Melihat kenyataan ini, seharusnya seluruh rakyat Indonesia, yang masih punya hati dan kebaikan menjadikan korupsi sebagai musuh bersama. Karena kenyataannya korupsi adalah sumber malapetaka kemiskinan, kebodohan dan kesengsaraan.
Namun, sangat miris justru terlihat, belum cukup banyak masyarakat yang menyadari hal ini. Bahkan secara realita, mereka masih mau memilih pimpinan daerah dan politikus yang jelas sudah melakukan korupsi dan bahkan sudah dihukum.
Masa bodoh seperti ini sungguh sangat disesalkan.Â
Apalagi sampai hari ini pun ada orang yang masih menganggap korupsi adalah budaya Indonesia.
Dengan alasan - alasan di atas lah, penulis menulis banyak opini tentang korupsi. Selain, terutama untuk mengingatkan secara pribadi agar tidak ikut dalam tindakan korupsi itu, juga agar sikap anti  korupsi sungguh bisa menjadi kesadaran bersama.
Mungkin ada beberapa Kompasianer yang mempertanyakan warna tulisan dari penulis yang akhir - akhir ini bersikap kritis terhadap pemerintah Jokowi, terutama dalam sikap politiknya terhadap korupsi.
Sebenarnya, penulis masih mendukung sikap politik dan arah pembangunan yang dilakukan Jokowi, namun khusus untuk sikap anti korupsi nya Penulis melihat ada sikap kompromistis.
Hal itu terlihat jelas dengan keputusan nya dalam pemilihan piminan KPK dan yang terutama dengan menyetujui perubahan UU KPK.Â
Dari dua sikap ini terlihat bahwa Jokowi memang dalam keadaan terjepit dan dia tidak mau diganggu oleh lawannya yang ada di DPR dalam rangka mensukseskan program pembangunan yang ia canangkan.Â
Namun, pilihan kompromi  ini bukanlah pilihan tepat. Karena kendor terhadap kasus korupsi, sama saja membakar sumber dana untuk pembangunan seperti yang telah diungkapkan di atas tadiÂ
Jadi, jika memang mengharapkan negara ini sungguh bisa menjadi bangsa yang makmur sejahtera, maka lawanlah dan kikis habis korupsi. Niscaya kita semua bisa menjadi jutawan yang bahagia dan sejahtera.***MG