Saat ini sudah resmi Jokowi berhak meneruskan periode keduanya sebagai Presiden RI. Partai koalisi yang mendukung Prabowo pun telah sepakat membubarkan diri.Â
Dalam kondisi ini setiap partai mantan koalisi Adil Makmur pun secara independen bisa menentukan arah politik mereka ke depan. Sangatlah wajar kemudian partai - partai ini mempertimbangkan apakah tetap mau menjadi partai oposisi atau bergabung ke koalisi pemerintah.
Tentu saja kedua pilihan ini mempunyai untung rugi sendiri.Â
Jika tetap menjadi oposisi, berarti tidak bisa mengajukan Menteri. Bila gabung ke koalisi pemerintah bermakna ada peluang untuk duduk di kursi pejabat yang tentu punya reputasi tersendiri.
Nampaknya gelagat dan arah kebijakan ini sedang digodok oleh masing - masing partai.Â
Untuk Demokrat, kelihatannya ada kecenderungan untuk bergabung kali ini dengan koalisi pemerintah. Hal itu terlihat dengan semakin akrabnya hubungan partai ini dengan Jokowi. Terutama lewat pertemuan intens yang terjadi antara Jokowi dan AHY. (Kompas com)
Seandainya jadi, posisi partai Demokrat ini dapat dimengerti. Karena sebagai Partai yang pernah berkuasa dua periode, kelihatannya dengan menjadi oposisi selama 5 tahun sudah terlalu berat bagi mereka.Â
Juga nampaknya dengan tujuan Pemilu tahun 2024, ada strategi khusus Demokrat untuk mendapat panggung bagi AHY yang sudah digadang - gadang menjadi Capres di periode berikut itu.
PAN pun agaknya punya maksud yang sama. Khusus partai ini, memang mereka  punya reputasi untuk bermain di dua kaki.Â
Periode lalu mereka adalah lawan dari Jokowi dengan menempatkan Cawapres mereka di koalisi yang berseberangan. Namun saat kubu mereka kalah, partai ini menyeberang lagi untuk menikmati previlege kursi menteri di kubu Pemenang.