Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Kecolongan Data Pribadi Lagi, Mengapa Terus Terjadi?

19 September 2024   22:36 Diperbarui: 20 September 2024   17:29 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Data kependudukan. (Sumber: SHUTTERSTOCK/Yudha Satia via kompas.com)

Baru-baru ini, Indonesia kembali dihebohkan dengan kabar kebocoran data pribadi dalam jumlah yang sangat besar. Sebanyak 6 juta data Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bocor dan dijual di pasar gelap. 

Lebih mengejutkan lagi, data yang bocor tidak hanya milik warga biasa, tetapi juga termasuk data pribadi Presiden beserta keluarganya, serta Menteri Keuangan. 

Berita ini menyita perhatian publik dan menimbulkan keresahan besar, khususnya mengenai perlindungan data pribadi di Indonesia.Mengapa Hal Ini Terus Terjadi?

Kasus kebocoran data pribadi bukanlah hal baru di Indonesia. Beberapa tahun terakhir, kita sudah terlalu sering mendengar kebocoran data dari berbagai lembaga, baik pemerintah maupun swasta. 

Mulai dari data pelanggan layanan telekomunikasi hingga data peserta BPJS Kesehatan. Ada pola yang mengkhawatirkan di sini: mengapa kebocoran data ini terus berulang?

Ada beberapa alasan yang mungkin dapat menjelaskan fenomena ini. Pertama, kurangnya kesadaran dan prioritas dari instansi terkait terhadap pentingnya perlindungan data pribadi. 

Meski Indonesia telah memiliki Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang baru disahkan pada 2022, pelaksanaannya tampak masih lemah. 

Seolah-olah ada sikap "masa bodoh" terhadap keamanan data, di mana lembaga-lembaga yang seharusnya bertanggung jawab kurang serius dalam menerapkan kebijakan keamanan yang memadai.

Kedua, infrastruktur teknologi dan keamanan siber yang masih lemah. Di era digital saat ini, keamanan siber seharusnya menjadi prioritas utama bagi setiap instansi yang mengelola data pribadi. 

Namun kenyataannya, banyak lembaga di Indonesia yang masih menggunakan sistem teknologi yang usang dan rentan terhadap serangan siber. 

Bahkan ketika insiden kebocoran terjadi, respons yang diberikan seringkali lambat dan tidak cukup untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang.

Ketiga, ada kemungkinan keterlibatan orang dalam. Tidak bisa diabaikan bahwa dalam beberapa kasus, kebocoran data bisa jadi disebabkan oleh pihak internal yang terlibat dalam transaksi jual beli data di pasar gelap. 

Hal ini menambah kompleksitas masalah, karena bukan hanya sistem keamanan yang lemah, tetapi juga adanya oknum yang dengan sengaja memanfaatkan situasi demi keuntungan pribadi.

Bahaya dari Kebocoran Data Pribadi

Kebocoran data pribadi membawa risiko yang sangat serius, baik bagi individu maupun negara. Data yang bocor dapat digunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk berbagai kejahatan, seperti pencurian identitas, penipuan, hingga pemerasan. 

Untuk individu, hal ini dapat merusak reputasi dan menyebabkan kerugian finansial yang signifikan. Bayangkan saja, data NPWP yang bocor dapat disalahgunakan untuk mengakses informasi keuangan seseorang atau digunakan untuk mendaftarkan layanan tanpa sepengetahuan pemilik data.

Lebih jauh lagi, ketika data milik pejabat tinggi negara, seperti Presiden dan Menteri Keuangan, ikut bocor, dampaknya bisa mengancam keamanan nasional. 

Data-data ini bisa digunakan untuk kejahatan yang lebih besar, termasuk serangan siber yang menargetkan infrastruktur penting negara.

Mengapa Harus Ada Tindakan Tegas?

Ketika kasus kebocoran data terus berulang, tidak cukup hanya meminta maaf. Sebagai warga negara, kita berhak menuntut tindakan lebih dari sekadar pernyataan permintaan maaf. 

sumber gambar: CNNindonesia.
sumber gambar: CNNindonesia.

Ada semacam keteledoran sistemik yang harus segera diperbaiki. Instansi pemerintah yang bertanggung jawab atas pengelolaan data pribadi, seperti Direktorat Jenderal Pajak dalam kasus ini, harus bertanggung jawab penuh.

Perlu ada sanksi tegas, baik secara perdata maupun pidana. Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang baru disahkan seharusnya bisa diterapkan dengan ketat, termasuk sanksi bagi pihak-pihak yang lalai dalam melindungi data pribadi warga. 

Selain itu, jika terbukti ada keterlibatan orang dalam, mereka harus diberi hukuman yang setimpal, karena kebocoran data bukan sekadar kecelakaan, tetapi bisa menjadi tindakan yang disengaja demi keuntungan pribadi.

Apa yang Harus Dilakukan agar Tidak Terus Berulang?

Ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk mencegah kebocoran data pribadi terus terjadi di masa depan:

1. Peningkatan Infrastruktur dan Keamanan Siber: Pemerintah harus serius dalam memperkuat infrastruktur teknologi dan keamanan siber di setiap instansi. 

Penggunaan teknologi yang lebih canggih, seperti enkripsi data, firewall yang kuat, dan pengawasan jaringan secara real-time, harus menjadi standar di semua lembaga yang mengelola data pribadi.

2. Audit dan Penegakan Hukum yang Ketat: Setiap instansi yang bertanggung jawab atas pengelolaan data pribadi harus menjalani audit rutin untuk memastikan mereka memenuhi standar keamanan yang ketat. 

Jika ditemukan pelanggaran atau kelalaian, sanksi tegas harus segera diterapkan, baik berupa denda besar, penjara bagi yang terlibat, maupun pencabutan izin operasional.

3. Edukasi dan Kesadaran Publik: Masyarakat juga harus diedukasi tentang pentingnya menjaga data pribadi. Sebagai pengguna layanan digital, kita harus lebih berhati-hati dalam membagikan informasi pribadi secara online dan memahami hak-hak kita terkait perlindungan data.

4. Kerja Sama Internasional: Mengingat kebocoran data sering kali melibatkan jaringan internasional, kerja sama antara pemerintah Indonesia dengan negara lain dalam penegakan hukum siber perlu diperkuat. 

Pasar gelap yang mana data pribadi diperjualbelikan sering kali beroperasi secara global, sehingga memerlukan kolaborasi lintas negara untuk memberantasnya.

Kebocoran data pribadi yang terus berulang, termasuk data sensitif milik Presiden dan pejabat tinggi lainnya, menunjukkan adanya keteledoran serius di tingkat pemerintah. 

Ini bukan sekadar masalah teknis, tetapi sudah menjadi ancaman nyata bagi keamanan nasional dan hak privasi warga negara. 

Kita, sebagai masyarakat, berhak menuntut perlindungan yang lebih baik dan memastikan ada tindakan tegas terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab. 

Keamanan data pribadi adalah hak fundamental setiap warga negara, dan pemerintah harus menjadikannya prioritas utama.***MG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun