Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Utak-atik Masa Jabatan Presiden, Siapa yang Terusik?

4 Agustus 2019   07:09 Diperbarui: 4 Agustus 2019   07:13 677
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: bisnis.com

Nampaknya buah - buah reformasi yang menjadi hasil perjuangan para pahlawan reformasi saat ini mulai diutak - atik lagi.

Kalau sebelumnya pemilihan langsung para kepala daerah yang mau dikembalikan pada wewenang para anggota legislatif, maka saat ini masa jabatan presiden dibatasi dua periode yang menjadi sasaran ingin diubah.

Adalah Yusril Ihza Mahendra yang kembali munculkan wacana ini. (JPNN.com).

Menurut ahli tata negara ini, peluang untuk mengubah periode masa jabatan Presiden ini terbuka jika amandemen UUD 45 dilakukan lagi.

Variasi periodenya juga bisa beraneka: kembali tidak dibatasi seperti sediakala, hanya satu kali tapi waktunya ditambah menjadi 8 tahun atau tetap seperti sekarang tapi terbuka untuk diubah berdasarkan hasil referendum.

Munculnya keinginan untuk mengubah pembatasan periode ini tentu menimbulkan tanda tanya. 

Mengapa perlu diubah? Siapa yang berkepentingan dengan perubahan itu? Atau lebih tajam lagi, siapa yang terganggu dengan pembatasan hanya dua periode tersebut?

Sebenarnya sebelum wacana ini dimunculkan, perlu ditelaah lebih dahulu alasan mendasar dan sejarah mengapa amandemen UUD memberikan pilihan cukup 2 periode bagi seorang presiden dan kepala daerah di negeri ini.

Alasan paling mendasar perlu dibatasi kekuasaan Presiden ini karena pengalaman pahit, bahwa dengan tanpa dibatasi masa jabatan kepresidenan itu  maka akan muncul seorang penguasa yang cenderung bersikap diktator. 

Jika terlalu lama rupanya sang penguasa akan berusaha untuk mempertahankan kekuasaan nya menjadi seumur hidup. 

Tentu alasan ini bukan hanya rekaan saja. Banyak contoh dari penguasa negara lain dan kita juga telah mengalami nya.

Oleh karena itu, lebih baik periode masa jabatan ini jangan di utak - atik lagi. Dua periode selama 10 tahun cukuplah bagi sang Presiden menunjukkan pengabdiannya. Biarlah ada peluang anak bangsa yang lain untuk mengabdi bangsa besar ini.

Jika pembatasan periode ini diubah, tentu sejarah munculnya seorang diktator bisa kembali terulang. 

Gunakanlah energi positif untuk membangun bangsa ini, jangan jadikan energi perdebatan seperti ini menambah masalah pada situasi politik kita yang belum sepenuhnya tenang.***MG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun