Rasa nasionalisme juga bisa ditunjukkan dengan sikap kritis atas situasi yang mengancam eksistensi bangsa ini.Â
Dalam hal ini penulis tidak setuju dengan ungkapan, "Right or wrong is my country". Cinta buta seperti ini akan mengakibatkan para perusak bangsa menjadi merajalela.
Terkadang justru rasa malu karena menjadi bagian dari bangsa yang dinilai kurang menghargai perbedaan, radikal, intoleran dan koruptif adalah energi yang diperlukan untuk memperbaiki bangsa ini menjadi lebih baik.
Tentu saja sikap kritis dalam hal ini tidak bisa disamakan dengan sikap nyinyir yang mencaci dan mengkritisi tanpa tawaran solusi.
Kembali ke kasus Agnes Mo. Mungkin ada pilihan kata yang kurang tepat dari Agnes dalam mengungkapkan asal usul dirinya, tapi jelas juga ungkapan itu tidak bisa dijadikan patokan bahwa dirinya tidak cinta Indonesia.Â
Terkadang memang yang terjadi adalah penilaian bukan apa yang dikatakan tapi siapa yang mengatakan nya. Hal itu coba Penulis ungkapkan dalam status Facebook baru - baru ini.Â
Karena bisa saja ungakapan itu ditulis, "Aku darah Dayak, tidak punya darah Indonesia.". Karena memang masing - masing diri kita sudah diwarisi darah nenek moyang yang sudah ada sebelum negara yang disebut Indonesia itu lahir.
Jadi nasionalisme pada negara dan bangsa bukan didasarkan oleh asal darah, apalagi asal keturunan, suku dan agama tapi dari rasa cinta yang diungkapkan dengan karya nyata dan sikap tidak cinta buta...
Darah itu sama merah lho...***MG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H