Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pilkada: Bukan Bingung Memilih, tapi Bingung Tidak Ada yang Pantas Dipilih

15 September 2024   11:19 Diperbarui: 15 September 2024   11:44 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: liputan6.com


Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan momen penting dalam demokrasi Indonesia. Sebagai warga negara, kita diberi kesempatan untuk memilih pemimpin yang akan mengelola daerah kita selama lima tahun ke depan. Namun, ada masalah yang terus berulang dari Pilkada ke Pilkada: kebingungan dalam memilih. Bukan hanya karena banyaknya kandidat, tetapi lebih karena sulitnya menemukan calon yang benar-benar pantas dipilih. Banyak pemilih merasa semua kandidat tidak layak, dan ini menjadi dilema yang sangat mengganggu. Mengapa ini bisa terjadi? Apa yang membuat kita merasa tidak ada pilihan yang benar-benar baik?

Politik Uang dan “Membeli Perahu”

Salah satu alasan utama sulitnya menemukan kandidat yang layak di Pilkada adalah peran partai politik dalam menentukan siapa yang berhak maju sebagai calon. Dalam sistem politik kita, calon kepala daerah harus mendapat dukungan dari partai politik atau gabungan partai, yang sering kali dikenal sebagai “perahu”. Namun, proses mendapatkan perahu ini tidak selalu berdasarkan kualitas atau rekam jejak seorang kandidat. Banyak calon terpaksa "membayar perahu" kepada partai politik demi bisa maju.

Hal ini menyebabkan kandidat yang memiliki integritas, visi yang jelas, dan rekam jejak yang baik sering kali tersingkir oleh mereka yang memiliki kemampuan finansial lebih besar. Uang menjadi faktor utama yang memuluskan jalan seorang calon, dan akibatnya kita sering kali mendapatkan pemimpin yang lebih fokus pada cara-cara untuk balik modal setelah terpilih daripada mengabdi kepada rakyat.

Popularitas di Atas Kompetensi

Fenomena lain yang tak kalah memprihatinkan adalah meningkatnya jumlah selebriti yang dicalonkan dalam Pilkada. Selebriti seperti artis, atlet, atau tokoh media sosial sering kali dipilih bukan karena rekam jejak mereka dalam memimpin atau berkontribusi dalam pemerintahan, tetapi semata-mata karena popularitas mereka di masyarakat.

Tentu saja, ada beberapa artis atau selebriti yang mampu menjalankan tugas dengan baik, tetapi popularitas bukanlah jaminan kompetensi. Ketika partai politik lebih memilih kandidat yang terkenal daripada yang berprestasi, kita sebagai pemilih menjadi korban. Kita dihadapkan pada pilihan yang tidak mencerminkan kebutuhan kita sebagai masyarakat. Apakah benar kita bisa berharap banyak dari seorang calon yang hanya bermodalkan ketenaran, tapi minim pengalaman dalam mengelola pemerintahan?

Apa yang Bisa Dilakukan Pemilih?

Memilih pemimpin yang berkualitas memang mudah jika ada kandidat yang layak. Tetapi, bagaimana jika semua pilihan tampak tidak memuaskan? Ini seperti memilih makanan di atas meja yang beragam, tetapi tidak ada satu pun yang sesuai selera.

Untuk mengatasi situasi ini, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan sebagai pemilih:

Mengenali Rekam Jejak Kandidat: Sering kali, kita bingung memilih karena tidak cukup mengenal para kandidat. Oleh karena itu, kita perlu lebih aktif mencari informasi tentang rekam jejak, visi, dan misi mereka. Jangan hanya bergantung pada kampanye atau iklan politik, tetapi coba cari tahu lebih dalam. Bagaimana prestasi mereka di masa lalu? Apakah mereka memiliki visi yang realistis dan relevan dengan kebutuhan daerah?

Menuntut Transparansi dari Partai Politik: Partai politik seharusnya menjadi jembatan antara masyarakat dan calon pemimpin. Namun, jika partai hanya mencari keuntungan jangka pendek dan menjual perahu kepada mereka yang mampu membayar, kita harus mulai menuntut transparansi. Pemilih berhak mengetahui bagaimana proses seleksi calon berlangsung dan apa kriteria yang digunakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun