Dengan logika seperti ini maka semua hasil yang ada, jika bertentangan dengan kesimpulan awal, maka dianggap sebagai kesalahan dan kecurangan.
Logika sesat ini memang sejak awal sudah disusun oleh kubu Prabowo yang dimulai pada waktu prediksi lembaga survei di masa kampanye.Â
Mereka memang sudah menolak obyektivitas dan rumus ilmiah yang digunakan dalam survei tersebut.Â
Alasannya hanya satu: karena Prabowo kalah dalam hasil survei itu. Karena itu merekapun mengeluarkan hasil survei internal tandingan yang memenangkan Prabowo untuk menguatkan kesimpulan mereka tersebut.
Penulis yakin, jika dalam hasil survei dan quick count itu Prabowo menang, pastilah mereka akan menggunakannya.
Kembali pada asumsi bahwa hasil quick count yang menjadi patokan perhitungan di situng KPU dan Rekapitulasi berjenjang di atas.Â
Sebenarnya dengan kemiripan angka prediksi Quick Count, situng KPU dan Hitung berjenjang justru membuktikan Quick Count bisa dipercaya dan Jokowi memang menang di Pilpres ini. Karena fungsi quick count justru menjadi deteksi jika terjadi kecurangan atau anomali dalam pilpres ini.Â
Ya, melihat semua ini, ada semacam perasaan getir, sedih, tragis, marah dan lucu. Mengapa kualitas saksi ahli seperti ini bisa digunakan oleh tim hukum Prabowo di momen sepenting ini? ***MG