Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Isu Penumpang Gelap, Polesan Terakhir Manuver Prabowo?

11 Agustus 2019   21:35 Diperbarui: 11 Agustus 2019   22:08 873
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: photo Antara

Politik bagi para politikus tertentu memang suatu permainan. Permainan untuk tetap bisa bertahan dan berada di atas panggung.

Situasi inilah yang saat ini sedang terjadi di negeri ini. Mereka yang kalah dalam kontestasi bukan berarti langsung mati. Tapi bagai suatu seni bertahan hidup, mereka bisa membalik kekalahan menjadi kemenangan, tergantung strategi apa yang dipilih. 

Partai Gerindra yang sebelumnya kalah dalam kontestasi Pilpres memperlihatkan betapa mereka mampu bangkit kembali, bahkan bisa memberikan posisi tawar yang cukup kuat.

Tentu saja untuk tetap berada di atas panggung dan punya posisi tawar perlu juga mengubah penampilan dan narasi. 

Jika sebelumnya mereka bersikap oposisi dengan narasi yang menyerang, saat ini ditampilkan lah sikap koalisi dengan narasi yang mendukung dan bersahabat. 

Dalam politik, manuver seperti ini adalah hal yang biasa. Tidak ada kawan dan lawan yang abadi, hal yang tetap sama adalah persamaan kepentingan.

Manuver Gerindra itu dimulai ketika Jokowi bertemu dengan Prabowo di MRT. Dengan peristiwa ini maka sangat jelas Prabowo mulai bergeser dari sikap oposisi ke arah koalisi. 

Hal itu diperkuat dengan "pertemuan nasi goreng" dengan Megawati. Lalu juga dilanjutkan dengan Prabowo hadir dalam Kongres PDIP.

Memang Megawati dan Prabowo pernah berkoalisi tapi setelah itu terjadi perpecahan tajam ketika Prabowo merasa ditinggalkan karena Megawati menolak mendukungnya sebagai Presiden, tapi justru mendorong Jokowi sebagai calon Presiden dari PDIP.

Keakraban kembali PDIP dan Gerindra sebenarnya secara ideologi tidaklah sulit karena keduanya membranding diri sebagai partai Nasionalis demokratis dan inklusif.

Namun branding nasionalis dan inklusif itu pada pilpres lalu bagi Gerindra agak terganggu karena mereka merangkul dan didukung oleh kelompok - kelompok yang dianggap sektarian, radikal dan ekslusif.

Nah, dalam situasi sekarang, di mana Gerindra perlu "membersihkan" diri dari branding yang "tercemar" tersebut, maka merekapun perlu melakukan manuver lagi.

Manuver itu tentu harus bisa menjawab pertanyaan: mengapa Gerindra bersedia merangkul dan mau didukung kelompok yang punya ideologi yang berbeda sebenarnya?

Dalam rangka untuk menjawab pertanyaan inilah nampaknya muncul pengakuan "penumpang gelap" yang baru disadari kemudian. 

Dengan merapat ke Koalisi Jokowi, maka perlu diberikan penjelasan, bahwa hal itu adalah cara untuk menolak ditunggangi oleh para penumpang gelap. Jadi koalisi dan kerjasama antara Gerindra dan para penumpang gelap itu bukan karena Gerindra sudah berubah ideologi. (Kompas.com)

Sebenarnya pengakuan adanya "penumpang gelap" dari Gerindra adalah hal yang tidak mengejutkan. 

Justru agak mengherankan bahwa baru saat ini Gerindra dan Prabowo menyadari bahwa mereka telah ditunggangi. Karena sejak awal sudah sangat jelas ada semacam simbiosis mutualisme antara Prabowo dengan para "penumpang gelap" tersebut. 

Juga, untuk mengenal siapa penumpang gelap itu tidaklah sulit. Mereka ibarat bersembunyi di bawah lampu sorot. Jadi cukup mengherankan adanya klarifikasi dan penyangkalan dari Gerindra ketika ada yang menyebutkan siapa para Penumpang Gelap tersebut. 

Sebenarnya tidak disebutkan oleh Gerindra siapa merekapun, sebenarnya hal itu sudah merupakan rahasia umum yang telah diketahui banyak orang.

Apakah manuver pengakuan adanya "penumpang gelap" itu adalah polesan terakhir? Kita tunggu saja manuver apa lagi yang akan dilakukan oleh Gerindra dan Prabowo dalam mengamankan peran politik yang sekarang mereka pilih. ***MG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun