Jaksa Agung RI HM Prasetyo menegaskan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tidak terbukti melakukan tindak penistaan agama hingga hanya dikenai Pasal 156 KUHP dan dituntut satu tahun dengan masa percobaan dua tahun.
"Itu bukan penistaan agama, yang terbukti bukan penistaan agama," katanya di Jakarta. (Antara)
Padahal sebelumnya, jaksa penuntut umum mengenai Pasal 156A KUHP yang menyebutkan soal penistaan agama, "pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia".
Penegasan Jaksa Agung ini tentu mengejutkan karena cap "penista agama" sudah terlanjur dituduhkan ke Ahok.Â
Juga tuntutan maksimal 5 tahun atas pasal penistaan agama tersebut menjadikan pintu politik bagi Ahok untuk menjadi pejabat negara setingkat menteri menjadi tertutup.
Kita tahu kasus hukum Ahok adalah kasus yang sangat menghebohkan negeri ini. Ada banyak dampak yang ditimbulkan oleh peristiwa tersebut. Bahkan sampai saat ini pun peristiwa tersebut masih menimbulkan akibat politik yang masih tersisa.
Harus dikatakan bahwa tanpa peristiwa Ahok maka tidak ada gonjang - ganjing gerakan 212. Jika gerakan itu tidak ada maka cerita dan drama kontestasi Pilpres tentu mempunyai warna yang berbeda.
Dengan mengatakan ini, Jaksa Agung seolah membuka kembali diskusi dan debat panas sehubungan dengan kasus Ahok. Karena pasti banyak yang merasa berkepentingan dengan pernyataan ini.Â
Pertanyaan yang paling paling besar tentu saja, apakah penegasan ini benar?
Jika hal ini benar, pasti akan menimbulkan pertanyaan lain, mengapa penegasan itu baru disampaikan sekarang ini? Juga, apakah ini sungguh bisa membuka kembali pintu politik bagi Ahok?
Kita tunggu saja klarifikasi atas pernyataan ini dan debat para ahli hukum atas fakta baru tersebut.***MG