Keraguan itu muncul ketika terhembus isu kebijakan bahwa IMB dan Analisis Dampak Lingkungan atau AMDAL akan dihilangkan dalam proses pembangunan. (Mongabay.co.id)
Padahal, penerapan proses AMDAL dalam kegiatan pembangunan sangatkah penting agar kegiatan tersebut tidak berdampak negatif pada keseimbangan alam. Â Dampak negatif ini tentu akan berakibat bencana, karena daya dukung alam tidak mampu menopang pembangunan yang tidak memperhatikan dampak buruk lingkungan tersebut.
Kedua pertanyaan besar ini menimbulkan pertanyaan yang lebih besar. Mengapa kedua hal tersebut seperti diabaikan Jokowi?
Alasan pertama yang patut diduga adalah Jokowi sedang berpacu dengan waktu.Â
Dengan sisa jangka satu periode, nampaknya Jokowi merasa banyak impiannya akan sulit terwujud. Hal itu justru menjadi pembelajaran yang dirinya dapat dari periode pertamanya.Â
Ya pada lima tahun pertama, waktu Jokowi tergerus karena ada banyak masalah politik yang harus dia hadapi.
Kita masih ingat, bagaimana koalisi pendukungnya saat itu terbilang lebih kecil daripada koalisi oposisi. Walau dirinya menang sebagai presiden, namun legislatif dikuasai oleh koalisi partai oposisi.Â
Tentu situasi ini akan menyebabkan keinginan dan kebijakan Jokowi akan terhambat jika hal itu dijegal oleh para politikus di DPR.
Mau tak mau dirinya harus membalikkan situasi agar partai koalisinya bisa menguasai kursi di sana. Dalam hal ini, nampaknya permainan catur politik Jokowi cukup berhasil, karena para lawan bisa diubahnya menjadi kawan.Â
Namun kemenangan itu tentu menimbulkan juga harga yang harus dia bayar, yaitu banyak waktunya untuk menjalankan program dan janjinya yang terbuang.Â
Salah satu yang dirinya secara gamblang akui, tidak berhasil menyelesaikan masalah Pertamina karena tidak satupun kilang minyak yang berhasil dirinya bangun dalam periode pertamanya. (Kompas.com)