Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Menghindari Penipuan Pencari Kerja? Ciptakanlah Kerja

13 September 2024   07:35 Diperbarui: 13 September 2024   08:27 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pekerjaan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia. Melalui pekerjaan, kita dapat memenuhi kebutuhan hidup, mencapai kestabilan finansial, dan berkontribusi pada masyarakat. Namun, di seluruh dunia, termasuk Indonesia, masalah mencari pekerjaan sering kali menjadi tantangan yang terus berulang. 

Setiap tahun, ribuan lulusan baru memasuki pasar kerja, bersaing untuk posisi yang terbatas, sementara lapangan pekerjaan tidak berkembang secepat kebutuhan tenaga kerja. Tidak heran kejahatan para calon pencari kerja pun marak dan korban para pencari kerja ini semakin banyak.

Artikel ini tidak membahas kejahatan dalam mencari kerja, tapi justru mengarah ke hal lain yang mungkin justru lebih penting dan mendasar untuk menghindari diri dari perangkap kejahatan tersebut. Untuk itu muncul beberapa pertanyaan mendasar: apakah kita seharusnya terus fokus pada pencarian kerja? Ataukah sudah saatnya kita mengubah pandangan dan mulai membuat lapangan kerja, tidak hanya untuk diri kita sendiri tetapi juga untuk orang lain? 

Artikel ini mengajak kita untuk mengeksplorasi kenapa menciptakan pekerjaan bisa menjadi solusi dari masalah abadi "mencari kerja" dan bagaimana pendidikan dapat berperan penting dalam mempersiapkan generasi pengusaha yang siap menjadi pencipta kerja, bukan sekadar pencari kerja.

Mengapa Membuat Kerja Itu Penting?

Membuat pekerjaan bukan hanya tentang menciptakan sesuatu untuk diri sendiri; lebih dari itu, ini tentang berkontribusi secara sosial dan ekonomi. Dengan menciptakan pekerjaan, seseorang tidak hanya membantu dirinya sendiri tetapi juga orang lain. Misalnya, seorang pengusaha kecil yang membuka usaha katering atau toko kelontong tidak hanya mendapatkan penghasilan untuk dirinya sendiri, tetapi juga bisa mempekerjakan beberapa orang dari lingkungannya. Dari perspektif yang lebih luas, wirausaha memiliki potensi untuk mengurangi pengangguran, meningkatkan kesejahteraan ekonomi, dan bahkan mendorong inovasi di berbagai sektor.

Ada juga kepuasan pribadi yang datang dengan menciptakan pekerjaan. Memberikan kesempatan kepada orang lain, membantu mereka memperoleh penghasilan, dan menciptakan dampak positif dalam kehidupan orang lain adalah bentuk kontribusi yang bermakna. Melalui wirausaha, kita bisa menciptakan lingkungan kerja yang lebih manusiawi, sesuai dengan nilai-nilai kita sendiri, dan membangun sesuatu yang dapat diwariskan untuk generasi mendatang.

Namun, seringkali menciptakan pekerjaan dianggap hal yang sulit. Apakah benar demikian? Apa yang sebenarnya membuat banyak orang enggan menjadi pengusaha dan memilih untuk tetap mencari kerja?

Kendala yang Dihadapi Dalam Membuat Kerjasama 

Salah satu alasan yang sering dikemukakan adalah masalah modal. Banyak orang merasa bahwa untuk memulai bisnis, diperlukan modal yang besar. Ini adalah alasan klasik yang sering dijadikan pembenaran mengapa banyak orang enggan untuk mencoba berwirausaha. Namun, jika kita telisik lebih dalam, apakah modal benar-benar menjadi penghalang terbesar?

Dalam banyak kasus, akses terhadap modal sebenarnya bukanlah kendala utama. Di era modern ini, ada banyak investor yang bersedia memberikan modal bagi mereka yang memiliki ide bisnis yang solid dan rencana yang jelas. Selain itu, munculnya platform crowdfunding dan angel investors juga memudahkan para calon pengusaha untuk mendapatkan dana tanpa harus memiliki kekayaan pribadi yang besar. Intinya, jika seseorang memiliki ide bisnis yang kuat dan berpotensi, modal tidak lagi menjadi masalah yang sulit diatasi.

Sebenarnya, kendala utama dalam menciptakan pekerjaan adalah mindset kita sendiri. Sejak kecil, kita lebih sering ditanya, "Mau jadi apa?" yang dijawab dengan profesi seperti dokter, insinyur, atau karyawan. Jarang sekali ada anak yang dengan tegas menjawab ingin menjadi pengusaha atau wirausahawan. Ini menunjukkan bagaimana orientasi kita sejak dini lebih diarahkan untuk menjadi pekerja, bukan pencipta kerja. Di sekolah, mayoritas sistem pendidikan kita mempersiapkan siswa untuk menjadi karyawan---mengajarkan mereka cara mencari pekerjaan yang baik, bukan bagaimana menciptakan pekerjaan.

Pendidikan formal, sayangnya, juga belum memberikan ruang yang luas untuk mengembangkan keterampilan sebagai pengusaha. Kurikulum pendidikan kita lebih berfokus pada penguasaan teori dan keterampilan teknis untuk bekerja di perusahaan, tetapi jarang sekali ada mata pelajaran yang benar-benar mengajarkan cara berwirausaha. Program kewirausahaan memang mulai masuk ke beberapa sekolah dan perguruan tinggi, tetapi belum menjadi arus utama dalam sistem pendidikan kita.

Hal ini sangat berbeda dengan negara-negara yang wirausahanya berkembang pesat, seperti Amerika Serikat atau beberapa negara di Eropa Barat, di mana pendidikan kewirausahaan sudah diperkenalkan sejak dini. Di negara-negara tersebut, anak-anak diajarkan untuk berpikir kreatif, berani mengambil risiko, dan menciptakan solusi untuk masalah di sekitar mereka---semua keterampilan yang sangat dibutuhkan oleh seorang pengusaha.

Jika kita ingin menciptakan generasi yang mampu membuat pekerjaan, bukan hanya mencari pekerjaan, maka pendidikan kita harus mengalami transformasi signifikan. Berikut beberapa perubahan yang dapat dilakukan:

Kurikulum yang Mendorong Kreativitas dan Inovasi. Pendidikan harus berfokus pada pengembangan keterampilan berpikir kritis, kreativitas, dan inovasi. Anak-anak harus diajarkan untuk berpikir di luar batasan, menemukan solusi untuk masalah yang dihadapi di sekeliling mereka, dan berani mengambil inisiatif. Pendidikan kewirausahaan tidak harus berupa teori ekonomi atau keuangan, tetapi bisa berupa pembelajaran tentang bagaimana mengidentifikasi peluang, bagaimana membangun jaringan, dan bagaimana mengelola sumber daya yang ada.

Pengalaman Praktis dalam Berwirausaha. Selain teori, penting bagi siswa untuk mendapatkan pengalaman praktis dalam berwirausaha. Sekolah dan universitas bisa menyelenggarakan program magang di perusahaan rintisan, atau bahkan memberikan ruang bagi siswa untuk memulai usaha kecil mereka sendiri. Melalui pengalaman ini, siswa bisa belajar tentang tantangan dan peluang dalam bisnis secara langsung, sekaligus mengasah keterampilan manajerial dan kepemimpinan mereka.

Peran Guru dan Mentor. Guru tidak hanya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai mentor yang mampu menginspirasi dan membimbing siswa untuk mengembangkan potensi wirausahanya. Sekolah perlu membekali guru dengan keterampilan dan pengetahuan yang tepat tentang kewirausahaan, serta menjalin kerja sama dengan pengusaha sukses yang bisa menjadi mentor bagi siswa. Dukungan moral dan motivasi dari seorang mentor sering kali menjadi faktor kunci yang mendorong seseorang untuk berani memulai bisnisnya sendiri.

Lingkungan yang Mendukung Kolaborasi. Wirausaha tidak tumbuh dalam isolasi. Pendidikan harus menciptakan lingkungan yang mendorong kolaborasi antara siswa, komunitas bisnis, dan pemerintah. Lingkungan ini dapat memfasilitasi pertukaran ide, inovasi bersama, dan dukungan untuk perkembangan bisnis baru.

Mengubah Paradigma: Membuat Kerja adalah Jalan Masa Depan

Di tengah perkembangan ekonomi global dan cepatnya perubahan teknologi, menciptakan pekerjaan adalah langkah strategis untuk menghadapi masa depan yang semakin kompleks. Tidak hanya untuk mengurangi angka pengangguran, tetapi juga untuk menciptakan lapangan kerja yang lebih fleksibel, inovatif, dan sesuai dengan kebutuhan zaman.

Sudah waktunya bagi kita, sebagai masyarakat, untuk mengubah paradigma dari hanya sekadar mencari kerja menjadi pencipta kerja. Bukan lagi soal apakah kita memiliki modal, tetapi apakah kita memiliki mindset yang tepat dan didukung oleh pendidikan yang mendorong kreativitas dan inovasi. Dengan melakukan ini, kita tidak hanya memperbaiki nasib kita sendiri, tetapi juga berkontribusi pada masyarakat yang lebih mandiri dan sejahtera.

Setiap orang memiliki potensi untuk menciptakan sesuatu yang berarti. Sudah waktunya untuk mengubah pertanyaan "Mau jadi apa?" menjadi "Mau menciptakan apa?"***MG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun