Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Bola

Rocky Gerung Vs Pendukung Timnas: Logika Vs Cinta?

15 September 2024   09:16 Diperbarui: 15 September 2024   09:38 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: terkini.id

Saat ini, sebuah polemik tengah berkembang antara Rocky Gerung, seorang tokoh publik yang dikenal sebagai ahli filsafat dan logika, dengan para pendukung fanatik Timnas Indonesia. Di tengah euforia kemenangan dan kebanggaan para penggemar sepak bola terhadap Timnas, Rocky membuat pernyataan yang menghebohkan. Ia menyebut bahwa dukungan para penggemar terhadap Timnas adalah dukungan palsu karena banyaknya pemain naturalisasi dalam skuad Timnas Indonesia. Pernyataan ini sontak memicu kemarahan para penggemar yang merasa cinta mereka pada Timnas dipertanyakan dan direndahkan.

Di Mana Kesalahan Rocky Gerung?

Rocky Gerung selalu membranding dirinya sebagai pembela akal sehat dan logika. Namun, dalam konteks cinta terhadap Timnas, apakah logika adalah alat yang tepat untuk menilai? Di sinilah letak kekeliruan mendasar Rocky. Logika adalah alat yang kuat untuk menganalisis fakta dan argumen, tetapi ketika diterapkan pada fenomena emosional seperti cinta, logika tidak selalu memadai. Cinta, dalam banyak hal, memiliki logika tersendiri yang tidak bisa didekati dengan metode rasional biasa. Ini bukan soal akal sehat atau tidak, melainkan tentang bagaimana perasaan bekerja dalam sebuah konteks emosional dan kebanggaan.

Pernyataan Rocky bahwa dukungan penggemar terhadap Timnas adalah palsu karena pemainnya naturalisasi jelas menunjukkan bahwa ia menggunakan "alat" yang salah untuk menilai cinta dan kebanggaan penggemar bola. Cinta kepada Timnas adalah ekspresi kebanggaan nasional yang tidak hanya terbatas pada siapa yang bermain di dalam tim, tetapi juga pada simbol-simbol yang tim tersebut wakili.

Apakah Pemain Naturalisasi Adalah Pemain Palsu?

Salah satu inti dari pernyataan Rocky adalah anggapannya bahwa pemain naturalisasi bukanlah representasi asli dari Indonesia. Namun, jika kita teliti lebih lanjut, naturalisasi adalah proses resmi dan sah yang diakui oleh FIFA, badan sepak bola dunia. Pemain naturalisasi adalah mereka yang telah mendapatkan kewarganegaraan Indonesia melalui proses yang sah, dan mereka memiliki hak yang sama untuk membela Timnas Indonesia. Banyak negara lain juga menerapkan strategi yang sama, seperti Prancis, Jerman, dan Spanyol, yang kerap merekrut pemain keturunan atau yang telah dinaturalisasi.

Sebagai contoh, Timnas Prancis di Piala Dunia 2018 diperkuat oleh banyak pemain yang memiliki latar belakang imigran, namun mereka tetap diterima dengan penuh kebanggaan oleh para penggemarnya. Hal ini membuktikan bahwa naturalisasi bukanlah tindakan "palsu," melainkan strategi yang sah untuk memperkuat tim nasional suatu negara. Di Indonesia, langkah ini dianggap sebagai inovasi Ketua PSSI saat ini, yang bertujuan untuk mempercepat peningkatan kualitas sepak bola nasional dengan merekrut pemain berbakat yang masih memiliki ikatan darah atau yang siap menjadi bagian dari bangsa ini.

Logika yang Salah Kaprah

Dengan menyebut dukungan penggemar sebagai dukungan palsu, Rocky Gerung mengabaikan dimensi emosional dan identitas nasional yang melekat dalam kecintaan kepada Timnas. Penggemar sepak bola mendukung Timnas bukan hanya karena siapa yang bermain di atas lapangan, tetapi karena Timnas adalah simbol kebanggaan nasional. Kritik Rocky juga menuding bahwa kecintaan penggemar adalah cinta yang tak murni, tanpa mempertimbangkan bahwa cinta terhadap sebuah tim sering kali tidak terikat pada logika personalia tim, melainkan pada nilai dan makna yang diwakili oleh tim tersebut.

Kesalahan Rocky terletak pada penerapannya yang kaku terhadap logika dalam konteks yang tidak semestinya. Ini bukan pertama kalinya ia terjebak dalam logika yang keliru. Sebagai contoh, dalam berbagai diskusi politik, Rocky sering menggunakan logika formal untuk mengkritik tokoh atau kebijakan, namun melupakan aspek sosiologis, psikologis, dan emosional yang turut membentuk realitas sosial.

Logika vs Cinta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun