Kabar mengejutkan datang dari dunia ekonomi dan politik Indonesia.
Faisal Basri, seorang ekonom terkemuka dan pengamat politik ekonomi yang dikenal luas, telah berpulang pada usia 65 tahun.
Kepergiannya meninggalkan duka mendalam bagi keluarga, kolega, dan publik yang selama ini mengenalnya sebagai sosok intelektual yang kritis dan berprinsip.
Faisal Basri tidak hanya dikenal sebagai dosen senior di Universitas Indonesia, tetapi juga sebagai Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN) pada awal kiprahnya di dunia politik.
Meskipun karier politiknya tidak panjang, pengaruhnya sebagai ekonom tetap kuat melalui perannya di berbagai lembaga, termasuk sebagai salah satu penggagas dan anggota aktif di lembaga riset ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF).
Dalam kapasitasnya sebagai akademisi dan peneliti, Faisal Basri memberikan kontribusi penting terhadap analisis kebijakan ekonomi di Indonesia.
Tulisan dan opininya sering mewarnai diskusi ekonomi nasional, dengan pendekatan yang mendalam dan didasarkan pada data yang kuat.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, Faisal mulai lebih sering menyoroti kebijakan ekonomi pemerintah, terutama di bawah Presiden Joko Widodo.
Salah satu isu yang paling sering ia kritik adalah kebijakan hilirisasi nikel yang dinilai oleh Faisal tidak mendatangkan manfaat maksimal bagi Indonesia.
Ia berargumen bahwa kebijakan tersebut terlalu berpihak kepada kepentingan jangka pendek dan asing, serta kurang memperhatikan aspek keberlanjutan ekonomi dalam negeri.