Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi Pamit ke Indonesia: Momen Refleksi dan Apresiasi

10 September 2024   16:06 Diperbarui: 10 September 2024   16:06 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: beritasatu.com

Dua bulan terakhir ini, terlihat jelas bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) sengaja berkeliling Indonesia. Tujuannya sederhana namun penuh makna---meresmikan berbagai proyek pembangunan yang telah rampung, sekaligus berpamitan dan meminta maaf kepada masyarakat Indonesia. 

Bagi sebagian orang, terutama para pengkritik dan lawan politiknya, tindakan ini dianggap sebagai upaya pencitraan semata, namun benarkah demikian? Atau mungkin, ada pesan yang lebih mendalam dari perjalanan pamit Jokowi ini?

Bukan rahasia lagi bahwa sejak awal kemunculannya di panggung politik, Jokowi selalu menjadi sosok yang kontroversial. Tuduhan pencitraan sudah sering diarahkan padanya, sejak hari pertama dia menjadi Walikota Solo, Gubernur DKI Jakarta, hingga Presiden RI dua periode. Tuduhan-tuduhan ini umumnya datang dari mereka yang skeptis, bahkan dari para pembenci atau haters yang sejak awal meremehkan kemampuannya memimpin. Namun, bukankah perjalanan Jokowi justru menunjukkan hal yang sebaliknya?

Sepuluh Tahun Bekerja: Jokowi dan Waktu yang Singkat

Sebagai manusia biasa, 10 tahun mungkin terasa lama. Namun bagi Jokowi, yang motto hidupnya adalah "kerja, kerja, kerja", waktu itu terasa sangat singkat. Ia seolah berkejaran dengan waktu untuk menyelesaikan pembangunan dan mencapai cita-cita Indonesia yang lebih baik. Sepanjang dua periode kepemimpinannya, Jokowi tak pernah berhenti untuk terus bekerja, dari membangun infrastruktur hingga membentuk fondasi ekonomi yang lebih kuat.

Siapa yang mengira bahwa seorang tukang kayu dan pedagang mebel dari Solo bisa menjadi Presiden Indonesia? Di masa lalu, ada anggapan bahwa pemimpin tertinggi negeri ini haruslah berasal dari kalangan elit atau memiliki latar belakang politik yang kental. Kemunculan Jokowi di pentas politik nasional adalah fenomena yang mencengangkan banyak orang. Tidak hanya karena latar belakangnya yang sederhana, tetapi juga karena kemampuannya untuk belajar dan beradaptasi dengan cepat di dunia politik yang keras dan penuh intrik.

Dalam waktu singkat, Jokowi mampu memahami dinamika politik nasional, menghadapi lawan-lawannya dengan tenang, dan pada akhirnya, disegani. Tidak banyak yang bisa menandingi keberaniannya dalam mengambil keputusan besar, bahkan ketika hal itu menimbulkan resistensi dari berbagai pihak. Keberhasilan ini tidak lepas dari sikapnya yang sederhana dan apa adanya---karakter yang justru menjadi kekuatan terbesar Jokowi di mata rakyat.

Menghadapi Kritikan dengan Kerja

Sikap sederhana Jokowi memang seringkali dianggap sebagai pencitraan oleh lawan-lawan politiknya. Namun tidak bisa disangkal bahwa mayoritas rakyat Indonesia menghargai dan memilihnya untuk dua kali masa jabatan sebagai presiden. Bahkan hingga menjelang akhir masa jabatannya, tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Jokowi masih berada di atas 70%. Ini adalah angka yang mengesankan bagi seorang pemimpin yang telah melewati satu dekade di puncak kekuasaan, di tengah arus kritik dan tantangan yang tidak pernah sepi.

Tentu, seperti manusia lainnya, Jokowi tidak luput dari kesalahan. Kebijakan dan tindakannya mungkin tidak bisa menyenangkan semua pihak. Selalu ada pro dan kontra di setiap langkah yang diambilnya. Namun, yang menarik adalah bagaimana Jokowi memilih untuk merespons semua itu: dengan terus bekerja dan memprioritaskan hasil yang bisa dirasakan oleh masyarakat luas.

Mungkin inilah alasan mengapa di penghujung masa jabatannya, Jokowi berkeliling Indonesia untuk berpamitan dan meminta maaf. Ini bukan sekadar formalitas, melainkan bentuk tanggung jawab seorang pemimpin yang menyadari bahwa tidak semua kebijakan yang diambilnya bisa memuaskan semua orang. Ini adalah cara Jokowi untuk menunjukkan bahwa ia adalah pemimpin yang mau mendengarkan dan mengakui bahwa pemerintahannya mungkin masih memiliki kekurangan.

Tuduhan Pencitraan: Tidak Penting bagi Jokowi

Apakah perjalanan pamit ini dianggap pencitraan oleh para pengkritik? Mungkin saja. Namun yang jelas, Jokowi tidak terlalu peduli dengan tuduhan-tuduhan semacam itu. Ia sudah terbiasa dengan berbagai kritik dan serangan sejak awal karier politiknya. Alih-alih menyerah atau terpengaruh, Jokowi justru menjadikan kritik sebagai bahan bakar untuk terus bekerja lebih keras.

Baginya, yang paling penting adalah hasil nyata yang bisa dirasakan oleh rakyat Indonesia. Pembangunan infrastruktur, pertumbuhan ekonomi, upaya pemerataan kesejahteraan, dan berbagai pencapaian lain selama 10 tahun terakhir adalah bukti nyata dari kerja kerasnya. Tentu masih banyak pekerjaan yang belum selesai, tapi itulah alasan mengapa Jokowi terus berkeliling, berpamitan sekaligus menyerahkan tongkat estafet kepada pemimpin berikutnya.

Terima Kasih, Pak Jokowi

Maka dari itu, saatnya kita mengucapkan terima kasih kepada Jokowi. Terima kasih atas dedikasi, kerja keras, dan semangat pantang menyerah untuk membangun Indonesia yang lebih baik. Walaupun tidak semua keputusan Anda bisa menyenangkan semua pihak, tetapi jelas terlihat bahwa Anda telah memberikan yang terbaik untuk bangsa ini.

Sebagai seorang penulis yang mungkin pernah mengkritik kebijakan Anda, saya secara pribadi juga ingin meminta maaf jika ada tulisan yang tidak berkenan. Sejujurnya, saya adalah seorang pengagum yang juga ingin melihat Indonesia lebih baik. Kritik saya adalah bentuk cinta, karena saya tahu bahwa Indonesia layak mendapatkan pemimpin yang selalu berusaha keras, seperti Anda.

Selamat jalan, Pak Jokowi. Terima kasih atas semua yang telah Anda berikan untuk Indonesia. Semoga estafet kepemimpinan yang Anda tinggalkan bisa diteruskan dengan baik, demi masa depan yang lebih cerah untuk kita semua.***MG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun