Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Fenomena Rocky Gerung: Debat Tanpa Batas, Kinerja Tidak Terbatas

7 September 2024   21:11 Diperbarui: 7 September 2024   21:12 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: inews

Siapa yang tidak kenal Rocky Gerung? Sang maestro debat, intelektual yang siap melibas setiap lawan bicara dengan modal yang katanya cuma satu: logika. Namun, jangan salah paham dulu, logika ini bukan sembarang logika. Ini logika versi Rocky Gerung. Kalau Anda tidak sependapat, berarti Anda kurang paham filsafat atau, lebih parah lagi, mungkin akal sehat Anda sudah terdistorsi oleh kepentingan politik.

Rocky Gerung adalah pemandu sorak bagi kaum yang merasa suaranya tak terdengar, meskipun ironisnya, Rocky sendiri sering meninggalkan perdebatan saat mulai terdesak. Bukan karena argumen lawan lebih kuat, tentu saja. Oh, tidak. Dia hanya sedang melatih seni "menghindar dengan elegan." Kalau ditanya kenapa meninggalkan panggung, jawabannya akan penuh teka-teki, seperti seorang filsuf yang sedang merenungkan hakikat keberadaan.

Logika Gerung: Fleksibel untuk Semua Situasi

Dalam dunia Rocky Gerung, logika adalah senjata yang paling ampuh. Bukan untuk mencari solusi, tapi untuk memenangkan debat. Kritik tajamnya sering kali memukau penonton, meski kadang isinya lebih dekat ke parade istilah filsafat daripada argumen yang substansial. Tapi, siapa yang peduli? Yang penting gaya! Logika Gerung bekerja sesuai kebutuhan situasi: elastis, fleksibel, dan bisa mengalahkan siapa pun... sampai dia merasa kalah, tentu saja. Di titik itulah biasanya ia angkat kaki, menyelamatkan diri dari kekalahan dengan alasan yang terdengar sangat cerdas (atau setidaknya, terlihat seperti itu).

Pengikut Setia: Fanatisme Intelektual

Rocky tidak sendirian. Ia memiliki pasukan pendukung yang siap membelanya mati-matian, mengklaim bahwa setiap kritik terhadap Rocky adalah serangan terhadap kebebasan berpikir. Mereka menyerap setiap kalimat dari mulut Rocky seperti anak murid yang mendengarkan nabi mereka. Apapun yang dikatakan Rocky adalah kebenaran, karena toh, Rocky sendiri sering bilang bahwa tugasnya adalah mencari kebenaran. Tapi jangan salah, kebenaran ini tentu harus disaring oleh saringan logika versi Rocky terlebih dahulu.

Tidak heran, Rocky menikmati setiap sorotan yang diberikan oleh pendukung fanatiknya. Setiap kali ia muncul di televisi atau media sosial, dunia seolah berhenti sejenak untuk mendengarkan "kebenaran" dari Rocky Gerung. Dan, seperti yang diprediksi, pengikut setianya akan menegaskan bahwa argumen Rocky adalah suara akal sehat yang diabaikan oleh elit penguasa. Bagi mereka, Rocky adalah sosok intelektual yang tak tergoyahkan, meskipun sering kali lebih sibuk menciptakan kebingungan daripada memberikan solusi.

Tugas Rocky: Hanya Berpikir, Tidak Lebih

Ketika ditanya soal kontribusi konkret terhadap permasalahan bangsa, Rocky akan dengan tegas mengatakan bahwa tugasnya hanya satu: berpikir. Berpikir dan berdebat. Kinerja? Itu urusan orang lain. Rocky sudah sibuk dengan tugas yang lebih berat, yaitu merenungkan apa yang salah di dunia ini dan siapa yang salah di pemerintahan. "Tugas saya berpikir, bukan bekerja," begitu kira-kira jawaban andalannya.

Jadi, jangan berharap Rocky akan turun tangan dengan solusi nyata. Toh, katanya, berpikir adalah pekerjaan tersulit. Kalau sudah selesai berpikir dan mengkritik, ya sudah. Biar orang lain yang sibuk membereskan semua kekacauan yang dia ciptakan lewat debatnya.

Filsuf Tanpa Tanggung Jawab?

Rocky Gerung adalah fenomena. Bukan hanya karena keahlian berdebatnya yang tak tertandingi, tapi juga karena kemampuannya untuk menghindari tanggung jawab di luar arena debat. Mungkin, di masa depan, kita akan melihat generasi intelektual yang meneladani Rocky, bukan karena kontribusi nyatanya, tapi karena mereka belajar bahwa berpikir dan berdebat---tanpa menawarkan solusi---adalah jalan pintas menuju ketenaran.***MG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun