Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Qou Vadis Para Pengemplang Hutang BLBI?

10 September 2024   14:34 Diperbarui: 10 September 2024   15:01 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: Kompas.com

Kasus pengemplangan utang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kembali mencuat ke permukaan setelah penangkapan salah satu obligor utamanya, Marimutu Sinivasan, di perbatasan Malaysia. Pengusaha besar Indonesia yang sempat terkenal di era 1990-an ini mencoba melarikan diri, seolah menjadi simbol betapa pelik dan berlarut-larutnya penyelesaian kasus BLBI yang tak kunjung selesai sejak krisis moneter melanda Indonesia. Marimutu Sinivasan dan para obligor lainnya tampaknya masih terus menghindari kewajiban mereka untuk membayar utang kepada negara, memperlihatkan betapa rumitnya penegakan hukum dalam kasus sebesar ini.

Siapa Marimutu Sinivasan?

Marimutu Sinivasan adalah pengusaha besar yang mendirikan grup perusahaan Texmaco, salah satu perusahaan terbesar di Indonesia yang bergerak di sektor manufaktur tekstil dan otomotif. Di puncak kejayaannya, Texmaco memiliki ribuan pekerja dan aset besar di berbagai sektor industri. Namun, ketika krisis moneter melanda Asia pada 1997-1998, bisnisnya goyah, dan perusahaan Sinivasan menjadi salah satu penerima bantuan BLBI yang diberikan untuk menyelamatkan perbankan dan sektor-sektor ekonomi strategis dari keruntuhan.

Namun, alih-alih memperbaiki bisnisnya dan membayar utang kepada negara, Sinivasan menjadi salah satu pengemplang terbesar BLBI. Hutangnya dikabarkan mencapai Rp 8 triliun, yang hingga saat ini masih belum dilunasi secara penuh. Meskipun Satgas BLBI yang dibentuk pada 2021 bertugas untuk mengejar utang-utang ini, hingga kini, publik tidak mendapatkan informasi yang jelas mengenai sejauh mana satgas telah berhasil memulihkan dana dari para obligor.

Kasus BLBI yang Berlarut-larut

BLBI sendiri adalah salah satu skandal ekonomi terbesar dalam sejarah Indonesia. Setelah krisis ekonomi 1997-1998, pemerintah melalui Bank Indonesia menyalurkan dana talangan sebesar Rp 144,5 triliun kepada bank-bank yang kesulitan. Dana ini dimaksudkan untuk menyelamatkan perbankan nasional dan menjaga kestabilan ekonomi. Namun, dalam pelaksanaannya, banyak dari dana tersebut tidak digunakan sebagaimana mestinya, dan sebagian besar justru menguap karena pengelolaan yang buruk atau disalahgunakan oleh para penerima.

Sejak itu, berbagai upaya dilakukan untuk menagih kembali dana yang telah disalurkan. Namun, hingga saat ini, masalah ini masih jauh dari selesai. Publik kerap mempertanyakan sejauh mana keberhasilan upaya pemerintah dalam menindak para obligor BLBI, apalagi setelah beberapa dekade berlalu.


Siapa Saja Para Obligornya?

Selain Marimutu Sinivasan, ada banyak obligor besar lainnya yang masih terlibat dalam skandal BLBI. Menurut data dari Satgas BLBI ada 48 orang obligor BLBI, beberapa nama besar yang disebut sebagai pengutang antara lain:

Sjamsul Nursalim-- Pengusaha besar yang terkait dengan Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), salah satu penerima BLBI. Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim, diduga menyelewengkan dana BLBI sebesar Rp 4,58 triliun.


Texmaco Group (Marimutu Sinivasan) -- Berutang sekitar Rp 8 triliun.

Sudono Salim -- Pendiri Grup Salim, yang memiliki hubungan erat dengan Bank Central Asia (BCA), salah satu bank penerima BLBI. Walaupun beberapa utang telah dilunasi, kasus ini tetap memunculkan banyak tanda tanya.

Kaharudin Ongko -- Pemilik Bank Umum Nasional yang juga menjadi salah satu penerima BLBI.

Jumlah utang yang terlibat dalam kasus ini sangat fantastis. Dari total Rp 144,5 triliun dana BLBI, pemerintah mengklaim bahwa sebagian besar, sekitar Rp 110 triliun, disalurkan secara tidak tepat dan menimbulkan kerugian negara. Hingga kini, meskipun ada upaya pelunasan, pemerintah masih kesulitan mendapatkan pengembalian utang secara penuh. Dari laporan yang ada, hanya sebagian kecil dari jumlah tersebut yang telah dikembalikan, sementara sisanya masih menjadi beban negara.

Mengapa Kasus BLBI Sulit Diselesaikan

Salah satu alasan utama mengapa kasus BLBI begitu sulit diselesaikan adalah karena keterkaitannya dengan berbagai kepentingan politik dan ekonomi. Banyak obligor BLBI yang memiliki hubungan erat dengan tokoh-tokoh politik atau bahkan terlibat langsung dalam proses pengambilan keputusan negara. Kondisi ini membuat proses hukum menjadi lambat dan penuh dengan tantangan.

Selain itu, kendala administratif dan hukum juga menjadi penghalang. Beberapa obligor BLBI kabur ke luar negeri, seperti Sjamsul Nursalim yang diketahui tinggal di Singapura, dan hingga saat ini pemerintah Indonesia masih kesulitan untuk mengekstradisinya. Di sisi lain, Satgas BLBI yang dibentuk pemerintah menghadapi berbagai kendala dalam penagihan, mulai dari keterbatasan kewenangan hingga kurangnya dukungan politik untuk bertindak tegas.

Kasus ini juga dipenuhi oleh proses litigasi panjang yang kerap menguntungkan pihak obligor, memperlambat proses pemulihan dana negara. Ada indikasi bahwa proses hukum ini diperlambat secara sengaja oleh pihak-pihak tertentu yang ingin melindungi kepentingan bisnis atau politik mereka.

Apa Solusinya?

Tentu saja, publik tidak bisa terus menunggu seperti menunggu Godot, sebuah penantian yang seolah tanpa akhir. Kasus BLBI harus diselesaikan dengan serius, dan ada beberapa langkah yang perlu diambil untuk mencapai hal tersebut.

Kemauan Politik yang Kuat -- Penyelesaian kasus BLBI memerlukan keberanian politik dari pemerintah dan penegak hukum untuk bertindak tanpa pandang bulu. Siapa pun yang terlibat, baik pengusaha besar maupun tokoh politik, harus ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku.
 
Transparansi Kinerja Satgas BLBI -- Satgas BLBI harus memberikan laporan yang transparan dan berkala kepada publik mengenai capaian mereka. Ini penting untuk membangun kepercayaan publik dan memastikan bahwa proses penagihan berjalan sesuai rencana.

Memperkuat Kerjasama Internasional -- Banyak obligor BLBI yang kini tinggal di luar negeri, seperti Singapura atau negara lainnya. Pemerintah Indonesia harus lebih aktif dalam menjalin kerjasama dengan negara-negara tersebut untuk mengekstradisi para obligor dan memastikan mereka bertanggung jawab atas utang mereka.

Reformasi Hukum -- Sistem hukum Indonesia harus lebih responsif terhadap kasus-kasus besar seperti BLBI. Reformasi yang memungkinkan percepatan proses litigasi dan penegakan hukum yang lebih tegas perlu dilakukan agar kasus serupa tidak terus berlarut-larut.

Penegakan Hukum yang Konsisten -- Tanpa penegakan hukum yang konsisten, kasus BLBI hanya akan menjadi lingkaran setan yang tak berujung. Penegak hukum harus diberikan dukungan penuh untuk menyelesaikan kasus ini dengan cepat dan adil.

Menunggu Godot atau Bertindak?

Kasus BLBI adalah salah satu uji besar bagi pemerintah Indonesia dalam menegakkan hukum dan memulihkan kepercayaan publik. Sudah terlalu lama kasus ini dibiarkan berlarut-larut, dan jika tidak segera ditangani, kerugian negara hanya akan semakin besar. Harus ada keberanian politik dan keseriusan dari semua pihak yang terlibat dalam menyelesaikan masalah ini.

Jika tidak, masyarakat Indonesia hanya akan terus menunggu, seperti menunggu Godot---sebuah penantian tanpa akhir yang tidak membawa hasil. Kasus ini adalah ujian bagi komitmen negara dalam memberantas korupsi, dan publik berharap penantian panjang ini akhirnya membuahkan hasil.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun