Ferdinand Marcos Jr. Suatu hasil kemenangan telak. Kok bisa?
Pilpres Philipina dimenangkan oleh putra Diktator Marcos: ÂKita masih ingat bagaimana rakyat Philipina turun ke jalan untuk menjatuhkan Presiden Marcos kala itu. Gerakan inilah yang melahirkan istilah People Power, di mana kekuatan rakyat menjatuhkan pemimpin nya yang dianggap telah menyengsarakan rakyat dengan kediktatoran nya.
Kesabaran rakyat Philippina sudah sampai titik nadir ketika Marcos dituduh telah membunuh lawan politiknya Beniqno Aquino.
Saat itu koleksi sepatu ibu negara Imelda Marcos menjadi simbol betapa harta kekayaan Philipina telah dikuras oleh Marcos dengan melakukan korupsi.
People Power inilah yang mengilhami mahasiswa dan rakyat Indonesia menggulingkan Soeharto yang dipandang telah berlaku sebagai diktator.
Alasan Kolusi, Korupsi dan Nepotisme atau KKN yang telah dilakukan penguasa orde baru ini juga yang saat itu ditentang oleh para mahasiswa dengan didukung oleh Rakyat Indonesia.
Jika mengingat semua ini rasanya mustahil rakyat Philipina bisa memaafkan Marcos dan keturunannya, apalagi sampai memilih untuk menjadi presiden mereka.
Namun, hal yang mustahil itu rupanya terjadi. Setalah beberapa dekade seolah rakyat Philippina lupa akan kediktatoran Marcos dan memilih putranya menjadi kepala negara mereka.
Fenomena ini menimbulkan berbagai analisa. Ada pakar yang mengatakan bahwa, walau Philipina adalah negara demokratis, lingkaran kekuasaan dikuasai oleh segelintir klan politikus yang ada di sana. Klan politik ini juga menguasai sumber kekayaan yang ada di Philipina. Dalam hal ini klan Marcos adalah salah satunya.
Dari berbagai analisa itu, satu hal yang pasti, selama bertahun-tahun media massa dan media sosial yang dikuasai oleh klan Marcos memborbardir masyarakat Philippina dengan pesan bahwa Marcos bukanlah seorang diktator. Masa keemasan Philipina justru ada di saat Ferdinand Marcos berkuasa.
Saat ini, generasi yang menjatuhkan Marcos sudah hampir tidak ada, diganti oleh generasi muda yang tidak mengalami sengsara ketika Marcos berkuasa.Â
Anak - anak muda yang saat ini menjadi konsumen utama sosial media telah dipengaruhi oleh propaganda yang dilancarkan keturunan dan simpatisan MarcosÂ
Tentu saja fenomena politik di Philipina ini membuat kita bertanya-tanya, apakah Indonesia bisa mengalami hal yang serupa?
Kekhawatiran ini bukanlah isapan jempol karena hal serupa juga terjadi di sini.
Sudah sejak awal kita disuguhi propaganda dan jargon : "Lebih Enak di jaman ku toh?".Â
Jargon ini mungkin tidak dianggap serius namun untuk generasi muda yang tidak mengalami era Orde Baru, kata - kata itu seolah menjadi kebenaran bagi mereka.
Juga kita ketahui betapa kebangkitan secara politik juga coba dibangun oleh dinasti ini dengan membiayai dan membuat partai - partai politik.
Mereka yang belum lahir saat terjadinya reformasi, saat ini sudah berhak untuk memilih. Tentu saja semakin tahun generasi ini akan semakin bertambah.
Perlahan tapi pasti, jika tidak diantisipasi, cerita mengenai mengapa ada peristiwa Semanggi yang melahirkan pahlawan reformasi dan peristiwa Reformasi akan menjadi dongengan saja bagi mereka.
Bukti awal sudah ada, Ketua BEM SI dengan lantang berkata, " Di Jaman Orde Baru, kesejahteraan dan Kebebasan dinikmati Rakyat Indonesia."
Apalagi ada sifat "ingatan pendek" masyarakat Indonesia dan cenderung memilih artis dan tokoh terkenal tanpa terlalu peduli pada rekam jejak dan prestasi pengabdian dan keterpihakan pada masyarakat.Â
Maka tidak heran para artis, selebritis dan tokoh terkenal memenuhi kursi kekuasaan politik di negeri ini.
Apakah Indonesia akan serupa dengan Philipina? Pasti akan terjadi jika tidak diantisipasi dengan pendidikan politik, penguatan sistem demokratis dan memberikan pengetahuan sejarah yang baik mulai saat ini.***MG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H