Rocky Gerung Vs Pendukung Timnas: Logika Vs Cinta?

Kasus ini jelas menunjukkan bahwa logika dan cinta berada di jalur yang berbeda. Cinta, seperti yang dialami oleh para penggemar Timnas Indonesia, tidak bisa diukur atau dinilai hanya dengan logika. Cinta memiliki dinamika dan alur emosional tersendiri yang terkadang tak bisa dipahami dengan kerangka berpikir yang ketat dan rasional. Penggemar sepak bola Indonesia bukanlah pecinta palsu hanya karena ada pemain naturalisasi di Timnas. Justru, cinta mereka terwujud dalam dukungan tanpa syarat yang mereka berikan, apa pun komposisi pemain yang membela negara mereka.

Jika kita kembali pada pernyataan Rocky, jelas terlihat bahwa menggunakan logika untuk menilai cinta, kebanggaan, dan identitas nasional adalah kesalahan. Ada hal-hal yang melampaui batasan logika, dan cinta pada Timnas adalah salah satunya. Ini adalah contoh yang sempurna di mana Rocky Gerung, yang sering mengklaim dirinya sebagai pembela logika, ternyata bisa menjadi irasional ketika ia mencoba menilai sesuatu yang melampaui alat-alat yang ia kuasai.

Sebagai penutup, cinta kepada Timnas bukanlah cinta yang bisa diukur dengan logika murni. Cinta, khususnya cinta terhadap negara dan simbol-simbol kebanggaan nasional, memiliki dimensi yang kompleks, melibatkan emosi, rasa memiliki, dan kebanggaan. Rocky Gerung mungkin salah alat dalam penilaiannya kali ini, tetapi hal ini justru mengingatkan kita semua bahwa cinta dan logika tidak selalu bisa berjalan seiring. Cinta, dalam bentuk apa pun, sering kali tidak bisa didekati dengan logika.***MG