya. 

Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan sebaliknya. Prabowo masih hadir dalam acara-acara kenegaraan dan menunjukkan dukungan dan terimakasih nya kepada Joko Widodo. Namun, narasi pembelahan ini terus disuarakan, dengan harapan dapat merusak kepercayaan antara kedua figur tersebut.

Selain itu, upaya untuk memecah belah hubungan antara Gibran dan Prabowo juga semakin terasa. Kasus akun Kaskus bernama "Fufufafa" adalah salah satu contohnya. Akun tersebut diduga menyebarkan isu-isu negatif yang secara implisit mengaitkan Gibran dengan tuduhan-tuduhan tidak mendasar, seperti upaya untuk menggagalkan pelantikan Gibran. 

Meskipun sangat tidak masuk akal bagi banyak orang yang sehat akalnya bahwa Gibran terlibat dalam hal semacam itu, isu receh ini nyatanya berhasil menjadi pembahasan nasional hingga diangkat di media mainstream dan acara televisi besar, seperti Indonesia Lawyer Club di TV One. Isu yang seharusnya dianggap lelucon ini justru menjadi sorotan publik, memperlihatkan betapa gencarnya upaya-upaya untuk menghancurkan citra politik Gibran di mata masyarakat luas.

Namun, ini bukan pertama kalinya Jokowi dan keluarganya menjadi sasaran pembusukan. Sejak awal masa kepresidenannya, Jokowi telah menjadi target dari berbagai upaya untuk merusak kredibilitas dan legitimasinya. Isu tentang ijazah palsu,  nama aslinya adalah "Mulyono" yang menjadi bahan olokan, hingga kontroversi mengenai jet pribadi yang digunakan Kaesang Pangarep, putranya, hanyalah sebagian kecil dari serangkaian serangan yang dilancarkan terhadap Jokowi.

Pertanyaannya, mengapa upaya-upaya pembusukan ini begitu kuat dan konsisten? Apa yang membuat Jokowi menjadi target serangan yang begitu gigih, bahkan setelah hampir satu dekade menjabat sebagai presiden?

Salah satu alasannya adalah transformasi politik yang berhasil diwujudkan oleh Jokowi. Sebagai presiden yang berasal dari luar lingkaran elite politik tradisional, Jokowi dinilai oleh banyak pihak sebagai ancaman terhadap status quo. Reformasi birokrasi, kebijakan pembangunan infrastruktur besar-besaran, hingga pendekatan populis yang diterapkannya, membuat Jokowi populer di kalangan masyarakat biasa, tetapi sekaligus membuatnya dibenci oleh sebagian elite politik dan kelompok kepentingan yang merasa terancam.

Dalam transisi menuju pemerintahan baru, kelompok-kelompok yang pernah mendukung Jokowi kini berbalik menjadi lawannya. Menariknya, para pengkritik baru ini adalah mereka yang dulu mendukungnya, namun kini menjadi pembenci paling keras. Hal ini kerap dijumpai di dunia politik, di mana pendukung yang merasa kecewa cenderung menjadi oposisi yang paling lantang. Dalam konteks Jokowi, kelompok-kelompok ini merasa bahwa ekspektasi mereka tidak terpenuhi, dan kini mereka bahkan lebih semangat dalam menyerang Jokowi dibandingkan dengan para pengkritik aslinya.

Lalu, bagaimana kita, sebagai masyarakat, seharusnya bersikap dalam menghadapi situasi ini?

Pertama, penting bagi kita untuk tidak terjebak dalam permainan opini dan narasi yang menyesatkan. Ketika isu-isu politik mulai dipenuhi oleh tuduhan-tuduhan tak berdasar, kita perlu lebih kritis dalam menelaah informasi. Bukan hanya menerima informasi mentah-mentah dari media sosial atau sumber yang tidak jelas, tetapi juga melakukan pengecekan fakta dan mempertimbangkan konteks yang lebih luas. Misalnya, dalam kasus Gibran dengan akun Kaskus "Fufufafa," kita perlu menilai apakah masuk akal seorang figur publik sebesar Gibran terlibat dalam skandal semacam itu, dan mengapa isu yang seharusnya dianggap remeh bisa menjadi besar.

Kedua, masa transisi ini adalah masa yang rawan bagi stabilitas politik. Di satu sisi, kita harus tetap waspada terhadap upaya-upaya yang berpotensi memecah belah bangsa. Di sisi lain, kita perlu mendukung proses transisi dengan tetap menjaga harmoni politik dan tidak terprovokasi oleh isu-isu yang tidak berdasar. Dalam politik, perbedaan pandangan adalah hal yang wajar, tetapi jangan sampai perbedaan ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang ingin merusak persatuan nasional.

Terakhir, kita perlu mendukung pemerintahan dan figur-figur politik yang berkomitmen terhadap kepentingan rakyat. Jika kita terus terpecah oleh isu-isu yang dibuat oleh mereka yang memiliki agenda terselubung, maka yang dirugikan adalah masyarakat luas. Masa depan Indonesia yang lebih baik hanya bisa terwujud jika kita bersama-sama mendukung proses politik yang sehat, transparan, dan berkeadilan.

Dengan begitu, Indonesia bisa melalui masa transisi ini dengan damai, dan kita semua dapat berkontribusi pada kelangsungan stabilitas politik yang menjadi fondasi penting bagi kemajuan bangsa.***MG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun