"Tidak, Dina. Aku sudah memutuskan. Aku ingin bertobat."
Bu Dina menatapnya dengan kaget. Bertahun-tahun bekerja untuk Pak Budi, ia tahu persis betapa dalamnya pria ini terjebak dalam dunia korupsi. Bagaimana mungkin seseorang seperti Pak Budi tiba-tiba ingin tobat?
"Aku akan mengembalikan semua uang yang sudah aku ambil. Semua asetku, rumah mewah, mobil, kapal pesiar... semuanya akan aku serahkan kepada negara. Aku ingin memulai hidup baru," lanjut Pak Budi dengan suara penuh tekad.
Bu Dina merasa seperti mendengar dongeng. "Pak, kalau boleh saya tanya, apa yang membuat Bapak tiba-tiba berpikir seperti ini?"
Pak Budi tersenyum tipis. "Dina, sudah lama aku hidup di dunia ini. Aku sudah tua. Sudah saatnya aku berhenti. Aku tidak mau mati dengan dosa sebesar gunung. Lagipula, uang yang aku kumpulkan selama ini... sejujurnya tidak pernah membuatku bahagia. Selalu ada ketakutan. Takut ketahuan, takut diselidiki, takut dipenjara. Dan semalam, mimpi itu menyadarkanku."
Bu Dina mencoba menahan tawanya, tapi ia tidak bisa. Akhirnya, ia terbahak-bahak. "Pak, ini sangat menghibur! Bapak, seorang koruptor, ingin tobat? Bagaimana caranya, Pak? Kalau semua koruptor bertobat, negeri ini pasti sudah makmur sejak dulu!"
Pak Budi menatap asistennya dengan tatapan serius. "Aku serius, Dina. Aku akan menggelar konferensi pers sore ini. Aku akan mengumumkan semuanya ke publik."
***
Sore itu, gedung mewah tempat Pak Budi bekerja dipenuhi oleh wartawan dari seluruh penjuru negeri. Mereka semua datang setelah mendengar kabar yang mengejutkan: seorang pejabat tinggi akan mengumumkan pertobatannya dan menyerahkan seluruh kekayaannya kepada negara. Di podium, Pak Budi berdiri dengan wajah tegas, siap menyampaikan pidatonya.
"Saudara-saudara sekalian," Pak Budi memulai. "Hari ini, saya ingin menyampaikan bahwa saya, Budi Santoso, dengan penuh kesadaran, memutuskan untuk bertobat. Saya akan menyerahkan seluruh harta hasil korupsi saya kepada negara dan memulai hidup baru sebagai warga negara yang bersih."
Tiba-tiba, sorakan dan tepuk tangan riuh memenuhi ruangan. Wartawan-wartawan yang biasanya sibuk menulis berita buruk kini terlihat kagum. Tapi, di sudut ruangan, ada sekelompok pejabat yang wajahnya berubah pucat.