Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mahalnya Harga Tiket Pesawat: Avtur Jadi Kambing Hitam

20 September 2024   11:35 Diperbarui: 20 September 2024   11:59 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: RRI.Co.id

Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat Indonesia merasakan dampak signifikan dari kenaikan harga tiket pesawat yang melonjak. Perjalanan udara yang sebelumnya dapat dinikmati dengan biaya terjangkau kini kembali menjadi pilihan yang hanya dapat diakses oleh sebagian kalangan. 

Mahalnya tiket pesawat telah menjadi isu yang kompleks, dengan berbagai faktor yang saling memengaruhi. Namun, dua alasan utama sering kali mencuat dalam diskusi publik: dugaan kartel maskapai penerbangan dan harga avtur yang dianggap sebagai biang kerok.Pertanyaannya, benarkah dua alasan tersebut yang menjadi penyebab utama harga tiket yang mahal? Atau ada faktor lain yang bersembunyi di balik layar?

Dugaan Kartel Maskapai: Sebuah Fenomena yang Kasat Mata

Kartel adalah praktik di mana beberapa pelaku usaha melakukan kesepakatan secara tertutup untuk menetapkan harga atau membatasi persaingan demi keuntungan bersama. 

Dalam industri penerbangan Indonesia, isu ini sudah lama menjadi pembicaraan. Ada kecurigaan kuat bahwa para maskapai saling bekerja sama dalam menentukan harga tiket, sehingga konsumen tidak memiliki pilihan untuk mendapatkan harga yang lebih rendah.

Kecurigaan ini semakin diperkuat dengan perbandingan harga tiket domestik dan internasional. Ironisnya, tiket pesawat untuk penerbangan ke luar negeri sering kali lebih murah daripada penerbangan dalam negeri, meskipun jaraknya bisa lebih jauh. 

Misalnya, penerbangan Jakarta ke Singapura atau Kuala Lumpur sering kali lebih terjangkau daripada penerbangan dari Jakarta ke Medan atau Denpasar. Apakah ini sebuah kebetulan? Ataukah ini indikasi adanya kongkalikong di balik harga tiket pesawat dalam negeri?

Sayangnya, meski dugaan ini cukup mencolok, pembuktian kartel dalam industri penerbangan tidaklah mudah. Industri ini memiliki banyak variabel kompleks, termasuk regulasi, persaingan, hingga kondisi pasar yang sulit diprediksi. Namun, fakta bahwa harga tiket domestik tidak kunjung turun meski ada berbagai langkah pemerintah dan laporan dari konsumen, menambah kecurigaan adanya praktik monopoli terselubung.

Avtur Jadi Kambing Hitam?

Selain isu kartel, harga avtur---bahan bakar pesawat---sering kali disebut sebagai penyebab utama mahalnya tiket pesawat. Avtur adalah komponen biaya terbesar dalam operasional maskapai, mencapai sekitar 30%-40% dari total biaya penerbangan. Di Indonesia, avtur dipasok oleh Pertamina dan harganya kerap dianggap lebih mahal dibandingkan harga avtur di negara tetangga.

Namun, apakah benar avtur di Indonesia lebih mahal? Mari kita bandingkan. Menurut data, harga avtur di beberapa negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia terkadang bahkan lebih tinggi daripada di Indonesia. Misalnya, harga avtur di Singapura pernah tercatat lebih tinggi sekitar 5%-10% dibandingkan harga di Indonesia. Lalu, jika harga avtur bukan penyebab utama, mengapa tiket pesawat domestik tetap lebih mahal?

Tudingan bahwa avtur menjadi penyebab mahalnya tiket pesawat tampaknya lebih seperti upaya mengalihkan perhatian dari masalah sebenarnya, yakni dugaan praktik kartel. Jika harga avtur di negara tetangga lebih mahal, namun tiket pesawat mereka lebih murah, maka dugaan adanya permainan harga di dalam negeri semakin kuat.

Pemerintah: Diam di Tempat atau Terjebak?

Pertanyaan yang mengemuka kemudian adalah, mengapa pemerintah tampak berpangku tangan dalam mengatasi masalah ini? Apakah regulasi yang ada tidak cukup kuat untuk membongkar praktik kartel yang diduga terjadi?

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat seharusnya menjadi dasar hukum yang kuat untuk menindak praktik kartel. Namun, penerapannya dalam industri penerbangan tampaknya belum optimal. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebenarnya sudah beberapa kali menginvestigasi dugaan kartel dalam industri penerbangan, namun hasilnya sering kali tidak membuahkan sanksi tegas. Apakah karena tekanan politik, sulitnya pembuktian, atau adanya kepentingan lain di balik layar?

Di sisi lain, pemerintah berupaya mengatasi masalah avtur dengan membuka peluang bagi pihak swasta untuk menjual avtur. Langkah ini diharapkan dapat memutus monopoli Pertamina dan menciptakan persaingan yang sehat dalam penentuan harga avtur. Namun, apakah ini benar solusi jangka panjang atau hanya pengalihan dari masalah sebenarnya?

Jika kartel memang ada, maka membuka penjualan avtur bagi pihak swasta mungkin hanya menjadi solusi tambal sulam. Masalah pokok, yakni dugaan monopoli dalam industri penerbangan, masih tetap ada.

Langkah Pemerintah: Solusi Permanen atau Sekadar Retorika?

Untuk mengatasi masalah mahalnya tiket pesawat dan dugaan kartel, pemerintah perlu mengambil langkah lebih tegas dan komprehensif. Pertama, penegakan UU No. 5 Tahun 1999 harus diperkuat, dengan investigasi mendalam dari KPPU mengenai dugaan kartel. Jika terbukti, sanksi tegas harus dijatuhkan untuk memberikan efek jera bagi pelaku.

Kedua, transparansi dalam penentuan harga tiket pesawat dan harga avtur perlu ditingkatkan. Konsumen berhak mengetahui komponen-komponen harga tiket yang mereka bayar, sehingga mereka dapat menilai apakah harga tersebut wajar atau tidak.

Ketiga, pemerintah perlu mendorong persaingan sehat dalam industri penerbangan, termasuk dengan membuka peluang bagi maskapai-maskapai baru untuk masuk ke pasar. Meningkatkan jumlah pemain dalam industri ini akan menciptakan persaingan yang lebih sehat dan mengurangi risiko terjadinya kartel.

Keempat, kebijakan swasta dalam penjualan avtur perlu diawasi secara ketat agar tidak menimbulkan monopoli baru di tangan pemain lain. Harga avtur harus tetap kompetitif dan tidak merugikan konsumen atau maskapai. 

Arah Perubahan yang Ditunggu

Mahalnya tiket pesawat di Indonesia bukanlah masalah yang muncul tiba-tiba. Ada faktor-faktor kompleks yang saling berinteraksi, mulai dari dugaan kartel maskapai, harga avtur, hingga kebijakan pemerintah yang belum sepenuhnya efektif. 

Namun, yang jelas, konsumen tidak boleh terus-menerus menjadi korban dari praktik-praktik yang merugikan. Pemerintah, sebagai pengawas utama pasar, harus mengambil peran lebih aktif dan tegas dalam memastikan persaingan yang sehat, baik dalam penjualan tiket pesawat maupun avtur.

Kita semua berharap adanya perubahan yang signifikan dalam industri penerbangan Indonesia. Dengan langkah-langkah yang tepat, perjalanan udara dapat kembali menjadi pilihan terjangkau bagi masyarakat luas, tanpa harus terbebani oleh harga yang terlalu tinggi. Jika pemerintah dan para pelaku industri mampu menciptakan ekosistem yang lebih transparan dan kompetitif, maka harapan untuk menikmati tiket murah bisa kembali menjadi kenyataan.**"MG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun