Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dugaan Korupsi di Penghujung Jabatan Menteri: Sebuah Cerminan Suram, Harapan Baru di Depan Mata

14 September 2024   09:23 Diperbarui: 14 September 2024   09:27 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Korupsi kembali mengguncang panggung politik Indonesia. Kali ini, sorotan tertuju pada Abdul Halim Iskandar, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), yang sekaligus kakak dari politisi besar Muhaimin Iskandar (Cak Imin). 

Belum lama ini, tepatnya pada Rabu (11/9/2024), Abdul Halim berpamitan dari jabatannya setelah rumahnya digeledah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Momen ini semakin pahit karena terjadi hanya beberapa saat setelah ia meresmikan PT Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Artha Desa di Kabupaten Malang.Kasus ini menambah daftar panjang kementerian dalam Kabinet Indonesia Maju (KIM) yang terjerat skandal korupsi.

Sebelumnya, kementerian penting lain seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Kelautan, Kementerian Agama, hingga Kementerian Sosial, juga tersandung kasus serupa. 

Ironisnya, kementerian-kementerian ini memainkan peran vital dalam menjalankan program-program unggulan pemerintahan Presiden Jokowi. 

Dampak dari skandal ini jelas mencederai reputasi kabinet serta memunculkan pertanyaan besar terkait peran dan integritas partai politik dalam mengisi pos-pos strategis di pemerintahan.

Kecewanya Jokowi: Korupsi dalam Kementerian-Kementerian Andalan

Jokowi, yang dikenal dengan dedikasi kuat untuk membangun Indonesia melalui berbagai program pro-rakyat, jelas menghadapi kekecewaan besar. Bagaimana tidak? Kementerian-kementerian yang diandalkan untuk merealisasikan visi besarnya justru terguncang oleh skandal yang menghancurkan kredibilitas pemerintahannya. Kementerian Pertanian, misalnya, memegang kunci dalam mewujudkan kedaulatan pangan. Begitu juga Kementerian Sosial yang menjadi ujung tombak dalam program kesejahteraan sosial. Kementerian Desa, yang dipimpin oleh Abdul Halim, adalah salah satu pilar dalam upaya membangun daerah-daerah tertinggal.

Kasus korupsi di kementerian-kementerian strategis ini tentu menimbulkan kegelisahan mendalam. Ada dugaan bahwa penempatan menteri dari kader partai politik tertentu dalam posisi-posisi penting ini berkaitan erat dengan agenda-agenda politik, yang pada akhirnya membuka celah bagi praktik korupsi. Meskipun tidak ada bukti pasti yang menunjukkan keterkaitan langsung antara status kader partai dan korupsi, realitas ini memunculkan pertanyaan tentang pengawasan dan integritas.

Hubungan Antara Kader Partai dan Kementerian Strategis: Kebetulan atau Pola?

Tampaknya, kementerian-kementerian strategis dan yang mengelola sumber daya alam sering kali menjadi incaran partai politik untuk ditempati oleh menteri dari kader mereka. Alasan utama, tentu saja, berkaitan dengan besarnya pengaruh dan akses yang dimiliki kementerian-kementerian ini terhadap kebijakan, anggaran, dan program-program yang bernilai triliunan rupiah. Namun, apakah hanya itu? Apakah kepentingan politik semata yang mendasari penempatan menteri di pos-pos strategis ini, atau ada faktor lain yang lebih mendalam, seperti kurangnya pengawasan yang kuat atau lemahnya komitmen terhadap integritas?

Korupsi di level kementerian jelas menunjukkan bahwa profesionalisme saja tidak cukup untuk mencegah praktik-praktik yang merugikan negara ini. Banyak di antara para menteri yang memiliki latar belakang profesional, tetapi masih terjerat kasus korupsi. Ini menunjukkan bahwa integritas dan komitmen untuk memberantas korupsi adalah hal yang tak bisa ditawar lagi.

Harapan Baru: Zanken Kabinet dan Prabowo-Gibran

Namun, di tengah kekecewaan ini, ada secercah harapan baru. Pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming, yang akan segera mengambil alih, tengah menggodok komposisi kabinet baru. Prabowo bertekad untuk membentuk "Zanken Kabinet," yang artinya kabinet yang diisi oleh orang-orang profesional, berdedikasi, dan---yang paling penting---bebas dari korupsi. Konsep ini memberikan harapan bagi publik bahwa ke depan, korupsi di level pemerintahan bisa diminimalisir jika tidak bisa sepenuhnya dihapuskan.

Namun, pembentukan kabinet yang berisi profesional saja tidak cukup. Sejarah telah menunjukkan bahwa meski menteri-menteri yang dipilih memiliki kompetensi dan rekam jejak yang baik, masih ada kemungkinan mereka terjerat kasus korupsi. Oleh karena itu, integritas dan komitmen untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas harus menjadi kriteria utama dalam pemilihan para menteri. Kabinet Prabowo-Gibran diharapkan dapat belajar dari pengalaman kabinet-kabinet sebelumnya, di mana banyak sekali program strategis yang hancur karena ulah para oknum korup.

Apakah ini mungkin? Tentu saja! Indonesia tidak kekurangan individu-individu yang berintegritas, anti-korupsi, dan memiliki kompetensi luar biasa. Tantangannya adalah bagaimana memastikan bahwa mereka yang diangkat ke posisi penting benar-benar memiliki komitmen untuk bekerja demi kepentingan rakyat, bukan untuk memperkaya diri sendiri atau kelompok tertentu.

Refleksi dan Pelajaran dari Kasus Abdul Halim Iskandar

Kasus Abdul Halim Iskandar bukanlah yang pertama, dan mungkin bukan yang terakhir, dalam daftar panjang dugaan korupsi di pemerintahan. Namun, setiap kasus korupsi selalu memberikan pelajaran penting: bahwa integritas adalah fondasi yang tidak boleh diabaikan dalam memilih pemimpin dan pejabat publik.

Ke depan, pemerintah---baik yang sekarang maupun yang akan datang---harus berkomitmen untuk membangun sistem yang lebih transparan dan akuntabel. Pemberantasan korupsi harus dimulai dari proses rekrutmen pejabat tinggi, memastikan bahwa mereka yang terpilih memiliki rekam jejak bersih dan komitmen yang kuat terhadap nilai-nilai anti-korupsi.

Akankah Korupsi Bisa Diberantas?

Korupsi adalah penyakit yang telah lama mengakar di berbagai lini pemerintahan. Namun, dengan komitmen kuat dari pemerintah baru, pengawasan yang lebih ketat, dan partisipasi aktif dari masyarakat dalam mengawasi jalannya pemerintahan, tentu saja korupsi bisa diberantas, atau setidaknya diminimalisir.

Tekad Prabowo untuk membentuk Zanken Kabinet adalah langkah awal yang positif, tetapi langkah ini harus diiringi dengan kebijakan-kebijakan konkret yang memperkuat sistem pencegahan korupsi di level kementerian dan lembaga negara. Jika tidak, harapan baru ini bisa saja berubah menjadi kekecewaan seperti yang kita saksikan dalam beberapa tahun terakhir.

Pada akhirnya, mimpi tentang pemerintahan yang bersih, transparan, dan bebas korupsi bukanlah utopia. Ini adalah tujuan yang bisa dicapai jika ada kemauan politik, sistem yang baik, dan dukungan penuh dari masyarakat. Indonesia, dengan segala potensinya, berhak mendapatkan pemerintahan yang bekerja untuk kesejahteraan rakyat, bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.***MG

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun