2. Karet: Harga karet mentah per kilogram hanya sekitar $1-$2. Setelah diolah menjadi ban atau produk berbasis karet lainnya, harganya bisa mencapai puluhan hingga ratusan dolar per kilogram, tergantung pada jenis produk yang dihasilkan.
3. Kelapa Sawit: Harga minyak kelapa sawit mentah (CPO) per ton berkisar antara $500-$700. Namun setelah diolah menjadi biodiesel atau produk turunan lainnya seperti kosmetik dan makanan, nilainya bisa mencapai ribuan dolar per ton.
4. Tembaga: Harga tembaga mentah per ton sekitar $8,000-$9,000. Namun setelah diolah menjadi kabel listrik atau komponen elektronik, nilainya bisa meningkat berkali-kali lipat, terutama di tengah tingginya permintaan akan teknologi dan energi terbarukan.
Dengan hilirisasi, Indonesia memiliki potensi untuk mengubah bahan mentah menjadi produk jadi, sehingga menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan negara, dan mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah.
Tantangan Global: Tekanan dari Negara-Negara Penikmat SDA
Meski demikian, upaya hilirisasi ini tidak datang tanpa hambatan. Negara-negara maju yang selama ini menikmati keuntungan dari bahan mentah Indonesia tentu tidak tinggal diam. Mereka mengajukan gugatan di pengadilan internasional, memprotes kebijakan Indonesia yang mulai membatasi ekspor bahan mentah untuk mendukung hilirisasi. Salah satu contohnya adalah Uni Eropa yang menggugat Indonesia ke WTO terkait kebijakan larangan ekspor bijih nikel.
Namun, Presiden Jokowi tidak gentar. Meskipun ada tekanan dari luar, ia tetap pada pendiriannya bahwa hilirisasi adalah jalan terbaik bagi Indonesia untuk keluar dari ketergantungan pada negara asing dan meningkatkan daya saing global.
"Kita mungkin kalah di meja hijau, tapi kita tidak akan pernah kalah dalam semangat untuk mengubah Indonesia menjadi negara industri yang kuat," demikian sering kali Jokowi menegaskan. Bagi Jokowi, hilirisasi adalah sebuah langkah strategis yang harus diambil untuk mewujudkan mimpi besar Indonesia sebagai negara industri yang mandiri dan kaya.
Tantangan dari Dalam Negeri
Anehnya, tantangan terhadap hilirisasi tidak hanya datang dari luar negeri. Di dalam negeri sendiri, ada kelompok-kelompok yang skeptis terhadap upaya ini. Mereka menganggap bahwa hilirisasi hanya akan meningkatkan biaya produksi dan mempersulit ekonomi nasional. Beberapa bahkan menuding bahwa langkah Jokowi ini terlalu ambisius dan berisiko tinggi.
Namun, Jokowi tetap teguh pada keyakinannya. Bagi dia, tantangan ini adalah bagian dari perjalanan besar yang harus dihadapi jika Indonesia ingin keluar dari bayang-bayang kutukan sumber daya alam. Ia tidak peduli dengan berbagai kritik yang menyebutnya "planga-plongo" atau tidak tegas. Yang penting bagi Jokowi adalah hasil jangka panjang yang bisa diraih dari kebijakan ini.